Dingin Banget

Nadila duduk di sofa yang ada di depan Bagas. Sementara Bagas masih saja menatap gadis itu dengan tatapan yang tidak dapat diartikan. Hal itu benar-benar membuat Nadila sangat merasa risih.

"Apaan lo liat-liat?" Gertak Nadila menatao tajam ke arah Bagas seraya melipat kedua tangan di dadanya. Gadis Itu juga memalingkan pandangannya dari Bagas dengan begitu angkuh.

Namun, hal itu bukannya membuat Bagas benci, tapi justru membuat Bagas semakin gemas pada gadis galak tersebut.

"Galak amat sih cantik! awas benci jadi istri gue nanti lo!"

"Idih najis. Boro-boro jadi istri lo. Jadi pacar lo aja gue ogah!"

"Yaudah, kita lihat aja nanti" Ucap Bagas dengan begitu percaya diri.

"Serah lo ah" Nadila bangkit dari duduknya. Berjalan menuju teras rumah Aldo.

Namun, langkah Nadila justru terhenti saat melihat Anafi tengah asyik memainkan sebuah alat musik yang di petik itu di ruang tengah rumah Aldo.

Nadila kembali berjalan ke arah belakang. Langkahnya semakin lama semakin mendekat pada Anafi.

"Lo bisa main gitar juga Fi?" Tanya Nadila.

Anafi menoleh. "Emangnya lo fikir yang bisa main gitar cuma Vino?" Balas Anafi tanpa menatap Nadila.

Nadila mendudukkan tubuhnya di samping Anafi. "Lah, apa hubungannya sama Vino?"

Anafi sedikitpun tidak menghiraukan ucapan Nadila. Pria itu tampak kembali fokus memainkan alat musik yang ada di tangannya itu dengan jari lentik miliknya.

"Ck! Krik krik" Nadila berdecih.

"Fi, main gitar susah nggak?" Tanya Nadila.

Anafi kembali menoleh. "Enggak" Balasnya singkat.

"Dingin banget sih" Lirih Sabilla pelan.

"Kenapa? lo mau belajar main gitar?" Tanya Anafi dengan raut wajah yang masih saja datar.

"Mau mau" Jawab Nadila dengan girang. Anafi pun mengajarkan gadis itu bermain gitar.

"Gini?" Nadila melirik Anafi.

"Bukan, gini" Anafi meletakkan jari-jari Nadila pada kunci C.

"Ini kunci apa?" tanya Nadila.

"Ini C, ini Am, ini G" Anafi mengotak atik jari gadis itu hingga membuat Nadila tertawa girang.

"Susah juga ya ternyata, apalagi kalo punya jari pendek kayak gue"

"Sebenarnya bukan masalah jari pendeknya. Tapi masalah terbiasa atau enggaknya aja"

"Oo gitu" Nadila mengangguk paham sembari mengulang-ulang kunci gitar yang sudah dijarkan oleh Anafi. Gadis itu tampak kesusahan meletakkan jari pada senar yang tepat. Namun ia terlihat menikmati suasana itu.

***

Di sebuah restoran cepat saji yang ada di pinggir kota, Nindy dan Nadila tampak tengah duduk di sebuah meja restoran tersebut. Menunggu pesanan mereka. Sepulang menemani Nindy berbelanja di Mall, kedua gadis cantik itu tampak beristirahat sejenak sambil mengganjal perut yang masih kosong.

Nindy tampak memainkan sedotan minuman yang ada di depannya.

"Nad, setelah gue perhatiin, lo kenapa keknya menghindar terus sih Nad dari Bagas, padahal Bagas kan baik. Dia itu juga tulus sayang sama lo."

Nadila menoleh ke arah Nindy. "Lo kenapa jadi tiba-tiba nanya itu?"

"Ya nggak papa sih, tapi setelah gue perhatiin, Bagas kayaknya tulus banget deh sama lo. Tapi gue lihat lo malah menghindar gitu dari dia. Lo kenapa nggak coba nerima Bagas aja sih Nad?" Tanya Nindy.

"Nin, lo mau tau kenapa gue nggak bisa nerima Bagas?"

"Kenapa?"

"Karena gue suka sama Anafi."

"What? Anafi?" Mulut Nindy terbuka lebar membentuk huruf O saat Nadila menjawab ucapannya dengan spontan. Gadis itu terkejut bukan main. Ia tidak menyangka bahwa Nadila ternyata selama ini menyukai Anafi.

"Lo serius suka sama Anafi?" Tanya Nindy lagi.

"Ya serius, kenapa emang?" Jawab Nadila dengan santai sambil menikmati makanannya.

Nindy menatap Nadila dengan heran. "Sejak kapan lo suka sama Anafi?"

"Sejak saat kita bersama"

"Ck" Nindy berdecak memalingkan pandangannya.

"Nad, gue serius?" Tutur Nindy.

"Lah, gue juga serius Nin. Gue nggak tau sejak kapan menyukai Anafi. Tapi seiring berjalannya waktu, semenjak kita sama-sama terus rasa itu tiba-tiba muncul dengan sendirinya. Lo tau kan, gue paling suka sama cowok yang pinter main alat musik? And May be (bisa jadi) itu jadi salah satu alasan kenapa gue menyukai Anafi.

Nindy tak mampu lagi berkata-kata. Gadis itu terdiam, menatap Nadila dengan tatapan yang tidak dapat diartikan, sementara Nadila tampak cuek masih menikmati makanannya.

"Tapi kenapa lo nggak bisa suka sama Bagas?" Nindy kembali melontarkan pertanyaan setelah diam beberapa saat.

Nadila menghentikan aktifitasnya. Meletakkan sendok dan garfu yang semula ia pegang di atas piring. Nadila menatap Nindy dengan raut wajah datarnya.

"Karena Bagas centil, ganjen! gue nggak suka!"

"Tapi Bagas baik, dia tulu sama lo Nad"

"Anafi juga baik kok sama gue"

"Ck! Yaudah lah terserah lo aja deh!"

"Nin, gue kasih tau ya sama lo. Dari awal, Bagas itu udah jelas centilnya. Ngerayu gue, bilang suka terang-terangan padahal baru aja kenal. Gue nggak suka Nin, jatohnya ya jadi B aja. Lagian lo juga tau kan, kalau gue itu lebih suka cowok cool, dingin, tapi perhatian. Bukan genit kaya si Bagas"

"Iya iya serah lo deh serah lo." Nindy terdiam seolah memikirkan sesuatu.

"Apa jangan-jangan lo juga suka ya sama Anafi?" Ucapan Nadila membuyarkan lamunan Nindy dengan seketika.

"Apa? gue suka sama Anafi? Lo nggak salah nanya hal semacam itu sama gue Nad?"

"Lah, salahnya dimana? siapa tau aja lo memang suka sama dia, makannya ngotot banget nyuruh gue sama Bagas."

"Gini nih manusia, pemikirannya nggak pernah sama. Terkadang kita mengucapkan sesuatu dengan maksud dan tujuan kita adalah A, tapi yang di tangkep malah Z.

"Ya kan memang nggak ada yang pernah tau isi hati dan fikiran seseorang Nin"

"Ya memang, makannya gue bilang gitu. Sebenarnya nggak ada yang salah juga. Setiap manusia berhak berasumsi menurut pemikirannya masing-masing. Tapi ya ini, jadi nggak nyambung kalo ngomong! Gue nyuruh lo sama Bagas ya karena gue liat dia sayang sama lo. Daripada sama Anafi yang lo sendiri nggak tau kan, dia ada rasa juga sama lo apa enggak? Tapi lo malah nuduh gue yang suka sama dia" Gerutu Nindy memainkan sedotan minuman yang ada di depan dirinya itu.

"Ya tapi kan nggak ada salahnya juga gue nyoba. Siapa tau Anafi bisa jatuh cinta sama gue" Ucap Nadila tersenyum genit.

"Tapi lo nggak tau aja Anafi itu orangnya gimana Nad!"

"Emangnya Anafi gimana? Menurut gue dia baik kok. Dia malahan mau ngajarin gue main gitar"

"Iya baik, baik ke semua orang" gumam Nindy dalam hati.

"Kok lo diam?" tanya Nadila.

"Nggak, nggak papa kok. Mending kita pulang aja yuk, capek gue" Ajak Nindy. Nadila terdiam sejenak sebelum menuruti ajakan sahabatnya itu.

Kedua gadis cantik itu membayar makanan mereka di kasir terlebih dahulu sebelum keluar dari restoran tersebut dan pulang ke rumah.

.

.

.

.

Jangan lupa Like, Komen, dan Vote ya. Terimakasih :)

Terpopuler

Comments

Shio Kelinci 🐰

Shio Kelinci 🐰

ustadz Sholehku

2020-11-30

1

Shio Kelinci 🐰

Shio Kelinci 🐰

Ustadz

2020-11-30

1

Rskadmyant

Rskadmyant

bukan salah nadila dong brpaling kan namanya juga baru sekedar mengagumi vino dan ketemunya cuma sekali sementara sma anafi kan selalu sma2 dan yaa cwok cool mmang lebih menarik daripda yg petakilan😂

2020-10-07

10

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 78 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!