Kicau burung bernyanyi bersamaan dengan terbitnya sang fajar. Kubuka selimut tebalku yang semalaman menyelimutiku dalam kedinginan. Denting jam menunjukkan pukul 05.15, aku menggeser tubuhku ke sisi tempat tidur, mendudukkan tubuhku yang masih setengah sadar.
Kugapai gelas yang berisi air putih di atas meja samping tempat tidur dan meminumnya. Aku bergegas mandi, sholat subuh kemudian bersiap untuk berangkat pagi ke Hotel. Beruntungnya satu minggu penuh aku mendapatkan sift pagi, jadi aku lebih tenang. Setidaknya, malam hari aku tidak bekerja. Apalagi jika mendapat sift dengan Pak Herman lagi. Membayangkan saja aku sudah bergidik ngeri. Trauma itu masih tetap ada menghantui pikiranku.
Setibanya Di hotel, seperti biasa aku menjalankan kegiatanku. Mulai dari persiapan barang-barang kamar dan alat pembersih yang akan dibawa ke atas. Di waktu dan jam yang sama Mas Sony menemui kembali Bu Anita untuk membahas masalah yang belum selesai. Dengan membawa beberapa lembar surat yang akan di jadikan senjata untuk membuat Pak Herman menerima sanksinya.
“Selamat pagi.” Ucap Mas Sony setelah memasuki ruangan HRD.
“Pagi.” Sahut Bu Anita singkat.
“Mohon dibaca Bu, barangkali Bu Anita lupa peraturan di Hotel ini.” Menyerahkan beberapa berkas.
Bu Anita membuka dan membacanya. Lembar demi lembar dia baca namun terlihat tidak fokus, seperti memikirkan sesuatu. Entah apa yang di pikirkannya yang jelas dia begitu bingung.
“Bagaimana Bu Anita? Sudah selesai membacanya? Sudah ingat peraturan di hotel ini kan?” Tanya Mas Sony. Meskipun hanya sebagai security, aku sangat salut akan keberaniannya dan ketegasannya. Benar-benar lelaki idaman.
“Ya, saya sudah baca.”
“Lalu?” Singkat Mas Sony.
“Apa Anda masih tetap akan mencari pembelaan untuk menyelamatkan Pak Herman?” lanjutnya.
“Nanti saya akan bicarakan sama Pak Herman. Kalau sudah tidak ada yang disampaikan silakan kembali bekerja.” Ketus Bu Anita.
“Hari ini Pak Herman juga sift pagi. Kenapa tidak dipanggil sekalian di sini? Agar masalah cepat selesai. Apa perlu saya membawanya kemari?”
“Tidak perlu. Saya tidak ingin ada keributan di sini. Nanti saya akan bicara langsung dengan Pak Herman.”
“Ingat ya Bu, harus ada kebijakan. Jangan seenaknya mengganti peraturan demi membela lelaki tercinta Anda.” Gertak Mas Sony seperti mengancam Bu Anita.
Ya, antara Bu Anita dan Pak Herman ternyata memang mempunyai hubungan spesial yang tidak wajar. Pak Herman menjadikan Bu Anita sebagai simpanannya, padahal Pak Herman mempunyai istri dan anaknya yang berusia belasan tahun. Mas Sony terlalu cepat tahu untuk menyelidiki suatu masalah. Entahlah kenapa dia begitu mengetahui semuanya.
“Baik, kalau begitu saya permisi. Saya tunggu keputusannya sebelum jam kerja kantor selesai. Terima kasih.”
Tanpa ada jawaban dari Bu Anita, Mas Sony segera melangkahkan kakinya keluar ruang HRD tersebut.
“Sial, bagaimana dia bisa tahu hubunganku dengan Herman? Dari mana dia mengetahuinya? Dan berani sekali dia mengancamku.” Umpat Bu Anita setelah Mas Sony pergi dari ruangannya.
Segera Bu Anita mengeluarkan ponselnya dan menelepon Pak Herman untuk datang ke ruangannya.
“Abang, kamu kesini sekarang. Barusan Sony mengancamku.” Ucap Bu Anita.
[“Apa?! Dia berani mengancammu?”]
“Sudahlah Bang, nanti aku jelasin. Cepetan kesini.” Mematikan telepon dan meletakkannya di meja dengan kasar.
[“Oke, tunggu sebentar.”]
Setelah beberapa menit, Pak Herman tiba di ruang HRD. Dan membicarakan rencananya dengan Bu Anita, apa yang harus dilakukannya setelah ini.
“Selamat pagi.” Sapa Pak Herman hanya untuk formalitas ketika di lihat beberapa staff yang bekerja di kantor bagian luar ruangan HRD.
“Pagi, silakan masuk.” Sahut Bu Anita.
“Ada apa sayang?” ucap Pak Herman ketika menduduki kursi yang berada di depannya.
“Jangan panggil sayang ketika di kantor. Terlalu bahaya jika ada yang mendengar. Dan pelankan suaramu.” Pintanya.
“Baiklah, cepat katakan apa yang terjadi?” sahut Pak Herman.
“Tadi Sony kesini dan memberiku ini. Kau tahu ini apa? Gara-gara ulah konyolmu itu kamu bisa di keluarkan dari sini. Kenapa kamu begitu bodoh?!”
”Sayang,,, kan kemarin aku sudah jelaskan kalau aku tidak menyentuh Vania sama sekali. Aku dan Vania lewat tangga darurat karena lift sedang eror. Begitu aku menuruni tangga, Sony menuduhku melecehkan Vania. Padahal tidak sama sekali. Percayalah sayang.”
“Sudahlah Bang, jangan terus-terus membahas itu. Sekarang pikirkan jalan keluarnya. Apa kamu mau di PHK ( Pemutusan Hak Kerja). Aku sudah tidak bisa melindungimu lagi. Ditambah, Sony sudah tau hubungan kita. Kalau ada yang tahu bisa-bisa aku diturunkan dari jabatanku sekarang. Bagaimana ini?!” ujar Bu Anita kebingungan.
“Kamu serius? Dari mana dia tahu kita punya hubungan?”. Kaget Pak Herman.
“Aku sekarang benar-benar bingung Bang, sepertinya jalan satu-satunya kamu harus aku keluarkan. Tidak ada jalan lain.”
“Tidak! Tidak bisa segampang itu kamu mengeluarkan aku yang. Apa kamu tega aku kehilangan pekerjaanku? Aku sudah 10 tahun di sini. Punya kuasa apa Sony bisa memerintahmu seenaknya.”
“Coba kamu berpikir, kasih aku solusi, jangan terus memojokkanku. Dan satu lagi, Sony juga bilang kalau sampai aku tidak tegas menjalankan peraturan hotel ini, dia akan pastikan kasus ini akan sampai ke General Manajer.”
“Kalaupun aku harus keluar setidaknya harus ada bukti. Memangnya Sony punya bukti apa bisa mengaturku?! Cuma security aja belagu.” tukas Pak Herman dengan senyum miring liciknya.
“Dia sudah ada rekaman CCTV ketika kamu berada dilantai empat bersama Vania. Atau sebaiknya kamu relakan saja dulu pekerjaanmu ini. Nanti kamu bisa ke Hotel lain untuk melamar kerja. Potensi kamu kan juga bagus Bang, jadi pasti diterima.” bujuk Bu Anita.
“Tidak bisa Anita, kalau sampai kamu mengeluarkanku. Kamu juga harus keluar dari Hotel ini. Kamu jangan lupa, aku masih menyimpan foto kita dua minggu lalu. Kau mau lihat? Hahaha.” Tawa jahat Pak Herman mulai mengancam Bu Anita dengan senjata foto fulgarnya.
“Kamu sudah gila Bang! Jangan coba-coba mengancamku. Bisa nggak kamu berpikir logis?!”
“Simpel aja sebenarnya, kamu tinggal kasih Sony surat PHK. Selesai semua urusan.” Ucap Pak Herman tanpa berpikir panjang.
“Astaga. Usulan macam apa ini?! Kamu benar-benar sudah gila.” Bu Anita menggeleng kepalanya setelah mendengar usulan Pak Herman.
“Loh, bisa aja kan. Kamu bisa menggunakan alasan seperti yang aku bilang waktu itu, Sony dan Vania melakukan hubungan intim di tangga. Kan beres.”
“Apa bisa begitu?” apa tidak akan menimbulkan masalah baru? Bahkan ketika Sony berbicara denganku saja, rasanya seperti aku mati kutu. Perkataannya selalu benar dan menurutku dia juga sangat pintar.” Memicingkan mata, mencerna usulan Pak Herman.
“Sudah sayang, kamu tidak usah memikirkan hal itu. Tidak usah takut. Kamu suruh saja staff lain untuk mengantar surat PHK ke manajer security. Nanti juga pasti disampaikan ke Sony.”
“Baiklah, aku akan menuruti kemauanmu.” Tapi kalau nanti ada apa-apa Kamu harus membantuku.” Ujar Bu Anita.
“Oke sayang, ya sudah aku turun dulu ya. Sudah terlalu lama aku disini. Nangi malam jangan lupa ya, he he ...” meninggalkan meja dan beranjak keluar meninggalkan Bu Anita.
Tanpa pikir panjang, Bu Anita langsung menulis surat Pemecatan untuk Mas Sony. Dan langsung menyerahkannya ke Manajer Security setelah jam makan siang selesai.
“Son, ada surat dari HRD.” Ucap Pak Anton memberikan surat ke Mas Sony.
“Terima kasih Pak.” Membuka dan membacanya di Pos Security.
“Apa-apaan ini. Berani-beraninya mengambil tindakan yang tidak masuk akal.” Senyum kebencian Mas Sony terlihat menahan amarah begitu membaca surat pemecatan dari Bu Anita.
“Kenapa Son?” tanya Pak Anton, manager security.
“Tidak apa-apa Pak. Kalau boleh saya permisi keluar sebentar boleh Pak?” ijin Mas Sony.
“Tapi ini sudah jam kerja Son, memang kamu mau ke mana?”
“Ada urusan penting Pak, maaf saya tidak bisa ceritakan karena terlalu privasi. Tapi hanya sebentar kok Pak, saya akan kembali lagi setengah jam lagi.”
“Baiklah, silakan kalau begitu. Cepat balik ke Hotel lagi ya.” Pak Anton dengan baiknya mengijinkan Mas Sony keluar Hotel yang tidak ada satu orang pun mengetahuinya.
Sampai diparkiran, Mas Sony mengeluarkan ponselnya dan menelepon seseorang.
“Halo, Om, lagi dimana? aku mau ketemu sama Om, penting."
["Om baru mau ke Hotel Son, ada apa?"]
["Nanti aku jelasin Om, jangan berangkat dulu, aku kesitu ya."]
Mematikan panggilannya dan memasukkan ponselnya ke saku. Dengan kcepatan 60 km/jam dia mengendarai motornya, tak lama dia
memasuki sebuah gerbang berwarna hitam lalu memarkirkan motornya tepat di depan rumah mewah yang cukup besar. Tanpa satu orang pun yang tahu, dia menemui Irawan. Irawan adalah Owner di hotel itu yang ternyata adik dari ayahnya.
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Uyun N
Ohhhh
mungkin aja sony anak nya yg pya hotel, atau keponakan yg pya hotel
tapi dia lagi nyamar, buat nyari tau kejujuran pegawai
2021-11-17
1
Rhu
sony ank org kaya ya
2021-09-16
1