Kenyataan

Plakkkk

Satu tamparan melayang dengan mulus di pipi Anafi yang kala itu terlihat duduk santai di ruang tengah rumah Aldo. Siapa lagi yang melakukan hal itu jika bukan Nindy.

Gadis itu tahu, bahwa Anafi tidak akan pergi ke kemana-mana selain rumah Aldo yang menjadi bascamp dirinya. Nindy sengaja mengunjungi rumah Aldo sepulang sekolah bersama Karin, Nadila, dan juga Arani.

Anafi meringis, meraba pipi bekas tamparan Nindy. Pria itu menoleh ke arah Nindy dengan raut wajah tak ramah.

Anafi melangkah, mendekat, mendekat, dan lebih mendekat pada Nindy. Hingga saat ini posisi dirinya berada tepat di hadapan Nindy. Melirik gadis yang lebih pendek dari dirinya itu ke bawah. "Apa maksud lo tiba-tiba datang nampar gue gini ha?" Seringai Anafi.

"Ck" Nindy memalingkan pandangan dengan raut wajah menyeringai. Gadis itu mendorong dada Anafi. "Dasar brengsek! nggak punya hati!" Maki Nindy dengan mata melotot.

Sementara Nadila, Karin dan juga Arani mencoba menghentikan sahabatnya itu. "Nin udah Nin, kita bisa ngomong baik-baik!" Kesal Nadila menarik tangan Nindy, berbicara dengan nada suara sedikit meninggi.

Anafi mengerutkan keningnya bingung dengan apa yang dimaksud oleh para wanita yang ada di depannya saat ini.

"Nggak Nad, enggak!" Teriak Nindy. "Laki-laki kayak dia nggak perlu diomongin baik-baik!" Nindy meronta-ronta mendorong tubuh Anafi kesal sejadi jadinya. Hingga Anafi mencengkram kedua pergelangan tangan gadis itu, menghentikan amukan Nindy.

"Lo kenapa sih Nin?" Gertak Anafi, suara pria itu terdengar meninggi.

Nadila mendekat, gadis itu merogoh saku seragamnya, mengelurkan benda pipih yang selalu digunakan untuk bertukar kabar dengan sesama. Nadila mengotak atik ponselnya sesaat, hingga sedetik kemudian. "Ini maksudnya apa Fi?" Nadila menyodorkan ponsel yang terdapat foto Anafi yang dikirim oleh Kenny dua hari yang lalu.

Kening Anafi tertaut seperti orang heran. "Darimana lo dapat itu Nad?" Tanya Anafi.

"Ck! Brengsek" Sahut Nindy.

"Lo nggak perlu tau darimana kita dapetin foto itu. Tapi lo sadar nggak sama kelakuan lo? Lo tega tau nggak Fi, lo tega! Lo nggak punya hati!" Maki Nindy kembali mendorong tubuh Anafi.

Anafi mengusap rambutnya kasar, menarik nafas pelan. "Nin, jujur ya, gue udah capek dengan semua ini, gue udah capek berpura-pura!"

"Gue capek ngikutin kemauan lo! Gue nggak tega sama Nanad! Gue nggak kuat setiap kali liat Nanad tersenyum bahagia sama gue! Setiap kali gue liat dia tersenyum bahagia bersama gue, rasanya hati gue tersiksa. Gue telah menyakiti orang yang sama sekali nggak bersalah.!"

Deg

Nadila menatap Anafi dan Nindy bergantian, gadis itu mendekat pada sahabatnya itu.

"Maksud kalian apaan?" Tanya Nadila sedikit membentak.

"Nad, maafin gue. Gue udah nggak bisa lagi untuk berpura pura didepan lo." Anafi meraih tangan Nadila. Namun gadis itu justru menepisnya "Nggak usah pegang-pegang gue!"

"Apa yang lo maksud berpura-pura?" Nadila menatap tajam Nindy dan Anafi bergantian. Tangnnya tampak terkepal kuat.

"Sebenarnya gue nggak pernah suka sama lo Nad. Selama ini gue cuma menganggap lo sebagai sahabat, nggak lebih. Gue ngelakuin semua ini hanya karena permintaan Nindy"

Nadila tersenyum menyeringai. "Termasuk jadian sama gue?" Anafi mengangguk.

Nadila tertawa, namun tawa itu bukanlah tawa lucu, melainkan sebuah tawa kekesalan.

"Jadi semuanya palsu? Semua yang udah lo lakuin sama gue selama ini palsu? Jadi kata-kata manis yang terucap dari mulut lo selama ini hanya bohong?"

Nadila mondar mandir tidak jelas sambil memegang keningnya, tertawa menyeringai, dengan hati yang terasa sakit bagai ditusuk belati.

"Ternyata gue bodoh ya! Gue bodoh karena selama ini gue cuma dipermainkan? Bahkan sedikitpun gue nggak pernah menyadari kalo selama ini gue udah ditupu.?" Nadila tak henti tersenyum menyeringai.

"Kalian lagi ngapain sih? lagi percobaan mau bikin drama? Terus kalian jadiin gue sebagai kelinci percobaan? gitu?"

"Gue nggak nyangka ya, ternyata orang-orang yang selama ini gue anggap sahabat baik, justru adalah orang-orang yang sudah melakukan hal setega ini sama gue! Bodoh!"

"Nad, bukan gitu maksud gue, gue ngelakuin ini semua karena gue sayang sama lo. Gue bisa jelasin semuanya" Nindy meraih tangan Nadila untuk ia genggam, namun gadis itu justru menepis tangan Nindy.

"Jangan sentuh gue Nin! Gue nggak butuh lagi penjelas! Semua udah jelas!"

Nadila beranjak pergi, berjalan cepat keluar dari rumah Aldo. Ia hilang akal, hatinya remuk. Bahkan kebahagiaan yang selama ini ia rasakan hanyalah sebuah kebohongan.

Nadila melambaikan tangan untuk menghentikan Taxi yang tampak berlalu lalang.

Di sepanjang jalan, Nadila hanya menatap kosong keluar jendela Taxi yang saat ini ia tumpangi. Fikirnya melayang kemana-mana. Bagaimana mungkin sahabatnya itu tega melakukan hal itu pada dirinya, namun itulah faktanya. Fakta yang sungguh sangat sulit untuk Nadila terima.

***

Tak lama setelah kepergian Nadila, Nindy tersimpuh di lantai rumah Aldo, menutup wajahnya dengan kedua telapak tangnnya. Gadis itu menangis. Karin dan Arani mendekati Nindy. Jujur saja mereka penasaran dengan apa yang terjadi sebenarnya, tapi Arani dan Karin juga tau bahwa ini bukanlah saat yang tepat untuk bertanya.

Mereka merangkul pundak Nindy, mengajak sahabatnya itu duduk di atas sofa. Sementara Anafi yang masih berdiri di sekitar sana mengacak rambutnya frustasi.

Arani memberikan segelas air mineral yang baru saja ia ambil dari dapur rumah Aldo. Gadis itu memberikan pada Nindy.

Beberapa menit kemudian, Aldo dan Bagas baru saja datang minimarket. Kedua pria itu membawa kantung kresek yang berisikan cemilan di dalam sana. Kebetulan, stok makaman di rumah Aldo sudah habis lagi.

Aldo dan Bagas menoleh satu sama lain saat mendapati mata Nindy yang terlihat bengkak seperti orang habis menangis.

"Lo kenapa Nin?" Penuturan itu keluar dari bibir Aldo. Gadis itu ikut mendudukkan tubuhnya di sofa bersama teman-temannya.

Setelah mereka rasa Nindy sudah mulai tenang, Arani membuka suara. "Sekarang lo cerita sama kita Nin, apa yang sebenarnya terjadi?"

Nindy menegakkan kepalanya, menatap mata Karin dan juga Arani satu persatu. Gadis itu memegang kedua tangan sahabat sedari sekolah menengah pertamanya itu. "Ran, Kar, kalian percaya kan, gue nggak akan pernah berbuat jahat pada Nanad? gue nggak bermaksud untuk bikin Nanad kayak gini. Gue fikir Anafi akan bisa membuka hati untuk Nanad, dan gue nggak pernah membayangin hal seperti ini akan terjadi."

"Iya gue ngerti, dan gue paham lo nggak akan berbuat jahat sama Nanad, sekarang lo tarik nafas dulu, baru cerita sama kita pelan-pelan"

Arani, Karin, Bagas dan Aldo tampak fokus untuk menjelaskan penjelasan Nindy. Namun, Anafi justu hanya terdiam dengan pandangan masih setia ia hadapkan ke bawah, duduk di sebuah kursi plastik yang tidak berada jauh dari teman-temannya.

.

.

.

.

.

Jangan lupa like, komen, love, dan vote ya. Terimakasih :)

Terpopuler

Comments

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

Gila aja si Nindy,, kalo sayang sama temen bukan begitu caranya,kalo gitu malah menyakitkan temen loe sendiri Dy!!!Ckck🤦🏻‍♀️🤦🏻‍♀️

2023-03-01

0

sherly

sherly

gila.si nindy..ngk.gt juga kali caranya kan kasian si nanand

2020-12-25

1

flora sweet

flora sweet

sudah kuduga...

2020-11-20

4

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 78 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!