Mataku terbelalak dan menahan senyum bahagia melihat dia datang.
Ya Allah dia beneran datang, baik banget sih, perhatian meskipun sama orang yang belum dia kenal, batinku.
"Eh Mas Sony, aman Mas? Udah beres ya?" tanya Pak Herman sedikit acuh sambil membereskan kamar mandi.
"Sudah Pak, kebetulan dari lantai satu dan dua, ini kamar terakhir ya, Pak?"
"Iya nih, terakhir tapi lumayan menguras waktu."
"O iya ... ini anak magang dari mana, Pak?" tanya lelaki itu sambil melihat kearahku.
"Loh, kenalan saja langsung, Mas, kan ada di depannya Mas Sony. Hahaha"
Aku melihat tatapannya sekilas membuatku deg-degan, salah tingkah, pegang tisu saja kupakai buat lap kaca. Ya ampun bodohnya aku. Memalukan sekali.
"Kamu dari kota mana?" tanyanya sambil tersenyum ramah padaku, rasanya aku seperti mau pingsan saja.
"Dari Madiun Mas," jawabku tak berani memandang wajahnya karena terlalu gugup.
"Vania, namanya bagus," tersenyum melihat name tag kecil di dadaku sebelah kiri dan menatapku intens.
"Hmm ... makasih Mas, dan terima kasih juga buat bantuannya ya," ucapku mengangkat wajah dan melirik name tag yang bertuliskan Sony Dirgantara. Nama yang gagah seperti orangnya. gumamku dalam hati.
"Memangnya Mas Sony bantuin kamu apa, Van?" tanya Pak Herman penasaran.
"Enggak kok Pak, tadi ketemu di depan, bantu dorong trolly," ucapku berbohong.
Beberapa menit sudah berlalu dengan obrolan yang tak penting. Selesai rapikan kamar, aku turun melewati lift sambil membawa banyak handuk dan sprei kotor menggunakan trolly.
Aku tidak sendiri, karena ternyata Mas Sony mengikutiku masuk lift.
"Loh Mas, kok naik lift di sini? Kenapa tidak lewat lift utama?"
"Sengaja, pengen ngobrol aja, saya boleh panggil kamu Adek?"
"Boleh kok Mas, silahkan, terserah Mas mau panggil apa saja, hehe ...."
Ya ampun, kenapa dia tidak berhenti menatapku dengan senyum manisnya itu ... sungguh ini benar-benar membuatku seperti terbang keawang-awang.
Jangan GR Van, santai saja, tenang ... jangan gugup ... pikiranku terus menenangkan hatiku yang deg-degan bahkan satu kata pun tak bisa terucap, perasaan apa ini ya Allah, kagum? Suka? Atau bahkan jatuh cinta? Secepat itukah?
Bahkan aku baru tau namanya beberapa menit yang lalu. Kenapa hatiku sangat meresponnya, sedangkan Ega kekasihku pun tak kupikirkan.
"Eh iya, tadi Adek kenapa tiba-tiba minta bantuan Mas?"
Haaahh ... dia membahasakan dirinya dengan sebutan Mas ke aku? Aahhh tak tahu lagi, sepertinya aku ingin tenggelam saja kedasar lautan.
"Sebenarnya pengen cerita sih Mas, tapi Mas Sony janji nggak akan kasih tahu ke siapa pun, ya?"
"Iya Dek, tenang saja, Mas orangnya tidak pernah ingkar janji."
"Tadi itu aku takut Mas, karena aku baru pertama kali bekerja dengan Pak Herman, dan kata teman-temanku dia orangnya agak tidak sopan. Tangannya suka lancang."
"Terus ... dia melakukan apa sama kamu?"
"Ya enggak di apa-apain sih Mas, cuma ... tadi dia sempet melingkarkan tangannya ke pinggangku, aku kaget dan ngeri juga kalo terjadi hal yang lebih parah dari itu. Makannya tadi langsung keluar kamar, ketemu Mas Sony, sebenarnya sungkan juga mau minta tolong, karena belum kenal sama Mas."
"Oh begitu ya, sepertinya hal ini perlu saya laporkan ke atasan Dek, biar dia jera. Takutnya nanti terjadi hal yang lebih parah dari ini."
"Jangan Mas! Yang ada nanti malah aku yang kena kasus. Aku kan baru disini, lagian juga cuma sepele kok. Lagipula tadi Mas Sony kan juga sudah janji tidak menceritakan ke siapa pun," ucapku sambil cemberut dan menggerutu.
"Kamu bilang cuma sepele, Dek? Dia udah berani pegang kamu aja itu sudah kurang ajar loh."
Kenapa dia se emosi itu ... apa dia? Ah lupakan, jangan terlalu banyak berfikir yang tidak masuk akal Van. Batinku terus menyadarkanku yang terus-terusan berkhayal meminta harapan lebih ke Mas Sony.
Padahal bagiku memang hal sepele sih karena cuma pegang perut, bukan yang sampai pegang dada ataupun bagian bawah. Meskipun termasuk lancang, tapi memang nggak parah.
"Iya Mas, tapi aku kan aku tidak di apa-apain. Apalagi Mas Sony tadi nungguin diatas. Makasih ya." aku melempar tatapan dan senyuman.
"Yasudah lain kali lebih hati-hati lagi, Dek. Kalau ada apa-apa tidak usah sungkan panggil Mas, ya."
"Oke Mas terima kasih. Aku duluan yaa ..."
Dia mengangguk tersenyum.
Akupun berjalan menuju laundry untuk mengantar kain kotor. Masih ada satu jam lagi sebelum jam pulang.
Aku ke kantor house keeping, di sana banyak teman-temanku dan para senior lainnya. Perasaan bahagia tak bisa kututupi, senyum kecil tak henti dibibirku. Sepertinya aku sudah gila karna security tampan itu. Kenapa dia begitu mempesona? Ah sepertinya aku memang sudah gila.
"Heh, kenapa sih senyum-senyum sendiri daritadi? Kamu masih waraskan?" tanya Dina menelisik.
"Tentu saja aku masih waras, "kataku melotot pada Dina.
...***...
Kulihat jam ditanganku, sudah saatnya kami pulang. Aku dan Dina mengambil tas di loker lalu bergegas ke halaman depan untuk absen dan pemeriksaan tas seperti biasa di pos Security. Di sana juga terlihat sudah lumayan banyak anak magang lainnya yang sedang mengantri.
"Selamat sore Mas," sapaku kepada dua security Mas Sony dan Mas Kris.
"Sore, sudah mau pulang ya, Dek? Kosnya di mana?" tanya Mas Sony sambil memeriksa isi tasku.
"Kos di ...."
Belum selesai meneruskan kata-kataku, seketika aku teringat akan pembalut yang berada di tasku, karena aku sudah biasa menyimpannya untuk jaga-jaga.
Apalagi memang sudah tanggalnya aku haid. Dia tersenyum mengisyaratkan sesuatu saat menggeledah tasku, padahal baru saja aku mau merebutnya. Bersyukur dia tidak mempermalukanku di depan semua orang.
"Kenapa kalian malah pandang-pandangan? Kamu menemukan apa Son?" kejut Mas Kris menatap curiga.
"Bukan apa-apa." Mas Sony menjawab cepat dan memberikan tasnya padaku. Mas Kris malah mendekat ke arahku.
"Coba sini lihat!" Mas Kris merebut tas yang kupegang. Dia memang orang yang kepo, menyebalkan, dan satu lagi, dia terkenal playboy mata keranjang, meskipun tak setampan Mas Sony tapi dia hebat dalam urusan mempermainkan wanita, begitulah kata temanku yang magang lebih lama di sini.
"Mas, kenapa tasnya direbut sih, bentar aku ambil sesuatu di tasku dulu, baru kamu priksa." Aku merebut tasku tapi tak berhasil, teman-teman lainnya pun hanya menyaksikan dan menertawakanku, ya ... termasuk Dina. Sangat menyebalkan!
"Oalah pembalut to, kirain apa. Nggak usah malu, cewek kan memang harus simpan beginian, hahaha." lelaki itu tertawa puas.
Seketika wajahku merah padam. Ya, mungkin aku terlalu sensitif, tapi bagiku itu memang privasi, tidak seharusnya orang lain tau apalagi itu lelaki, dan seperti sengaja mempermalukanku di depan umum.
"Sudah, kembalikan Kris! jangan keterlaluan. Kasihan, dia malu loh," ucap Mas Sony dengan suara lembutnya.
"Hahaha ... gitu aja ngambek, Van. Bercanda doang."
Kamu bilang bercanda? Hei kamu sudah mempermalukanku di depan umum, apa tidak ada bahan lawakan lain? Dasar lelaki, sama sekali tidak menghargai wanita! Ralat, kecuali Mas Sony.
Heran, kok ada juga perempuan yang mau sama dia. Menghargai wanita saja tidak bisa. Tanpa basa basi kutarik tasnya dan aku pulang dengan raut wajah sinis. Dina menyusulku dan meredakan emosiku. Sepanjang jalan aku bercerita perkenalanku dengan Mas Sony, tak lupa dengan Pak Herman yang mulai berani menyentuhku.
...***...
Kuletakkan ponsel di meja setelah berjam-jam menelpon Ega. Kekasih yang aku sendiri sebenarnya tak tahu, entah karena sayang atau iba aku bisa berpacaran dengannya. Kegigihan dan pengorbanannya untuk mendapatkanku membuat hatiku luluh setelah satu tahun dia tak menyerah mendekatiku, tak hanya sekali dia menyatakan perasannya. Namun selalu ku tolak karena aku memang tak mencintainya. Padahal Ega adalah pria yang baik, pintar dan juga sangat perhatian.
Aku berjalan menuju ruang tengah menyusul Dina dan yang lain menonton televisi, ngemil dan mengobrol.
"Barusan telepon sama siapa Van? Lama banget." tanya Widya.
"Sama Ega-lah Wid, sama siapa lagi! Tahu sendiri, kan, hampir setiap hari dia telepon."
"Ciyee ... yang lagi kasmaran hehe ...." goda Widya yang tampak sangat senang ketika aku berpacaran dengan Ega karena dia sangat mendukung hubungan kami, di sisi lain dia adalah sahabatnya Ega. Dia juga yang selalu membujukku untuk menerima Ega sebagai kekasihku.
"Apasih Wid, biasa aja kali," ucapku datar, bagiku di hubungan ini aku sama sekali tidak merasa bahagia ataupun seperti orang jatuh cinta pada umumnya.
"Van, besok kita bertiga dapet siftnya barengan pagi loh. Kamu kan sift sore, gimana? Kamu berani berangkat sendiri?" tanya Dina.
"Berangkatnya sih berani Din, tapi pulangnya enggak. Bayangin aja, jam sebelas malam loh! Masa cewek pulang sendirian jalan kaki, kalian nggak kasihan apa? Kalo misal ada orang jahat gimana? Tega kalian. Jemput pokoknya!"
"Okelah, besok kita jemput, tungguin di Pos Security ya, biar gampang nanti ketemunya."
Bersambung...
...Hay readers... tolong beri dukungan yaa.....
...pokoknya harus ninggal jejak juga ...😁...
...Like👍Komen📨Gift🌷♥️☕...
...Favorite🌟Vote🔖...
...biar author tambah semangat nulisnya,...
...semoga kalian suka karya pertamaku yaa......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Devi Handayani
suka nih baca yg ini lain daripada yg lain....... jagoan ga mesti ceo tapi tetep asik buat dibaca... samangat thorrr😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍🥰🥰😍😍
2022-11-06
1
M.J.M
aku gak baca Mak, aku cuma liat aja, 😂😂
2021-11-09
0
🌸Santi Suki🌸
aku alon-alon bacanya 😊
semangat ya 💪💪
2021-11-07
1