Pagi hari, di SMK Citra Negara, Anafi baru saja sampai di kelas. Pria itu menaruh ransel miliknya di kursi yang biasa ia duduki. Hingga...
Bruukkk
Anafi tiba-tiba saja mendapat serangan dari orang yang baru saja datang dari pintu kelas. Tanpa berfikir panjang, orang tersebut menghajar Anafi dengan amarah yang menggebu-gebu hingga Anafi tergeletak di lantai dengan bibir yang sudah berdarah. Siapa lagi orang itu jika bukan Bagas.
Anafi melirik ke atas. Ia berusaha untuk berdiri, mentap Bagas dengan raut wajah kesal dan juga bingung.
"Maksud lo apa apaan Gas?" Maksud lo apaan ha tiba-tiba hajar gue kayak gini?"
"Lo masih nanya maksud gue apa? Lo bahkan nggak menyadari kesalahan lo Fi. Lo brengsek!" Bagas memalingkan pandangannya menyeringai, sedetik kemudian membali melirik Anafi.
Bagas meremas kerah baju Anafi, menatap tajam mata Anafi. "Gue udah dengar semuanya dari Nindy. Fi, gue tau lo nggak suka sama Nanad, gue tau! Kalo lo emang udah nggak sanggup berpura-pura, harusnya lo bilang aja yang sejujurnya sama dia! Bukan malah selingkuhin dia segala!"
"Gue, udah berusaha untuk mengikhlaskan Nanad sama lo. Gue rela asal gue bisa lihat dia bahagia. Gue rela menahan sakit asal Nanad bisa tersenyum. Tapi ternyata ini yang udah lo perbuat sama Nanad, lo udah nyakitin hati Nanad!"
Anafi menepis tangan Bagas dari kerah bajunya. Pria itu tersenyum menyeringai.
"Manusia memang pintar berasumsi tanpa tau apa yang terjadi" Lirih Anafi.
"Nggak usah lo pegang-pegang gue! Dan gue juga nggak ada waktu untuk jelasin semuanya sama kalian" Anafi melirik Bagas dan juga Aldo yang tidak berada jauh dari sana. Ia mengambil kembali ranselnya yang semula ia letakkan di kursi. Anafi keluar dari kelas dengan raut wajah kesal sembari mengusap bibirnya yang berdarah.
Sementara siswa lain yang ada di kelas tersebut hanya diam, menonton perkelahian yang terjadi antara Bagas dan juga Anafi. Ikut campur pun, mereka juga tidak tahu permaslahan apa yang tengah mereka hadapi.
***
Di dalam kamar, Nadila melamun menatap kosong ke sembarang arah. Entah mengapa, bayangan kebahagiaan bersama Anafi selalu saja terlintas di benaknya. Namun seketika Nadila juga sadar, bahwa semua itu hanyalah sandiwara belaka.
Rasanya sakit, sesak, ketika mengingat semua itu. Sungguh, Nadila tidak percaya, tapi itulah faktanya. Sudah dua hari gadis itu juga tidak masuk sekolah. Dadanya sesak setiap kali mengingat apa yang sebenarnya terjadi, hatinya sakit bagaikan ditusuk belati.
Hingga suara ketukan pintu dari luar kamar membuyarkan lamunan Nadila. Gadis itu menoleh, tapi masih saja enggan untuk berdiri. Nadila hanya diam, menatap pintu kamar tanpa bersuara.
Ceklek
Pintu tersebut terbuka. Hingga terlihat tiga gadis yang tidak asing bagi Nadila. Siapa lagi jika bukan sahabatnya Nindy, Karin dan juga Arani.
Nadila masih terdiam, memalingkan pandangan dari mereka bertiga. Nindy, Karin dan Arani yang masih terlihat berpakaian seragam itu, berjalan perlahan mendekat ke arah Nadila.
"Nad? lo nggak papa?" Tanya Karin mendudukkan tubuhnya di atas tempat tidur di samping Nadila.
Nadila masih terdiam tanpa berniat untuk menjawabnya. Gadis itu hanya menatap kosong ke arah depan tanpa sedikitpun menoleh ke arah Nindy, Karin, dan juga Arani.
"Nad, maafin gue. Gue nggak ada maksud buat nyakitin lo. Gue tau cara gue salah, gue minta maaf. Gue bisa jelasin semuanya Nad. Tapi gue mohon lo jangan kayak gini terus." Nindy mendekat, menggenggam tangan Nadila memohon agar sahabatnya itu memaafkan dirinya.
"Nad, gue juga nggak bermaksud membela siapa-siapa. Yang jelas gue hanya nggak mau persahabatan kita retak. Gue nggak mau kita menjadi asing."
"Nad, gue tau cara Nindy salah. Tapi saran gue, lebih baik lo dengerin dulu penjelasan dari dia. Gue tau pasti rasanya sakit banget Nad, gue tau dan gue paham kalo kata maaf nggak akan bisa mengembalikan keadaan seperti semula!"
"Tapi sampai kapan lo akan gini terus? lo bahkan nggak masuk sekolah Nad. Gue nggak mau kita musuhan, gue mau kita sama-sama terus kayak dulu. Gue mau semua ini selesai."
Nadila memalingkan pandangannya, menatap sahabatnya itu satu persatu dengan tatapan sendu. Matanya sembab, tatapan Nadila mengisyaratkan seolah banyak hal yang akan ia sampaikan.
"Nad" Lirih Nindy, mencoba menggenggam tangan Nadila.
"Gue nggak marah sama lo Nin, tanpa lo jelasin juga gue paham kalo lo nggak akan pernah berniat jahat sama gue. Tapi kenapa rasanya hati gue nggak terima? Rasanya sakit. Mungkin nggak akan sesakit ini jika dari awal Anafi nggak pernah ngasih gue harapan."
"Gue dibuat terbang, dia seolah meyakini kalo gue nggak akan jatuh, Anafi seolah menjanjikan akan ngasih gue sayap. Tapi yang dia lakuin justru sebaliknya. Rasanya sakit banget" Nadila memegang dadanya. Air mata gadis itu kembali menetes di pipi mungilnya.
"Nad, Anafi nggak salah! Semua ini salah gue, makanya gue mau minta maaf banget sama lo. Gue menyesal Nad. Anafi ngelakuin semua itu karena gue ngancem dia. Gue ngancem Anafi! Gue bilang gue nggak akan mau temanan lagi sama dia kalo dia nggak ngikutin kemauan gue"
Nindy mencoba menjelaskan, air mata kembali menetes di pipinya. Penyesalan penyesalan dan penyesalan. Hanya itu yanga ada di otak Nindy.
Nadila menoleh. "Kenapa lo sampe ngelakuin hal itu Nin?"
"Karena gue nggak mau lo sakit hati saat tau Anafi nggak mencintai lo seperti yang lo fikirin Nad. Tapi sekarang gue sadar, cara gue benar-benar salah. Nggak seharusnya gue maksa Anafi kayak gitu. Gue harap lo bisa maafin gue" Nindy menunduk.
"Gue bisa maafin lo, gue bisa maafin Anafi. Gue bisa maafin siapa aja, tapi ini sungguh bikin gue trauma. Dan maaf, gue nggak akan pernah mau lagi ketemu sama Anafi, Aldo maupun Bagas. Karena setiap kali gue lihat wajah mereka, bahkan cuma ngebayangin rasanya dada gue sesak. Gue tau gue lebay, tapi gue nggak akan pernah lagi mau ngumpul sama mereka. Dan sebelumnya gue minta maaf sama kalian karena keputusan gue yang sebelah pihak ini."
"Lo nggak perlu minta maaf Nad, karena gue paham apa yang lo rasain. Gue, Nindy, dan Rani juga bersedia ngikutin kemauan lo, asal kita bisa kayak dulu lagi. Kita mulai hidup baru lagi tanpa mereka, seperti dulu"
"Kalian nggak perlu ngikutin gue. Kalian boleh main sama mereka, gue nggak marah, karena gue ada hak buat ngelarang kalian."
"Nggak Nad, kita akan sama-sama terus kayak dulu. Persahabatan kita nggak boleh hancur hanya karena seorang laki-laki" Timpal Arani tersenyum yang segera diangguki oleh Nindy dan juga Karin. Keempat gadis itupun akhirnya saling memeluk satu sama lain.
.
.
.
.
.
Jangan lupa Like, Komen, dan Vote ya. Terimakasih :)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Adriana Bulan Juk Hat
Aaiisshh,,,Nadia jg baru liat z lngsng z main sukak,gk malu apa,kek gitu jdx,,sakit hatikan
2021-07-20
0
Uswatun Khoiriyah
Hari kedua dan Novel kedua karya Kak Afria Lusiana yang kubaca setelah My Cold Husband, sampai bab ini masih belum bisa nebak dengan jelas kedepannya gimana ceritanya, dengan kata lain susah ditebak alur ceritanya 😅 tapi mampu bikin penasaran tingkat tinggi, jadi enggan untuk berpaling wkwk
makin penasaran dengan novel-novel lainnya kak 🤭 mantap 👍🏼
2021-01-29
0
miima
vino cuma jd cameo ya thor
2020-12-30
2