Perasaan seperti terhimpit dari kanan dan kirinya membuat Felix terbangun. Rasa dingin langsung menyelimutinya. Ia meraih selimutnya yang ditarik oleh seseorang yang tidur disampingnya.
"Kak Felix, aku dingin..."
"Aku tidak ped..." Felix langsung kaget.
"Hah?"
"Apa ini?"
"Mimpi kah?"
"Atau Cain, Tan, Teo dan Tom.. apa mereka hanya mimpiku saja?"
"Kak Felix, apa aku bisa memelukmu?" kata anak kecil itu lagi.
Felix langsung berkaca-kaca mendengar itu dan membiarkan Alger memeluknya, "Tunggu, ini kan malam sebelum terjadi kebakaran di panti asuhan.. apa itu semua hanya mimpi? Syukurlaaaah..." sambil membalas pelukan Alger.
"Tapi Cain, Tan, Teo, Tom.. mimpi ku terasa sangat nyata.. tidak.. bukan saatnya memikirkan ini..."
"Alger.. ayo bangunkan anak-anak yang lain kita harus keluar dari panti sekarang juga!"
"Keluar? kenapa harus keluar kak? sekarang kan dingin sekali."
"ALGER!!! CEPAT LAKUKAN SAJA APA YANG KUPERINTAHKAN!"
Felix mulai membangunkan anak-anak di panti asuhan satu persatu walau sangat sulit tapi Felix tetap memaksa mereka untuk keluar dari sana.
"Kita mau kemana kak?"
"Kita harus keluar dari sini secepatnya!"
"Ayo!" Felix menarik tangan Alger tapi tiba-tiba tangan kecil yang ia genggam tadi berubah menjadi abu.
Dan anak-anak yang lain berdiri berbaris menatapnya didalam kobaran api tanpa bergerak sedikitpun, "TIDAAAKK!!!"
"Kak Felix sudah meninggalkan kami, tubuh kami terbakar tapi karena sangat kedinginan, kami tidak merasakan apa-apa saat kulit kami meleleh.. Kak Felix bertahan hidup sendirian... "
"HAH..HAH..HAH..."
"Woiii.. kenapa? bikin kaget aja!"
"Cain?" Felix menyeka keringatnya dan akhirnya menatap luka ditangannya dan meraba luka yang ada di dahi dekat rambutnya itu.
"Kebakaran di panti itu nyata. Luka ini.. aroma kebakaran itu seperti masih segar kuhirup, tidak ada sedikitpun teriakan yang kudengar malam itu.. apa mereka pergi tanpa harus merasakan sakit di tengah kobakaran api saat mereka sangat kedinginan.. tidak.. aku.. seharusnya ikut mati juga malam itu!" seketika Felix langsung sesak nafas.
Cain yang tidak tahu harus berbuat apa langsung panik dan berteriak sekencang-kencangnya. Pak Egan langsung membuka tenda dan masuk memberi pertolongan pertama. Felix langsung lemas dan tidak sadarkan diri, "Se.. tia ka.. wan?"
"Yang benar saja.. aku adalah orang paling egois di dunia ini. Disaat orang lain terbakar hidup-hidup aku masih hidup dan bernafas, tertawa seakan tidak merasa bersalah sedikitpun disaat hanya aku seorang yang bertahan hidup..." Felix menitikkan air mata ketika sudah kembali sadar.
"Felix?"
"Cain?"
"Emmm.. bagaimana keadaanmu?"
Felix mencoba bangun tapi tali infus menghalanginya dan kini ia mulai kembali sadar seutuhnya dan mulai melihat seluruh ruangan, "Didalam mobil ambulance ya?"
"Dokter Mari sudah menunggu di rumah sakit, sebentar lagi kita sampai."
"Apa yang terjadi padaku?"
"Jangan tanya, kukira aku tadi serangan jantung dan kusuruh kakak perawat ini memeriksaku tapi ia malah menertawai ku..."
"Dasar..." Felix mulai tersenyum tipis mendengar lelucon Cain.
***
Sesampainya di rumah sakit, Felix dan Cain sudah disambut oleh Dokter Mari yang menunggu di depan UGD.
"Felix?"
"Dokter Mari..."
"Bu Corliss..."
"Harusnya kau pergi untuk bersenang-senang tapi malah kembali dengan mobil ambulance. Kau ini..."
"TanTeTom mana?" tanya Bu Corliss.
"Mereka tetap pulang dengan bus sekolah bu, karena harus membereskan barang bawaan kami," jawab Cain mengikuti Felix yang didorong masuk kedalam UGD dengan brankar.
Setelah Felix ditangani di UGD, ia pun dibawa ke kamar rawat inap, "Kenapa Felix tidur terus bu?" tanya Cain khawatir.
"Dia diberi obat penenang jadi kita biarkan Felix tidur dulu ya Cain..." Dokter Mari menghentikan Cain yang menggoyang-goyang kan Felix untuk bangun.
"Kita pulang ke rumah saja dulu Cain, biarkan Dokter Mari yang menjaga Felix disini." kata Bu Corliss.
"Aku tetap mau tinggal disini saja bu," Cain keras kepala.
"Ya sudah ayo kita keruangan Dokter Mari dulu, kamu pasti belum sarapan kan?"
Cain mengikuti Bu Corliss dan Dokter Mari, meninggalkan Felix yang terlihat tidur seperti batu. Tidak bergerak sama sekali, hingga Cain berbalik dan berlari ke arah tempat tidur lalu menaruh tangannya dibawah hidung Felix untuk memastikan apa ia masih bernapas. Dengan perasaan lega Cain pun menutup pintu kamar Felix dan menuju ruangan Dokter Mari.
Malam pun tiba, Cain yang bosan menonton tv tanpa suara di kamar Felix akhirnya bangun untuk pergi membeli cemilan. Di perjalanan kembali dari toko serba ada, Cain dengan membawa kantongan berisi banyak cemilan dan minuman. Saat akan masuk ke dalam pintu rumah sakit ia mundur kebelakang dan melihat ke atas.
Ada seseorang yang memakai baju pasien sedang berdiri di tepi bangunan dengan hempasan angin pasti akan membuat orang itu terjatuh dari atap rumah sakit.
"Rambut hitam yang tertiup angin itu terlihat familiar," kata Cain dalam hati, "FELIX!" sontak Cain menjatuhkan barang bawaannya dan langsung berlari.
"Tidak.. tidak.. Felix.. awas saja kau.. tidak.. tidak mungkin..." Cain yang sambil berlari di tangga darurat tidak menghiraukan lift rumah sakit.
Saat sampai di depan pintu atap rumah sakit ia langsung dihadang oleh sebuah tangan, "Ssssst!" pinta Dokter Mari.
Cain yang dipenuhi keringat dan kesusahan bernapas tidak mengerti dan hanya menuju ke arah dimana sahabatnya berdiri itu.
"Cain!" bisik Dokter Mari sambil menarik lengan nya, "Kita perhatikan saja dulu..."
Felix yang hanya berdiri diam diterpa angin sepoi-sepoi yang menerbangkan rambutnya, "Apa yang terjadi pada Felix, bibi?"
Felix yang tadinya berdiam diri kini mulai merentangkan tangannya dan mendongakkan kepalanya. Dokter Mari yang menghalangi Cain pun akhirnya mendorong Cain untuk menuju tempat Felix.
Cain langsung meraih tangan Felix dan ikut naik ke dekat Felix, "Menikmati pemandangan, huh?" Kata Cain dengan senyum yang dipaksakan.
"Emmm.. udara malam ini sangat dingin," Felix merasakan genggaman tangan Cain yang hangat, "Seperti malam itu..."
Si pecinta ketinggian itu untuk pertama kalinya ketakutan di tepi atap rumah sakit itu. Cain menahan rasa takutnya dan mulai membuat lelucon dan menarik turun Felix untuk duduk.
Cain menatap Felix yang hanya berdiam diri dan menoleh ke arah Dokter Mari yang masih berdiri di pintu. Ia pun teringat kata-kata Dokter Mari tadi, "Kini dan nanti Felix akan mulai untuk mencoba melukai dirinya sendiri.. Ia hanya akan bertahan jika punya alasan untuk tetap hidup, punya seseorang untuk dilindungi, punya seseorang yang memerlukannya."
Cain merinding ketakutan menatap Felix yang terlihat santai saja duduk di tepi atap rumah sakit, "Felix..."
"Emmm?"
"Apa kau punya mimpi? Cita-cita nanti kau ingin menjadi apa? Atau apa yang ingin kau lakukan?"
"Tidak ada..."
"Semua orang pasti punya mimpi, bahkan aku.. juga kamu Felix.. tapi tahu tidak kalau mimpiku adalah menjadi detektif polisi.. bersama denganmu.. aku selalu bermimpi menangkap penjahat dan kau selalu ada disampingku memperbaiki kesalahan yang aku buat... "
Felix hanya tersenyum mendengarnya.
"Tapi sekarang mimpiku hanyalah untuk bisa hidup lama denganmu, dengan Tan, dengan Teo, dengan Tom.. aku tidak perduli dengan permasalahan dunia ini.. aku sudah tidak beruntung.. jadi ada urusan apa lagi dunia denganku.. masa bodoh lah!" Cain menarik Felix untuk turun.
Dan Felix pun meraih tangan Cain dengan senyuman.
Kata seseorang, membuang mimpi sama saja dengan ia membuang dirinya sendiri...
...-BERSAMBUNG-...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 570 Episodes
Comments
◌⑅⃝●ᏒᎬᏁ●⑅⃝◌
kok gw terharu ya Ama omongan nya cain
2023-03-24
2
Manami Slyterin🌹Nami Chan🔱🎻
hadir untuk thor
2022-05-03
1
🐰Far Choinice🐰
hadiirrr kakk.. nyiciill bacaaa
2022-03-03
3