PERHATIAN!
Sebelum membaca episode cerita novel ini, Silahkan dukung author dengan mengklik Suka ❤️, Bintang⭐, Beri Komentar pada cerita novel ini.
Jangan lupa *Mengikuti* akun author juga ya☺️ ditunggu ya dukungannya dari kalian. Karena dukungan kalianlah untuk menyemangati author menulis episode selanjutnya.
Dila segera menghentikan niat Dissa yang akan beranjak dari tempatnya. Dia menyentuh pundak Dissa. “Kamu mau ke mana, Sayang? Dengarkan Mama! Oke, Mama tidak tahu mana yang benar dan salah. Mama hanya bisa menduga-duga. Pesan Mama, kamu jangan berprasangka buruk dulu kepada Daniel! Terus hubungi Daniel, lalu tanyakan soal foto-foto itu dan kita dengar apa pendapat dia.” jelas Dila panjang lebar.
“Mau sampai kapan aku harus menghubungi dia, Ma? Sudah beberapa hari, aku terus mencoba menelepon dia. Hasilnya tetap sama. Bahkan, dia tidak pernah sekali pun balik menelepon aku sejak dia berada di sana. Apa dia tidak merindukanku? Apa dia tidak mencemaskan keadaanku? Apa dia tidak memikirkan perasaanku? Lama-lama, aku merasa seperti pungguk merindukan bulan. Aku merindukan Daniel, tetapi tidak terbalaskan.” ujar Dila menatap kedua bola mata mamanya yang berada duduk di hadapannya.
“Sekarang Mama mau tanya sama kamu. Sudah berapa lama kalian berhubungan? Satu tahun? Dua tahun atau lebih?” tanya Dila serius.
“Hampir tiga tahun, Ma.” jawab Dissa menatap wajah mamanya.
“Hampir tiga tahun bukan waktu yang singkat, Dissa. Mama yakin sudah banyak suka dan duka yang kalian lewati bersama. Benar, ‘kan? Masa karena foto-foto itu kamu ingin mengakhiri hubunganmu dengan Daniel? Semudah itu, Sayang? Bahkan, kamu juga belum mendapat penjelasan apa pun langsung dari mulut Daniel.” jelas Dila panjang lebar di hadapan Dissa.
Dissa tersadar akan kesalahannya yang sudah berprasangka buruk kepada Daniel. Kata-kata Dila seolah menamparnya dan kembali mengingatnya akan janji yang dibuatnya bersama Daniel bahwa mereka siap menghadapi cobaan apa pun dan bertahan untuk sehidup semati.
Dissa menghapus sisa-sisa air mata yang membekas di pelupuk matanya. “Aku akan pergi ke rumah sakit untuk mencari kejelasan tentang Daniel. Terima kasih atas saran-sarannya, Ma.” ujar Dissa mulai merasa tenang dan nantinya dia ingin meminta penjelasan mengenai foto yang diterimanya.
Dila tersenyum lebar. “Mama lega mendengarnya, Sayang. Mama akan selalu mendoakan yang terbaik untuk masa depanmu dan kebahagiaanmu.” ucap Dila tulus.
Dissa mencium punggung tangan mamanya. “Aku pergi dulu, ya, Ma.” pamit Dissa berdiri dari tempat duduknya.
“Hati-hati, Sayang.” ucap Dila.
“Ya, Ma.” Dissa mengambil ponsel dan kunci mobil, lalu melangkah ke luar kamar.
Kini Dissa telah melajukan mobilnya menuju tempat kerja Daniel. Di sepanjang perjalanan, Dissa selalu mengingat saran dari mamanya agar tidak mudah percaya terlebih dahulu. Carilah bukti sesuai sumber data terpercaya. Jika memang benar, foto itu menunjukkan bahwa Daniel berselingkuh dengan Sarah. Maka, jangan harap Dissa mau memaafkannya dan mau melanjutkan pernikahan mereka yang tinggal menghitung beberapa bulan lagi yang akan diselenggarakan.
Kini, mobil yang dikendarai oleh Dissa, telah sampai di area depan rumah sakit. Dissa membuka pintu mobil dan berjalan menuju pintu utama rumah sakit. Sebelum dia datang Kesini, dia telah membuat janji dengan satu orang yang sangat dipercayainya.
Dissa mempercepat langkah kakinya menuju satu ruangan paling atas yang menjadi tujuan utamanya untuk menanyakan keberadaan Daniel dan segala aktivitas yang dilakukannya kepada? Owner rumah sakit yang menjadi tempat Daniel bekerja.
***
“Dokter Bud, bagaimana ini? Persediaan makanan, air minum, dan obat-obatan kian menipis, sedangkan para korban sangat membutuhkan semua itu. Kita tidak bisa mencari bantuan dari luar karena daerah perbatasan sedang ditutup terkait perang susulan yang terjadi beberapa hari terakhir ini,” ungkap salah satu rekan Budi.
Budi menghela napas panjang. “Saya juga tidak tahu harus melakukan apa, Dokter Yan. Di saat seperti ini, Dokter Daniel yang bisa diandalkan. Namun, dia masih belum sadarkan diri hingga sekarang.” balas Budi.
Tampak cemas di wajah Yani. “Peluru yang bersarang di tubuh Dokter Daniel bukanlah peluru biasa, melainkan peluru jenis beracun. Saya khawatir dengan kondisi Dokter Daniel jika masih tidak sadarkan diri beberapa hari ke depan. Peralatan medis di sini sangat terbatas. Dia harus segera dibawa ke rumah sakit pusat untuk mendapat perawatan intensif dengan alat medis yang lebih memadai.” jelas Yani panjang lebar di hadapan Budi.
“Bagaimana kita membawa dia ke sana? Keadaan di sini masih belum aman. Ditambah lagi, masih banyak korban jiwa yang terluka. Kita doakan saja semoga Dokter Daniel segera sadar.” ucap Yani menatap di sekelilingnya yang masih berzona merah.
“Oh, ya. Apa Dokter Bud sudah menghubungi Dokter Agus tentang keadaan Dokter Daniel sekarang?” tanya Yani.
Budi menggeleng. “Aku belum sempat mengabarinya karena sibuk memeriksa dan merawat pasien-pasien di sini.” tutur Budi.
“Coba Dokter Bud menghubungi Dokter Agus. Mungkin saja Dokter Agus bisa memberi saran dan mencari bantuan untuk kita.” ujar Yani.
“Ya, kamu benar, Dok. Astaga, kenapa aku tidak terpikirkan ke sana, ya? Baiklah, aku akan menelepon Dokter Agus.” Budi mulai mengambil ponsel dari saku celananya dan mulai mengecek nomor yang menjadi tujuannya dan menelponnya.
***
“Apa tujuan Anda datang menemui saya, Bu?” tanya Agus menatap Dissa yang duduk di hadapannya.
“Saya ingin mengetahui keadaan Daniel, Dok,” jawab Dissa.
“Apakah Anda sudah menghubungi Dokter Daniel?” tanya Agus
Dissa mengangguk. “Sudah, Dok. Namun, nomornya selalu tidak aktif. Saya jadi khawatir. Oleh karena itu, saya datang kemari. Mungkin saja Dokter Agus tahu tentang keadaan Daniel selama di sana.” ucap Dissa.
“Maaf, Bu. Sampai saat ini, saya belum mendapat kabar tentang Daniel. Yang saya tahu, masih terjadi perang susulan di sana dan banyak korban yang terluka.” jelas Agus menatap wajah Dissa.
Degup jantung Dissa memompa cepat. Rasa cemas mulai menguasai hati dan pikirannya. "Daniel, apa kamu baik-baik saja di sana? Kenapa kamu tidak meneleponku lagi? Banyak hal yang ingin aku tanyakan padamu, termasuk soal foto-foto itu," Monolog Dissa pada dirinya. Berbagai Pertanyaan mulai menguasai pikirannya.
Ketika Dissa sibuk menerka dalam hati, Agus mendapat telepon dari Budi.
“Halo, Dokter Budi! Kebetulan sekali, Anda menelepon saya. Ada kekasih Dokter Daniel di sini. Dia sangat mengkhawatirkan keadaan Dokter Daniel. Apa Dokter Bud bisa menyambungkan panggilan ini kepada Dokter Daniel?” tanya Agus panjang lebar dari panggilan masuk yang diterimanya.
Terdengar helaan napas berat. “Sebenarnya, ada dua hal yang ingin saya sampaikan kepada Dokter Agus. Yang pertama, persediaan makanan, air minum, dan obat-obatan tinggal sedikit. Kami tidak bisa mencari bantuan dari luar karena daerah perbatasan sedang ditutup. Yang ke dua ....” ucap Budi terputus.
...*******Jangan Lupa dukung cerita ini ya, dengan cara mengklik vote, rate, like dan beri komentar ya pada cerita ini*****...
...*****Untuk mengetahui episode selanjutnya silahkan follow aku juga ya supaya aku lebih semangat up ceritanya*******...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
blackonix_29
Menegangkan banget ya, aku jdi membayangkan pas aku jdi dokter relawan utk luar negeri dengan keadaan yg seperti itu ditambah lagi persediaan makanan, minuman, dan juga obat2an sudah mulai berkurang, ditambah lagi peralatan medis kurang memadai, waduh kalo perang dunia gimana ya? Ini kn perang antara negara atau wilayah ya mungkin, tapi situasinya aja udh begitu, gimana kalau perang dunia? Kasihanilah para dokter
2021-02-20
0