Terdengar suara yang berisik dari luar kamar Felix, tidak usah penasaran siapa itu. Sudah pasti Tan, Teo dan Tom yang datang.
Cain yang masih saja terbawa suasana tadi tidak berhenti memandang Felix yang terlihat biasa-biasa saja. Felix tersenyum bahagia ketika dipeluk oleh tiga kembar. Cain masih tidak berhenti memandang Felix.
Si kembar tiga pulang ke panti dan hanya Cain yang tinggal menemani Felix saat tertidur dengan menggenggam tangannya takut jika Felix pergi ke atap lagi.
Felix bangun dan melepaskan tangan Cain yang tidur sambil duduk.
"Mau kemana kau?" tanya Cain terbangun.
"Tidak mau kemana-mana." jawab Felix datar.
"Lalu kenapa kau melepaskan tanganku?"
"Lalu kenapa kau memegang tanganku?" Felix membalas sewot.
"Hahh, sudahlah.. tarik napas yang dalam lewat hidung dan keluarkan lewat mulut.. huuuuufff.. ayo tidur lagi...!" perintah Cain.
"Haha, kau sudah gila ya..."
"Atau mau aku nyanyikan lagu nina bobo?"
Felix melempari Cain bantal.
"Ini bantalnya, ayo tidur lagi..." Cain mengembalikan bantal yang dilempar Felix.
Felix hanya tersenyum tidak habis pikir dengan kelakuan Cain.
Keesokan nya Felix sudah boleh pulang, walau sebenarnya ia masih harus tinggal dan mendapat konseling tapi Cain bersikeras untuk membawanya pulang dan tidak mengatakan apa-apa pada Felix.
"Lebih baik dia tidak tahu kenapa ia begini lagipula Dokter akan ada terus juga di panti untuk memantau dan jika berlama-lama di rumah sakit juga tidak ada gunanya. Yang ia butuhkan adalah teman..."
"Dan teman itu adalah kamu, begitu?" Dokter Mari melanjutkan perkataan Cain.
"Felix tidak apa-apa, dia baik-baik saja..."
"Kau ingin menipu Felix dengan menipu dirimu sendiri terlebih dahulu?"
"SUDAH KUBILANG DIA BAIK-BAIK SAJA!" Cain membentak Dokter Mari sambil menangis.
"Aku takut.. aku takut Felix akan menghilang begitu saja tanpa kusadari..."
***
Saat kembali ke panti asuhan, Cain tidak pernah melepaskan pengawasannya terhadap Felix. Begitupun dengan Dokter Mari yang kini hampir tiap hari menginap di panti juga.
Akhir-akhir ini kebiasaan Felix adalah tidak bisa tidur dan bangun untuk berjalan-jalan dengan memakai kaos tipis dan celana selutut dengan sandal saja padahal dingin terasa menusuk dan ia berjalan seperti tidak merasakan apa-apa.
Cain yang setiap Felix terbangun, ia juga ikut bangun walau tetap berpura-pura tidur dan bangun memandangi dari balik jendela kamar melihat Felix yang duduk di bangku halaman depan. Ia tidak tahu harus berbuat apa dan hanya mengawasi dari jauh. Tidak tahu jika mencoba melakukan sesuatu akan berdampak seperti apa tapi malam ini akhirnya Cain memberanikan diri ikut duduk dengan Felix. Membawakan jaket dan selimut serta kaos kaki untuknya.
"Apa yang kau lakukan malam-malam begini disini? dingin begini?" tanya Cain pura-pura bodoh.
"Maka dari itu.. karena dingin, aku disini."
"Hemmm?" Cain menatap dengan tatapan mengantuk.
Felix yang sudah beberapa malam tidak tidur akhirnya dipaksa oleh Cain untuk kembali ke kamar.
"Aku disini saja dulu.. sebentar lagi..." kata Felix.
"Ow begitu.. kalau begitu aku akan tidur disini saja."
"Tidur saja.. nanti aku tinggal."
Cain tidur dipangkuan Felix dan mendengkur keras membuat Felix tidak tahan dan akhirnya, "Hah.. iya.. ayo kembali ke kamar."
Yang berpura-pura tidur itu langsung melompat bangun membuat Felix berdecak kesal.
***
Lima sahabat itu kini berjalan menyusuri jalanan yang ibarat sedang menghirup oksigen terbaik dengan aroma yang sejuk jika berjalan ke halte bus.
"Oh ia.. katanya kamu mengirimkan surat ke hantu merah muda?" tanya Tan.
"Ah, itu.. aku hanya menyuruhnya untuk tidak menggangguku lagi." jawab Felix.
"Apa yang kau tulis?" tanya Cain.
"Aku sudah tahu jadi kau bisa berhenti menggangguku!"
"Itu saja?" tanya Teo.
"Sebenarnya aku masih ingin ikut permainannya tapi bukan hanya aku yang terluka, kau juga ikut terluka jadi kuhentikan saja lagipula aku sudah tahu alasannya."
"Kalau aku, akan kubalas dia dengan menjahilinya lebih parah lagi," Tom tertawa seperti nenek sihir.
"Setelah sampai sekolah, langsung laporkan saja siapa hantu merah muda itu.. aku tidak peduli lagi..." kata Cain.
"Ohya? sejak kapan kau jadi berpihak padaku? bukannya selama ini..." kata Felix.
"Yang sahabatku itu kamu bukan dia.. bodoh amat lah."
"Huuuuuuuuuu!" Teo dan Tom mengejek.
Cain yang mengeluh kurang tidur dan merasa lemas meminta Felix untuk membawakan tasnya. Saat di bus pun ia menjadikan bahu Felix sebagai bantal dan tidur nyenyak.
"Kau ini sudah kayak bayi gede," ejek Teo.
"Parasit!" tambah Tom.
Cain meminta Felix membukakan tutup botol minumannya dan mengembalikan botol itu dalam keadaan masih terbuka untuk ditutup oleh Felix lagi.
"Anehnya kau juga menurut saja, Felix?" kata Tan tertawa kecil.
***
Setelah jam istirahat mulai, Felix langsung tidur dengan membaringkan wajahnya ke meja tapi langsung ada Dea yang datang.
Cain pun tidak diam saja, mengetahui Felix yang kurang tidur.. Ia pun langsung menghalangi Dea.
"Ow.. ho.. thankyou.. next." kata Cain.
"Apa-apaan sih Cain?"
"No.. not today!"
"Aku hanya mau bicara sebentar sama Felix tahu."
"Maaf saat ini Felix sedang di luar jangkauan, mulai sekarang kalau mau bicara sama Felix harus buat janji terlebih dahulu sama saya.. katakan setelah nada bip berikut.. biaya gratis kok."
"Aku lebih dulu mengenal Felix dibanding kamu tahu." Dea sewot.
"Yang lebih dahulu akan kalah sama yang selalu menemani.. TAHU!" balas Cain.
Dea yang kesal hanya langsung pergi dengan ekspresi ngambeknya yang membuat seisi kelas merinding.
Cain yang melihat Felix tidur di kelas akhirnya meninggalkannya sebentar untuk ke perpustakaan meminjam buku tapi saat kembali ke kelas Felix sudah tidak ada.
Cain yang panik hanya memikirkan satu tempat.. dimanapun Felix pergi ia selalu saja pergi ketempat yang sama. Ke tempat yang tinggi dan itu pasti atap sekolah.
Diluar lapangan terdengar anak-anak berteriak histeris, "Apa dia akan melompat?" teriak anak di diluar gedung sekolah.
Tanpa sepatah kata Cain langsung melempar buku yang ia pinjam dan berlari sekuat tenaganya. Tapi saat sampai, ternyata Felix ada di atas tangga dan sedang mengintip keluar atap sekolah.
"Ayo, lompat! kalau kau mati akan aku buat orang tua mu kaya dadakan hahahaha." kata anak perempuan berlagak seperti bos.
"Tapi kalau kamu tidak mati dan hanya cacat, tidak dihitung ya.. hahahaha." anak perempuan lainnya menanmbahkan.
Terdengar suara tawa anak perempuan yang memegang tongkat sambil mendorong seorang anak perempuan yang berdiri di luar pembatas atap.
Felix berjalan ke luar atap dan merebut tongkat itu dan berbalik mendorong 5 anak perempuan itu yakni Alma, Cydney, Sunniva, Era dan Gina dengan tongkat yang mereka pakai tadi.
"Kenapa kau menatapku begitu?" Felix yang mengulurkan tangannya untuk membantu anak yang di bully itu, "Bukankah ini yang kau mau aku lakukan? Mertie?"
Ya, benar.. Mertie adalah si Hantu Merah Muda.
"Kenapa kau mau membantuku? bukankah kau juga sama seperti yang lain.. hanya berpura-pura tidak mau tahu.. saat itu di kelas kau juga hanya melihatku saja..." kata Mertie.
"Jadi, kau ingin aku minta maaf? tapi bagaimana ya.. aku tidak akan pernah meminta maaf kepada pecundang sepertimu," Felix kemudian menarik paksa Mertie turun.
"Lepaskan...!!!" kata Mertie.
"Kau mau membawanya kemana?" tanya Cain.
"Ke ruang guru." sahut Felix.
Cain mulai menghalangi Felix dan akhirnya Mertie melepaskan tangan Felix.
"Sudah kuduga, selama ini kau sudah tahu siapa dia sebenarnya kan?" kata Felix.
"Dia juga sama seperti kita.. hanya saja ia tidak beruntung karena memiliki orang tua yang tidak berada."
Felix tidak menghiraukan perkataan Cain dan kembali mengejar Mertie dan menariknya kembali. Sesampainya di depan ruang guru ia bertemu Pak Egan, "Ada apa ini?" tanya Pak Egan.
Cain masih berusaha membujuk Felix dengan seluruh ekspresi wajahnya, sementara wajah Mertie sudah pucat pasi takut identitasnya sebagai hantu merah muda terbongkar. Lama Felix hanya diam saja.
"Felix? ada apa?" tanya Pak Egan lagi.
"Ini pak, saya mau memberitahu sesuatu...." jawab Felix.
"Apa itu?" tanya Pak Egan.
"Mertie sebenarnya..." kata Felix sepotong-sepotong.
"Mertie kenapa?" tanya Pak Egan mulai menunggu kalimat selanjutnya.
"Mertie sebenarnya.. adalah.. anak yang.......... Rajin pak!" sambung Felix.
"Hah?" Pak Egan, Cain dan Mertie serentak.
"Katanya dia ingin membersihkan lapangan sendirian dan mengecat garis lapangan. Saya mau hentikan tapi dia bersikeras yang mau kerjakan. Sepertinya dia suka cari perhatian ya pak?" kata Felix membuat Cain melongo.
"Eng.. iiiit ttuu.. iiii.. yya pak.. biar saya saja yang mengerjakan." sahut Mertie terbata-bata.
"Betul kamu bisa sendiri?"
"Iya pak."
Felix kemudian hanya berlalu pergi sambil tersenyum puas setelah mengerjai Hantu Merah Muda.
...-BERSAMBUNG-...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 570 Episodes
Comments
Iniaku
seru ceritanya 🔥🔥🔥
2022-08-12
2
🎤K_Fris🎧
lanjut
2022-03-17
1
RAHMA98🌹
aku mampir, bantu likeee kak
2022-03-04
1