Kumanfaatkan waktu yang masih satu jam sebelum pulang untuk mengisi jurnal kerja di kantor House Keeping. Rintik hujan yang mulai deras membuatku khawatir dan takut jika sampai ada petir. Yaa, dari kecil aku memang sangat takut dengan kilat petir, apalagi suaranya yang menggelegar. Benar saja, angin kencang dan petir mulai terdengar. Aku segera mengambil ponsel dan menelepon Dina dan Widya untuk menjemputku. Setidaknya mereka datang lebih awal agar bisa menemaniku.
“Halo, Din ... jemput sekarang aja ya ... takut nih hujannya gede.”
“Bentar lagi Van, payungnya masih dipinjam sama Mbk Ovy, kamar sebelah," ucap Dina.
“Yaahh ... ya sudah kalau begitu, nanti kalo Mbk Ovy sudah balik, kamu sama Widya cepat kesini ya. Jangan lama-lama.”
“Iya bawel!” Dina menutup telepon.
Pukul 23.00 aku menuju pos security dengan memanfaatkan tas untuk memayungi kepalaku agar tak kehujanan. Tak terlihat Mas Sony di sana, hanya ada Mas Kris yang menyebalkan. Ke mana dia? Apa sudah pulang? Kuhela nafas keputus asaan.
“Eh Vania, sendirian nih, teman kamu mana?” sapa Mas Kris.
“Sift pagi semua,” jawabku singkat. Mataku tak berhenti mengelilingi sekitar mencari keberadaannya. Masih tak kutemukan.
“Ha ha ha ... kasihan sekali ... pulang bareng aku saja yuk! Kosnya di mana sih?” sambil memeriksa tasku. Untuk kali ini aman, karena aku sengaja menyimpan pembalutku di loker.
Diih, ogah banget. Mendingan nekat jalan kaki sendirian daripada diantar sama dia.” Nanti juga dijemput kok sama temanku, bentar lagi paling juga nyampe,” jawabku.
Ocehan Mas Kris kudengar sedari tadi, lima belas menit sudah berlalu, kedatangan Dina tak kunjung kulihat. Kuambil ponsel di tasku dan menekan namanya, baru kubilang ”Halo” sudah mati saja. Sial, baterai habis.
Mereka mau jemput enggak sih, harus sampai kapan aku menunggu di sini, sedangkan anak magang departemen lain yang kukenal hanya dua orang, mereka pun sudah pulang juga. Mas Kris yang dari tadi tak bosan memaksaku untuk ikut dengannya kini pun mulai beranjak pergi meninggalkan pos security. Hujan pun sudah mulai agak reda namun masih gerimis. Akhirnya kuberanikan diri berjalan sendiri keluar area hotel. Sepi ... sangat sepi, tidak ada satu pun orang yang terlihat, bahkan kendaraan pun jarang ada yang lewat.
Thiiinn ... thiin ... bunyi klakson motor memekik telingaku dari belakang tak begitu kupedulikan.
“Ayo cepat naik! Hujan lho ini.” Motor merah dengan gagahnya berhenti di sampingku,
Suara yang tak begitu jelas kudengar, tertutup masker dan helm, ditambah lagi suara rintik hujan. Siapa dia? Aku berjalan cepat, aku berpikir dia orang jahat. Tiba-tiba dia berhenti mematikan motornya. Dia menarik tanganku dan memakaikan jaketnya ke badanku dari belakang.
Dia ...Tatapan itu?!
“Mas Sony!” teriakku lega hampir memeluknya. Untung saja aku masih bisa mengerem niatanku.
“Kenapa nekat sih Dek, kan Mas sudah bilang, telepon Mas kalo ada apa-apa. Perempuan pulang malam sendirian itu bahaya. Apa kamu tidak bisa jaga diri sendiri? Mana teman kamu? Katanya mau jemput? untung Mas pulang selalu lewat sini. Coba kalo enggak! Udah cepetan naik.” Dia terus mengomel memarahiku, tapi aku bahagia karena bagiku itu bentuk perhatiannya terhadapku.
“Aku kira Mas sudah pulang, aku tadi lama di pos menunggu temanku tidak datang-datang. HP aku juga low-bat Mas. Tadi juga sempat mau di antar Mas Kris tapi aku tidak mau.” Jelasku di atas motor yang jalan perlahan.
“Kan bisa charge dulu di Pos, lain kali telepon Mas. Jangan pernah mau diantar sama Kris atau yang lainnya, dan jangan pernah merespon kalau dia mendekatimu. Paham Dek?”
"Iya Mas, aku mengerti. Aku akan jaga jarak sama Mas Kris."
Apa ini? Apa dia cemburu? Apa dia juga menaruh rasa padaku? hingga melarangku dekat dengan pria lain.
Tiba-tiba ada pengendara motor lain menyalip dengan laju, hampir saja menyrempet motor yang kami tunggangi, spontan aku berteriak kencang dan reflek menarik baju bagian samping Mas Sony.
Dia menarik tangan kiriku, aku merasakan tangannya yang dingin menggenggamku erat. Kali ini aku sangat dekat dengannya, bahkan tak ada jarak sama sekali karena aku sama saja memeluknya dari belakang.
Perasaan apa ini, aku tak pernah merasakan sebelumnya. Dadaku berdegup sangat kencang. Apa aku benar-benar sudah jatuh cinta dengannya? Aku tak pernah mau disentuh laki-laki, siapa pun itu, bahkan Ega pun tak pernah sedekat ini denganku. Tapi apa sekarang?
Aku malah menerima tubuhnya dalam pelukku. Kuberanikan diri untuk menyenderkan daguku ke pundak kirinya.
"Oiya, memangnya Mas tidak bawa jas hujan ya? Bajunya basah loh ini, apalagi jaketnya malah aku pakai, Mas pasti kedinginan.” Menyentuh baju di bagian perut yang basah.
“Mas lupa bawa Dek, eh sampai lupa kan. Ini ke arah mana kosnya?” melirikku tersenyum.
Itu sangat memabukkan ... paling gak kuat lihat senyumnya. Membuatku meleleh.
“Itu di depan ada gang nanti belok kiri Mas,” aku menunjuk jalan.
Tepat di depan kosku dia memberhentikan motornya.
“Makasih ya, Mas, sudah mau mengantarku," ucapku sambil melepas jaketnya.
“Jaketnya dibawa dulu aja dek ...”
“Loh Mas Sony nanti nggak kedinginan? Kan masih hujan Mas.”
"Nggak kok, lagian rumah Mas juga deket. Ya sudah cepat masuk Dek, sampai ketemu besok yaa ...”
“Hmmm ... iya Mas. Hati-hati, kalo sudah sampai jangan lupa kasih kabar ya, Mas. Terima kasih.”
“Iya Dek, Assalammualaikum ....”
“Waalaikumsalam,” aku bergegas masuk lewat pintu utama dengan wajah bahagia, namun seketika aku melihat Dina dan Widya memegang payung.
“Mau ke mana kalian? Tanyaku sambil cemberut pura-pura marah karena mereka tak menjemputku.”
“Van! Kok kamu sudah pulang? Kita baru saja mau berangkat menjemputmu. Kamu pulang sama siapa? Itu jaket siapa hayooo ..., ”goda Dina.
“Telat banget, aku juga sudah sampai rumah, kan?! Tadi aku diantar sama Mas Sony ketemu di jalan, untung saja dia selalu lewat jalan yang biasa kita lewat juga. Kalo enggak aku bisa jalan kaki sendirian, hujan -hujan. Mana jalanan sudah sepi banget lagi ... tega banget sih. Hiihhhshhh!” ucapku cemberut.
“Makanya kalo punya HP jangan di matikan. Aku sama Widya dari tadi telepon kamu tidak bisa mau ngabarin kalo payungnya belum balik-balik. Makanya aku chat kamu, biar tunggu di HK saja dulu. kan aman.” Dina menjelaskan.
Terus itu Mas Sony, ehemm ... hati-hati loh ... jangan sampai itu hati bercabang, ingat Ega.” Ketus Widya.
Aku berlalu tanpa menghiraukan perkataan Widya. Setelah mandi, aku mulai bersantai di kamar.
Dia menelpon, angkat enggak ya?
Aku benar-benar malas mendengar suaranya ,,,
Aku membiarkan ponselku berdering...
Astagaaa! Kenapa dia menelpon terus sih, sangat membosankan. Sudah tiga kali ponselku bergetar.
“Halo, Assalammualaikum.” Akhirnya kuangkat telepon dari Ega dengan nada cuek.
“Waalaikumsalam ... Sayang lagi apa? sudah makan belum? tadi bagaimana kegiatan di hotel?" pertanyaan yang selalu diucapkan, bagiku itu sangat membosankan.
“Sudah, makan tadi di hotel. Aku capek banget Ga, boleh aku tidur saja? Teleponnya lanjut besok lagi ya.”
“Ya sudah kalau begitu, istirahat saja sayang, jaga kesehatan ya, i love you,” jawabnya dengan nada putus asa.
Aku langsung mengucapkan salam tanpa menjawab perkataannya. Mungkin aku terlalu jahat memperlakukan Ega seperti itu, tapi bagaimana lagi. Sekarang yang dipikiranku hanya Mas Sony, hanya dia.
Eh kok belum ngabarin sih, Mas Sony udah sampai rumah belum yaa?
Ku buka aplikasi hijau berlogo dan ku tulis pesan untuknya. Tak lama dia menelponku, berjam-jam aku mengobrol dengannya, ada saja pembahasan yang lucu, serius, hingga romantis walaupun hanya lewat telepon, aku sangat bahagia.
Aku yang dari tadi cengar-cengir menelpon dibalik jendela kamar terlihat oleh ke tiga temanku, mereka sedang di ruang depan menonton televisi. Telepon dari Ega saja ku matikan, sekarang aku malah lebih memilih telepon dengan Mas Sony.
Hanya Widya yang tidak suka aku dekat dengan Mas Sony, dan mungkin saja saat ini dia sedang memata-mataiku, apapun akan di laporkan ke Ega, terserahlah aku tak mau ambil pusing. Bagiku teman yang sangat mengerti keadaanku hanya Dina, kalau kiki, dia orang yang cuek, tak pernah mau ikut campur urusan orang.
bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Nadi
kurang suka karakter si cwek...kecentilan...ma'af thor
2021-11-29
1
Bunda Naa
Aiss bagus lah😊💖, mau tak lanjut baca😍😍
2021-05-17
2
anonymous
👍
2021-04-16
2