Terhirup bau minyak angin dan sentuhan lembut di kepalaku, setengah sadar aku memegang tangan itu dan menggenggamnya. Sesaat otakku berpikir dengan sadar, tangan siapa ini? Lalu kubuka mata dan melihat sebelah kananku.
“Mas ...." Aku beringsut berusaha duduk dan menahan kepalaku yang sangat pusing.
“Tiduran saja Dek, tidak usah bangun. Masih pusing? Minum obat ya?” Suara itu menyadarkanku. Mas Sony, ya, dialah yang berbicara.
“Hmm ....” Aku mengangguk mengernyitkan dahi. Mataku sungguh berat untuk terbuka.
“Mas kok bisa di sini? Dina mana? Maksudku nanti Ibu Kos marah, Mas, kalau ada lelaki masuk kamar.”
“Dina sudah berangkat ke hotel. Kamu tenang saja, Dek, tadi Mas sudah izin ke Ibu Kos, dan Kiki juga ada disini tadi. Dia masih bikin teh buat kamu. Jadi kita tidak hanya berdua.”
“Mas, maaf ya aku merepotkan terus. Sekarang aku sudah sadar, Mas bisa pergi, Mas pasti juga banyak urusan.”
“Bener nggak apa-apa kalo Mas tinggal?”
“Iya Mas, kan ada Kiki juga yang menemaniku.”
“Van, kamu sudah sadar?” Kiki masuk ke kamarku karena pintu memang sengaja tidak ditutup. Ekspresi wajahnya gugup, sepertinya dia ingin mengatakan sesuatu yang penting.
“Sudah kok Ki, kamu kenapa?” tanyaku penasaran dengan gelagat Kiki.
“Van, itu di depan. Ada ... ada ... Ega.” Ia berbicara dengan gugup dan panik.
“Hahh?!” Aku melotot kaget dan bingung harus bagaimana, pacarku tiba-tiba saja datang.
Mas Sony, apa yang harus kukatakan padanya ... Aku benar-benar bingung, kepalaku sudah sangat pusing, ini ditambah lagi masalah. Apa aku pingsan lagi aja ya ... tapi nanti bagaimana kalo mereka berantem? Aku yakin Mas Sony bisa mengendalikan emosi, tapi Ega? Aku sangat kenal dia, dia orang yang sangat susah mengontrol emosi dan cemburunya.
“Van! Gimana? Malah bengong, aku bilang apa ke Ega. Dia sudah masuk di ruang tengah.”
“Ada apa?” tanya Mas Sony kebingungan melihat aku dan Kiki saling melihat.
“Mas, maaf. Aku-- ." Aku tidak bisa melanjutkan kata-kataku, terlalu berat untuk mengatakan kalau aku telah membohonginya.
“Bicara saja, Dek. Mas tidak apa-apa," ucapnya sambil sedikit tersenyum.
Belum sampai aku berbicara, tiba-tiba Ega sudah ada di depan pintu.
“Oh, jadi benar kamu di sini punya selingkuhan?! Tega banget kamu, Van! Padahal aku sangat tulus sama kamu, aku tidak menyangka kamu sejahat ini.” Wajah Ega penuh amarah dan tatapannya sangat tajam.
Dia menerobos pintu kamarku, karena mungkin dia melihat Kiki masuk dan tidak menutup pintunya.
Mas Sony berdiri dan menghampiri Ega, aku sudah kebingungan dan sangat takut kalau terjadi apa-apa sama mereka.
“Bro, Vania lagi sakit sekarang, biar dia istirahat dan jangan mengganggunya. Kasihan dia,” ucap Mas Sony santai pada Ega.
“Jangan mengaturku! Kau ini siapa?! Apa kau tahu, aku ini cowoknya Vania. Aku berkuasa atasnya.” Ega membentak keras di depan Mas Sony dengan bola matanya yang tajam melotot dan tangan mengepal seakan mau menonjoknya. Sungguh menakutkan.
Mas Sony, tersenyum dan berkata, “Apa maksudmu berkuasa?! Sekarang dia hanya bisa dikuasai oleh orang tuanya. Dan kamu juga tidak berhak seenaknya sama Vania. Kalau caramu seperti ini, Vania akan ketakutan. Aku yakin dia tidak akan bisa bertahan lama dengan lelaki sepertimu," tutur Mas Sony datar tanpa emosi, ia menyimpan kedua tangannya disaku celana berusaha santai tanpa amarah.
“Keluar kau! Pergi dari sini! Aku harus bicara dengan Vania.” Ega mengusir Mas Sony dengan nada suara yang cukup keras.
“Ega, cukup. Kamu kenapa sih selalu saja marah-marah. Bisa nggak sekali saja jangan buat keributan?” ucapku lirih, sambil memegang kepala dengan kedua tanganku. Rasanya semakin sakit mendengar teriakan Ega yang membuat kegaduhan di kos.
“Oh jadi kamu menyalahkanku dan membela dia?! Sebegitu cintanya ya kamu sama dia?” ucap Ega sambil melotot ke arahku dengan seringai penuh kebencian.
“Bukan begitu, Ga. Mas Sony sudah menolongku. Kamu tidak pantas membentaknya seperti itu,” jelasku sambil menangis dan bangun dari tempat tidur.
“Dek, kamu tiduran saja, biar Mas yang bicara sama dia."
“Ciihh ... apa-apaan ini! 'Dek, Mas'. Menjijikkan sekali kalian. Van, ikut aku! Aku mau bicara.” Ega menarik tanganku paksa, genggamannya sungguh kuat di pergelangan tanganku.
“Ga sakit, lepaskan!” tolakku sambil merintih dan berusaha melepaskan tarikannya.
“Hei, apa kamu tidak bisa lembut sama perempuan?! Benar-benar tidak punya perasaan. Mau sampai kapan kamu menguji kesabaranku? Aku sudah cukup berbicara baik padamu sejak tadi.” Mas Sony mencekal tangan Ega kencang agar melepaskan tanganku.
“Ega tolong, kamu pergi dari sini kalo kamu memang tidak bisa jaga sikap!”
“Kamu berani mengusirku Van? Aku jauh-jauh datang kesini buat kamu, ini balasannya? Apa karena lelaki ini, hah?! Oke, sekarang aku pergi, tapi aku akan kembali nanti dan mengajakmu pergi. Jangan menolak!” ucap Ega berlalu pergi dengan tatapan penuh ancaman kepadaku.
Selama ini Ega selalu memperlakukanku dengan baik, sekali pun tak pernah membentakku. Ya kali ini memang aku sudah salah, sudah menyakiti hatinya. Tali apakah tidak bisa dia berbicara dengan baik, selalu menyelesaikan masalah dengan emosi.
“Mas, maaf, maafkan aku sudah membohongimu," ucapku meneteskan air mata dan duduk di tepi tempat tidur menghadap ke arah Mas Sony.
“Minta maaf untuk apa, Dek? Kamu tidak perlu meminta maaf, kamu tidak bersalah kok. Tapi pesan Mas, mulai sekarang kamu harus lebih berhati-hati, karena Mas melihat, dia orang yang nekat dan keras. Kalau bisa nanti jangan mau diajak pergi sama dia, ya.”
“Mas Sony tidak marah padaku? Aku sudah bohong ke Mas kalo aku belum mempunyai kekasih, padahal aku ....”
“Sudah Dek, jangan dipikirkan, Mas dari awal juga sudah tahu kalo kamu punya pacar. Kalau pun kamu bohong, mungkin ada alasan tertentu. Bisa jadi kamu mau mendekati Mas, atau menjaga perasaan Mas? Hahaha ....“
“Aihhh ... apa sih Mas. Bukan begitu, aku cuma, cuma ... eh tapi Mas tahu darimana?"
“Cuma apa, Dek? Cuma enggak mau kehilangan Mas? Enggak mau jauh dariku, kan??" Mas Sony terus menggodaku, pipiku semakin me.erah dibuatnya.
"Mas tahu dari hati Dek, feeling aja."
Aku hanya tersenyum dan merasa tidak enak hati.
Lagi-lagi Mas Sony membuatku malu dan tak bisa berkata apa-apa. Tak bisa dipungkiri aku memang sengaja bohong karena aku tidak mau mengatakan kalau aku sudah punya kekasih, aku takut pada akhirnya Mas Sony akan menjauhiku.
“Dek, sebaiknya kamu minum obatnya dulu, ya, terus istirahat. Mas mau berangkat lebih awal karena harus mengurus masalah kemarin ke HRD.”
“Mas, tapi apa semua akan baik-baik saja? Aku takut nanti pihak sekolahku sampai tahu dan tidak diperbolehkan magang di sini lagi.”
“Van, sebenarnya apa yang terjadi sih? Siapa tahu aku bisa membantumu,” tanya Kiki yang berada di meja belajarku.
“Nanti aku akan cerita Ki, pasti. Cuma aku belum siap aja jika semua orang akan tahu masalah ini.”
“Ini, Dek.” Mas Sony memberikan obat dan segelas air agar aku segera meminumnya.
“Mas pergi dulu ya, Dek. Ingat pesan Mas tadi, jangan mau diajak lelaki itu keluar sekali pun dia memaksa atau mengancam, tidak usah takut. Mas akan ada di sampingmu. Telepon Mas kalo butuh bantuan."
“Iya Mas, terima kasih . Maaf aku sudah banyak merepotkan Mas Sony,”
“Sttt ... kamu selalu bilang begitu, Dek. Mulai sekarang aku tidak mau mendengar kata terima kasih dan maaf lagi, ya. Jangan terlalu sopan dan sungkan,” ucapnya melempar senyum manis padaku.
“Hmmm ... iya Mas.”
Bagaimana bisa aku bersikap tidak sopan, bagiku Mas Sony adalah orang yang sangat dewasa dan sangat berwibawa. Sepuluh tahun adalah selisih umurku yang lumayan jauh dengannya. Namun, bagiku itu sama sekali bukan masalah untuk seseorang menjalin hubungan. What! Hubungan? Aku memang terlalu percaya diri.
“Mas pamit dulu ya, Dek. Assalammu’alaikum.”
“Wa’alaikumsalam. Mas sebentar, aku antar ke depan.”
“Tidak perlu, Dek. Kamu istirahat aja,” sahut Mas Sony.
...***...
POV Author
Sony mendatangi ruang HRD dan bercerita semua kejadian malam itu ketika Pak Herman melecehkan Vania. Ternyata Bu Anita sudah mendapatkan laporan dari Pak Herman lebih dulu, dia menjelaskan bahwa Vania dan Sony telah melakukan perbuatan tidak pantas di area hotel.
“Apa maksudnya, Bu? Kejadian yang sebenarnya bukan seperti itu. Siapa yang sudah memberi keterangan kepada Bu Anita?” ucal Sony menahan emosi.
“Tadi, pukul 08.00 Pak Herman ke sini dan sudah menceritakan semuanya. Dan ini tidak bisa dibiarkan begitu saja Mas Sony. Anda tahu 'kan, peraturan di hotel ini? Jangankan bersetubuh, ketahuan berpacaran saja sudah pasti akan mendapatkan sanksi,” terang Bu Anita dengan nada tegas, padahal Bu Anita terkenal lembut kepada semua lelaki apalagi yang berparas tampan, ya bisa dibilang tebar pesona.
“Tidak bisa begitu Bu Anita, Anda tidak bisa mendengar cerita dari satu pihak saja. Terlebih mempercayai cerita palsu. Bisa-bisanya Pak Herman memfitnah kami yang tidak masuk akal. Bukankah harusnya Anda bersikap adil sebagai HRD? Maaf jika saya tidak sopan. Tapi jika Anda membela sepihak tanpa mau mendengar korban dan saksinya, saya rasa itu tidak pantas dan sudah kelewatan.”
“Loh, bukannya saya tidak adil. Tapi memang banyak saksi yang melihat kalau kalian keluar dari tangga darurat lanut berduaan di Pos Security dua. Apa itu belum membuat saya percaya? Bukan hanya satu atau dua orang saja yang melihat, tapi banyak. Apa perlu saya sebutkan satu persatu?” terang Bu Anita yang terkesan menyudutkan.
“Oh tidak perlu Bu, saya cukup tahu bagaimana Anda menghadapi kasus seperti ini. Ternyata sama sekali tidak ada kebijakan dan keadilan dalam menghadapi kasus karyawan. Saya akan buktikan kalau saya dan Vania tidak bersalah. Permisi, Terima kasih.” Ucap Sony berlalu pergi meninggalkan ruangan itu.
Visual Ega,🤭
.
.
bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
im_ha
10 like untukmu ya Thor. mampir juga di karyaku DOAKU BERBEDA DENGAN DOAMU 💪
2021-05-07
1
Vie
mangatsss tor...
salam ditinggal nikah
2021-04-22
1