"Dekil, sialan, lo!"
Plak
Buku yang tadi dilempar oleh Edric kini mengenai pipinya akibat pukulan dari Luna.
Plak! Plak! Plak!
"Rasain tuh! Rasain! Semester kemarin udah seenaknya ngasi nilai D. Sekarang malah ngatain resumeku mirip anak TK. Anda dosen pernah jadi mahasiswa nggak sih? Mikir dong! Mikir!"
"Lun-Luna?"
Sebuah tangan melambai di depan wajahnya.
"Kamu sedang apa? Ayo perbaiki resumenya!"
Luna menggelengkan kepalanya, dia tersadar akan lamunannya. "Baik, Pak! Akan saya perbaiki." Luna menjawab sembari tersenyum meski dalam hatinya ia ingin mengumpat dan menghajar dosen killer itu seperti dalam lamunannya.
'Sabar Luna, sabar! Sabar, Luna! Sabar! Sabar! Sabar!' Hanya kata itu yang bisa Luna ucap berulang-ulang dalam hati.
***
"Gimana, enak dihukum di luar kelas? Hehe." Rina meledek Luna yang sedang terus manyun sambil duduk di bangku taman kampus.
"Jahat, kamu Rin! Kasi tau kek kalau mau ada jadwal si dosen killer."
"Lah, biasanya juga kamu yang lebih gercep bikin resume, ya ... kupikir kamu teh udah tau."
"Uuuft! Kok aku cemas ya, aku takut nilai aku semester ini jeblok lagi." Kali ini Luna menopang dagu.
"Berdo'a aja, Lun. Masa sih pak Edric tega ngasi nilai jelek lagi ke kita." Rina menepuk-nepuk punggung Luna.
Luna pun terdiam sambil terus menunduk.
Kriiing Kriiing
"Henpon kamu bunyi, Lun?" Rina mengingatkan Luna.
"Emmm." Luna pun mengambil ponsel yang masih berdering itu dari dalam tasnya lalu mengangkat panggilan.
"Halo, Bu?"
"Halo, Nduk. Nanti pulang kuliah langsung ke rumah sakit ya, nyonya Dita dan suaminya katanya akan datang."
"Apa? Nyonya Dita dan suaminya?"
"Iya, Nduk. Ibu minta maaf, ya. Kalau kamu tidak suka dengan tawaran nyonya Dita, kamu boleh nolak, Nduk."
"Iya, bu! Ibu tenang saja. Jam berapa katanya mereka bakal datang?"
"Mereka bilang sepulang kamu kuliah. Memang kamu kuliah hari ini pulang jam berapa? Sore banget, tah?"
"Nggak sore banget sih, cuma jam tiga juga udah selesai."
"Ya, sudah, nanti saya sampaikan ke beliau kalau kamu pulang kuliah jam tiga. Ibu tutup dulu, ya?"
"Iya, bu."
Luna menyimpan kembali ponsel ke dalam tas setelah ia memutus sambungan telponnya.
"Tinggal satu matkul lagi, kan hari ini? Nanti habis dhuhur?" tanya Luna pada Rina.
"Iya, Lun. Lun, bapakmu teh sakit apa memangnya? Parah ya?" Rina nampak iba pada temannya.
"Iya, Rin. Biasa, darah tinggi, trus nyerang ke jantung, dan sekarang malah timbul gejala stroke," jawab Luna dengan ekspresi datar.
"Yang sabar ya, Lun. Aku teh khawatir, semenjak dengar bapak kamu masuk rumah sakit, kamu jadi sering banyak molongo alias melamun." Rina mengusap pundak Luna.
Luna tersenyum melihat sahabatnya yang mengkhawatirkannya. "Nanti aku bakal langsung pulang, ya. Harus ke tempat bapak, sorry gak bisa nemenin main."
"Gak papa, Lun."
***
"Luna! Mau langsung ke rumah sakit?" Rina memanggil Luna yang terburu-buru keluar kelas.
"Iya, maaf ya, Rin. Gak bisa ngerujak bareng di kosan kamu, bilangin ke anak-anak, ya!"
"Gak papa atuh, anak-anak juga udah pada tau, kok. Justru kita yang minta maaf, belum bisa jenguk bapak kamu ke rumah sakit." Rina merasa tak enak hati.
"Makasih, ya! Maaf buru-buru!" Luna pun agak berlari. Ponselnya sudah berdering sejak jam kuliah berlangsung, namun siapa sangka jika dosen yang barusan malah melebihkan jam kuliah, sehingga Luna baru keluar pukul empat sore.
Setelah sampai di rumah sakit, Luna segera menuju ke ruang rawat bapaknya. Karena bapaknya sudah sadar, sehingga dipindah dan tidak berada di ICU lagi.
Luna melihat dua orang ber-jas hitam dan menggunakan kacamata berdiri di depan pintu ruangan seperti sedang melakukan penjagaan. Luna ingat jika mereka adalah pengawal nyonya Dita yang pasti kini sedang bersama suaminya di dalam ruang rawat.
"Huuuuft!" Luna mengembuskan napas. Dia begitu grogi untuk menemui nyonya Dita yang kedua kalinya. Pasalnya nyonya Dita juga membawa suaminya, yang mungkin juga akan menjadi 'suami' Luna.
Gadis itu pun melewati sang pengawal dan masuk ke dalam kamar rawat.
Dia melihat bapaknya terbaring lemah namun matanya sudah membuka, bahkan mampu tersenyum ke arahnya.
"Luna, sudah datang kamu, nduk?" Ibu Luna langsung menyapa anaknya. "Nyonya Dita dan Tuan Edric sudah datang."
"P-pak Edric?"
***
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments
Indriyani Iin
seprtinya critanya menarik nih...
2021-09-02
0
Nurlela Nurlela
coretan anak SMP atau anak TK???
2021-07-21
0
Happy♡~
Bagusss...I like it very much 💝
2021-03-22
4