Pagi yang cerah, udara yang masih sangat segar belum tercampur dengan polusi. Aku dan beberapa temanku berangkat ke hotel. Melewati taman yang cukup luas tepat di depan pintu masuk hotel. Langkah beriringan membuat kita terlihat sangat kompak. Padahal antara aku dan Widya hanya teman sekedar sapa sekarang. Tak seperti dulu sebelum aku mempunyai hubungan dengan Ega.
Pantulan cahaya matahari dari setiap jendela kamar hotel semakin memperindah setiap sudut koridor yang kulewati sekarang ini. Dari kejauhan di depan kantor house keeping, terlihat beberapa staf dan anak magang lainnya berkumpul di papan pengumuman. Tak heran jika suara gaduh terdengar sangat keras. Ada apa sih ini?
Aku dan temanku yang lain mendatanginya karena penasaran. Setelah kita membacanya, ternyata memang sangat menarik.
“Van, kita harus datang nih. Pasti seru banget!” ajak Dina yang begitu antusias.
“Iyalah Din, pasti. Kita kan juga belum pernah tahu bagaimana acara hotel digelar.” Jawabku.
“Apalagi ini Anniversary ke 10, pasti meriah banget. Ahh nggak sabar aku!” sahut Kiki terlihat sangat gembira.
“Orang seperti kalian memangnya punya baju pesta? Kalian kan cuma ngekost di sini. Low budget dilarang ikut. Malu-maluin. Hahaha! Baca tuh, temanya glamour! Pasti nggak mampu beli. Hahaha.” ledek Tina dari belakangku yang tak henti-hentinya memakiku.
“Jangan ngremehin kita yah! Dasar mak lampir!” ucap Dina keras kepada Tina.
“Sudah din, ayo masuk kantor, orang kaya dia nggak usah di ladenin. Buang-buang waktu dan tenaga aja.” Ucapku.
Aku memutar badan lalu berjalan menuju kantor, tanpa kusadari kaki Tina menyepakku hingga aku terjatuh. “Auuwh! Keterlaluan kamu Tina!” ucapku sambil berdiri.
“Eh, situ yang jalan nggak lihat-lihat kok nyalahin aku. Dasar aneh!” tanpa rasa bersalah dia memakiku dan pergi begitu saja.
“Kamu nggak apa-apa Van?” tanya Dina.
“Nggak Din, cuma heran aja sampai begitu banget dia membenciku hanya karena Mas Sony.”
“Makanya, kalo udah punya satu itu jangan lirik cowok lain.” Ucap Widya menyindirku soal Ega.
“Bukan urusan kamu Wid, kamu nggak tahu apa-apa, jadi sebaiknya kamu diam. Yang kamu tahu itu cuma mengarang cerita dan selalu memfitnahku. Iya kan?!" tanyaku menyudutkan Widya.
“Kapan aku fitnah kamu. Jangan asal ngomong ya! Semuanya itu fakta. Aku juga nggak bego!”
“Sudahlah, yuk masuk jangan berantem di sini!” Ucap Kiki memisah adu mulutku dengan Widya.
Dari dulu dia memang sok pintar. Jadi nggak heran kalau dia selalu merasa benar di antara yang lain.
***
Sabtu, pukul 15.00 di kost.
Aku menyiapkan baju dan perlengkapan yang akan kupakai nanti malam. Acara dimulai pukul 19.30 jadi masih banyak waktu untuk bersantai.
Aduuh ... sangat membingungkan. Mana dress yang harus kupakai.ini sepertinya terlalu heboh, tapi kalo ini terlalu santai dan biasa. Tapi kan acaranya glamour, berarti kan penampilan juga harus mewah.
Aku menimbang-nimbang baju mana yang pantas kupakai nanti malam. Hanya ada tiga baju pesta yang aku bawa dari rumah, buat jaga-jaga aja. Pikirku anak magang juga tidak akan menghadiri acara mewah seperti ini. Tetapi ternyata semua di sama ratakan wajib datang.
“Din! Dina?!” teriakku dari depan kamar Dina.
“Ya ampun. Kenapa sih Van teriak-teriak!”
“Gawat Din. Bantuin aku. Ayok ke kamarku sekarang. Cepat.” Aku menarik tangan Dina yang sedang asyik tiduran dan mengajaknya ke kamarku.
“Bantuin apa?! Yang jelas! Males kalo nggak penting.” Jawab Dina yang masih merebahkan tubuhnya di atas kasur.”
“Dina cepetan!” ucapku memaksa.
“Iya, iya bentar. Ya Allah. Kamu sangat mengganggu Van!” menggerutu, tapi bagiku itu biasa. Karena dia juga sering mengerjaiku. Hehe
“Sini deh! Antara tiga ini yang paling bagus yang mana?”
“Astaga! Kamu narik-narik tanganku cuma buat milih baju?! Ada yang lebih penting dari ini nggak?!”
“Hehe ,,, maaf. Eh tapi ini juga penting banget loh Din. Yang mana?!” paksaku menyuruh Dina memilih.
“Yang biru bagus banget, tapi kamu lebih pantas pakai yang ini. Menunjuk dress putih bermotif love yang simpel.”
“Ih Din, kan acara mewah, masa pake ini?!”
“Merah juga bagus, tapi terlalu terbuka. Udah yang itu aja. Titik. Dah ya aku mau balik ke kamar. Mau tidur bentar. Capek.”
“Dinaaaaa!” Teriakku setelah dia berjalan keluar kamar. Apa aku harus pakai ini? Kurang mewah nggak ya? Tapi yang dikatakan Dina ada benarnya juga, yang biru terlalu heboh karena bawahnya mekar, yang merah, bahu sampai dada terlalu terbuka. Ini doang yang bener emang, putih. Yasudahlah aku pakai ini. Kalau aku pakai yang merah apa kata Mas Sony nanti. Hahaha, leherku terlihat saja dia tidak rela. Apalagi dada. Hahaha... ah pasti dia ganteng banget nanti. Nggak sabar pengen ketemu.
Pukul 19.00, Aku, Dina, Widya, dan Kiki sudah bersiap untuk berangkat ke hotel. Kali ini kita dijemput Pak Adi, seniorku yang paling baik hati. Agak lucu juga kalau kita pergi dengan penampilan seperti ini jalan kaki. Beruntung Pak Adi dengan senang hati menawarkan untuk menjemput kita.
Sesampainya di hotel. Kita memasuki gedung acara dan sudah begitu banyak orang berkumpul di sana. Kali ini, semua benar-benar berpenampilan sempurna. Biasanya kita semua memakai seragam kerja yang hanya itu-itu saja. Sekarang, semua staf dan anak magang pun tidak bisa dibedakan. Para lelaki memakai jas dan perempuan mengenakan dress terbaik mereka, ditambah dengan make up yang membuatnya semakin cantik.
“Ya Allah Din, bagus banget dekorasinya. Lihat semua terlihat sangat mewah. Dan orang-orang yang di sini pun juga sangat sempurna.” Ucapku kagum.
“Iya Van, aku aja nggak bisa bedain mana staf mana anak magang. Sama semua. Hahaha.” Jawab Dina.
“Lihat tuh makanannya, banyak banget.” Timpal Kiki melihat meja makan yang di hias mewah.
“Kiki, makanan mulu yang kamu pikirkan!” ejek Dina. Widya memilih bergabung dengan anak magang lain dibanding dengan kita. Karena mungkin dia merasa diabaikan. Padahal sama sekali tidak. Kalau Ega tidak pernah menyuruh Widya untuk memata-mataiku mungkin hubunganku dengan Widya akan baik-baik saja. Ah ya sudahlah, Widya juga memang susah untuk diberi hati.
“Kita duduk di sana yuk, sepertinya menarik menikmati angin malam dekat kolam renang.” Aku mengajak Dina dan Kiki.
“Ayuklah.” Jawab mereka kompak.
Kita berjalan menuju kolam yang di sana terdapat lilin di setiap meja bulat yang tertata rapi, dipinggir kolam renang juga terdapat beberapa lilin yang menyala mengelilinginya. Lampu-lampu di hias dengan sempurna di setiap sudut membuat pemandangan malam semakin indah dan terkesan romantis.
“Boleh gabung?” Kris duduk begitu saja di kursi sampingku yang kosong. Sangat menyebalkan. Lagi-lagi dia. Aku diam dan pura-pura tak mendengar perkataannya.
“Van, kok diem aja sih?!” tanya Kris menggeser kursinya mendekatiku.
“Sariawan.” Jawabku singkat. Aku menggeser kursiku menjauh dan tidak melihatnya sama sekali.
Tidak bermaksud sombong, tapi kalau aku melayani pembicaraannya dia akan semakin berusaha mendekat dan mengira aku menyukainya. Hobinya saja tebar pesona. Semua wanita di goda. Tak sedikit juga yang mau dengannya, termasuk Tina, meskipun dia terobsesi dengan Mas Sony. Tapi dia tetap mau juga dekat dengan Kris, diantar jemput. Dan mungkin kencan bareng. Bukan rahasia umum lagi. Tak tahulah bagaimana mereka menjalin hubungan. Sungguh aneh.
“Van, malam ini kamu cantik banget. Mau jadi pasanganku nanti nggak di game?”
Hah? Pasangan? Game? Memang ada permainan apa nanti? Kenapa harus berpasangan? Ah bodoh amatlah, paling juga cuma akal-akalan Kris aja.
“Kamu bisa gabung sama teman kamu aja bisa? Jangan di sini. Temenku nggak nyaman ada kamu.” Ucapku kepada Kris menyuruhnya untuk pergi.
“Yaudah, kalo begitu kamu ikut aku aja, biar teman kamu di sini.” Jawabnya enteng.
“Nggak! jangan bawa Vania Mas, biarin dia disini.” Sahut Dina.
“Ayuklah, aku tunjukin tempat yang indah banget diujung sana, dekorasinya lebih bagus daripada di sini.” Kris memaksa dan menarik tanganku.
Aku mengibaskan tangannya yang begitu lancang, bahkan Mas Sony saja tidak pernah berani menggandengku tanpa persetujuanku.
“Bisa sopan nggak?! Aku laporin ke senior nanti!” ucapku sedikit mengancamnya.
Bukannya pergi malah dia semakin tertantang untuk lebih mendekatiku. Menaruh tangan kanannya di senderan kursiku seolah merangkulku. Aku berdiri mengajak Kiki dan Dina pergi. Namun dengan cepat tangan Kris memegang perutku dari belakang dan memangkuku di kursinya. Reflek aku berteriak, di tengah keramaian dan musik yang kencang, untung saja tidak ada yang melihatku, akan sengat memalukan jika menjadi pusat perhatian. Kiki berusaha menarik tanganku melepaskan tangan Kris yang melingkar di perutku.
“Mas! Jangan perlakukan Vania seperti ini. Lepasin dia!” ucap Kiki menarik tanganku.
“Lepas nggak! lepasin!” dasar lelaki kurang ajar. Aku berusaha melepaskan tangannya namun sangat kuat memelukku dari belakang seperti terikat. Air mata tak bisa ku tahan lolos begitu saja membasahi pipiku. Kenapa aku selalu mendapat perlakuan seperti ini. Mengutuki diriku sendiri.
Tanpa berkata, Dina bergerak cepat mencubit tangan Kris agar terlepas dari perutku. Akhirnya aku bisa pergi dan menjauh darinya.
“Kenapa sih aku selalu saja seperti ini? Kenapa tidak ada orang yang bisa menghargaiku, kenapa aku selalu saja dilecehkan. Padahal kalian tahu sendiri kan bajuku tertutup, kenapa mereka begitu jahat?!” aku menangis berjongkok di dekat pohon yang tak begitu ramai orang.
“Sabar ya Van,” ucap Kiki yang tak banyak bicara melihatku kasihan.
“Van, sudah jangan nangis terus. Luntur tuh make up kamu. Kita cari Mas Sony aja yuk, biar aman. Senyum dong. Hehe ... ” Kata Dina berusaha menghiburku.
“Eh kita masuk yuk. Bentar lagi acaranya mulai kayaknya.” Ajak Kiki agar bergabung ke dalam.
Bersambung....
Vania tampak begitu manis dengan dress putih bermotif, simpel namun tetap terlihat elegan.
k
Kristanto, alias Kris yang selalu tebar pesona dan selalu mengejar Vania.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
😚Pejuang Tangguh😚
Cogan Mulu 😘😘
2021-11-09
1