Berharap

Di sebuah rumah mewah minimalis yang tidak lain adalah rumah milik kedua orang tua Nadila, terlihat empat orang gadis sudah berkumpul di dalam sebuah kamar yang sangat mewah dengan tema pink seisi kamar. Empat gadis yang sangat cantik itu tidak lain adalah Nindy, Nadila, Karin, dan juga Arani.

Seperti janji mereka sepulang sekolah barusan, sore ini mereka akan pergi ke rumah Aldo. Di dalam kamar Nadila, mereka tampak sibuk merapikan pakaian masing-masing dan berdandan. Bisa di bayangkan bagaimana rempongnya perempuan. Kamar itu terdengar bising seperti pasar, padahal mereka hanya berempat di dalam sana.

Di depan meja rias, Nadila tersenyum menatap wajahnya dari pantulan kaca. Ia memakaikan satu jepitan yang berbentuk pita kecil di rambutnya. Dari raut wajahnya, Nadila terlihat seperti tidak sabar untuk segera ke sana.

"Nanaddddddddd" Sorak Nindy yang tengah duduk di atas ranjang milik Nadila dengan histeris. Hal itu sontak membuat Arani dan Karin yang sedang berselfie di sebuah sofa yang ada di kamar Nadila itu ikut menoleh ke arahnya.

"Apa?" Jawab Nadila masih tidak berdiri dari duduknya. Gadis itu tak henti-hentinya tersenyum manis menatap wajahnya dari pantulan kaca di depan meja rias.

"Lo liat maskara gue nggak?" Tanya Nindy yang tampak terlihat panik sembari mengacak-acak tas kecil yang berisikan make up miliknya.

Karin menghentikan aktivitas selfienya sejenak. Gadis itu menatap tajam ke arah Nindy. "Nin, lo cuma nanya maskara aja sampe panik begitu? bikin orang jantungan aja tau nggak." Gerutu Karin yang diangguki oleh Arani dengan raut wajah polosnya.

"Ya abis gimana dong? Terus gue..."

"Udah, ini lo pake aja punya gue, pake ribut segala" Nadila bangkit dari duduknya, mengambil maskara di atas meja rias, berjalan ke arah ranjang dan memberikan benda kecil panjang yang didalamnya berisikan cairan hitam yang berfungsi untuk mempertebal bulu mata tersebut pada Nindy.

"Makasih Nanad sayang" Nindy memeluk Nadila dengan manja.

"Idihh lebay banget lo" Nadila menepis tangan Nindy dan segera bangkit dari ranjang.

"Guys, gimana? gue udah cantik belum?" tanya Nadila pada Nindy, Karin, dan juga Arani sembari memutar badannya dengan senyuman yang merekah dengan sempurna dan percaya dirinya.

Karin menoleh "Cantik sih, tapi udah pasti lebih cantikan gue"

"Eleh pedean lo" Arani mendorong kepala Karin yang berada di sebelahnya. "Jelas cantikan gue lah, daripada lo lo pada"

Nadila menghela nafas dengan kasar, gadis itu memutar bola matanya malas kemudian memalingkan pandangannya dari para sahabatnya yang ia rasa tidak pernah mau kalah tersebut.

"Udah-udah ah. Pada ngaku cantik tapi tetap aja jomblo." Nindy berdecih menyeringai setelah bosan mendengar ocehan-ocehan para sahabatnya itu sedari tadi.

"Kayak lo nggak jomblo aja"

Nadila, Karin, dan Arani berbicara serentak kemudian dengan kompak pergi meninggalkan Nindy sendirian di dalam kamar Nadila. Nindy menghela nafas, kemudian menyusul langkah kaki para sahabatnya menuruni anak tangga dari kamar Nadila menuju ruang tamu.

***

Sembari menunggu kedatangan Aldo yang menjemput mereka, para gadis itu menghabiskan waktu untuk berfoto bersama terlebih dahulu.

"Ii Rani geser, gue nggak kelihatan"

"Nindy, muka gue ketutup mata lo"

"Aduhhh geser dikit kenapa sih"

Perempuan, segitu ribetkah perempuan? Tidak ada waktu yang tidak dihabiskan hanya untuk sekedar berdebat hal kecil sekalipun. Hingga bunyi klakson mobil Aldo terdengar sangat jelas. Dan itulah yang membuat keempat orang gadis itu menghentikan perdebatannya dan segera berjalan keluar rumah untuk menemui Aldo.

Aldo mengetahui rumah Nadila karena sebelumnya Nindy sudah mengirim lokasi rumah sahabatnya itu pada Aldo.

Aldo masih terlihat duduk di kursi kemudi mobilnya.

"Do, lo nggak turun dulu?" Tanya Nindy basa basi.

"Nggak usah deh Nin, kita langsung berangkat aja. Kalian udah siap kan?" Tanya Aldo.

"Oogitu, yaudah, kita udah siap kok" Sahut Nindy yang juga diangguki oleh ketiga sahabatnya.

Mereka segera masuk ke dalam mobil Aldo. Nindy duduk di depan di samping Aldo, sementara Nadila, Karin, dan Arani duduk di jok belakang mereka.

Aldo segera melajukan mobil mewah itu menuju rumahnya. Di perjalanan, empat gadis itu tak henti berdebat bahkan tentang hal kecil sekalipun. Hal itu membuat Aldo tersenyum kecil melihat tingkah mereka.

"Dasar perempuan" Gumam Aldo tersenyum masih fokus dengan kemudinya.

***

Tak berselang lama, mereka telah sampai di rumah Aldo. Aldo segera memarkirkan mobilnya di garasi dan segera mengajak empat gadis itu segera masuk ke rumahnya.

Nadila yang memang sama sekali belum pernah ke rumah Aldo itu, hanya bisa mengikuti ketiga sahabatnya, berjalan sambil bergandengan tangan dengan Nindy.

Sementara Nindy ,Karin, dan juga Arani yang memang sudah sering ke rumah Aldo semasa Sekolah Menengah Pertamanya itu, dengan santai dan tanpa bingung segera masuk mengikuti Aldo.

Mereka mendudukkan tubuhnya di ruang tamu rumah Aldo. Nindy melirik ke arah sekitar, ia tidak melihat siapapun berada di sana.

"Yang lain mana do?" tanya Nindy.

"Nggak tau gue kemana perginya, tadi sebelum gue jemput kalian mereka ada disini kok" balas Aldo.

"Ohh gitu" ucap Nindy mengangguk-angguk paham.

Tak lama setelah Nindy bertanya, datanglah dua orang pria yang masih mengenakan seragam sekolah itu berjalan menuju ruang tamu rumah Aldo.

Dari kejauhan, Nindy sejenak memperhatikan langkah kaki pria itu. Mereka berjalan dengan tampang songongnya dengan tangan kanan yang berada di dalam saku sementara tangan kiri memegang satu kantong kresek berwarna putih yang berisikan berbagai makanan. Pria yang di maksud siapa lagi jika bukan Anafi dan Bagas.

"Dari mana lo Fi?" Kening Nindy tertaut sambil melontarkan pertanyaan pada sahabat dari SMP nya itu.

"Beli makanan lah, tuan rumah disini kan pelit, mana ada kita dikasih makan" Balas Anafi sembari mengangkat tangannya memperlihatkan kantong kresek berwarna putih tersebut pada Nindy.

"Alah, baru juga kali ini lo mau beli makanan, kambilng. Udah bisa aja lo ngatain gue pelit, jadi yang selama ini lo makan makanan siapa? makanan kambing?" Aldo yang baru saja datang dari arah dapur dengan membawa segelas teh itu menatap sinis ke arah Anafi.

Karena sesungguhnya memang benar seperti yang dikatakan Aldo, bahwa hanya hari ini kebetulan stok makanan di rumahnya habis. Itulah sebabnya Anafi mau keluar untuk membeli makanan. Biasanya juga pria itu tinggal senang saja.

"Baperan banget sih lo" Sahut Anafi. Pria itu kemudian mendudukkan tubuhnya di sofa yang ada di samping Nindy. Anafi mengeluarkan semua makanan yang barusan ia beli dan diserakkan di atas meja tamu tersebut.

.

.

.

.

Jangan lupa Like, Komen, dan Vote ya. Terimakasih :)

Terpopuler

Comments

Reni Anggraeni

Reni Anggraeni

lanjut trus.

2022-07-04

0

Dhebay Mahendra

Dhebay Mahendra

maaf nie thor mau kasih masukan aja. tanda petik dua setelah percakapan mohon di perhatian jd tidak dianggap masih bicara.

tetap semangat nulisnya thor.. ditunggu upnya

2020-02-03

10

Nayla Azizah

Nayla Azizah

Semangat thor
Mana lanjutannya thor???

2020-02-01

7

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 78 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!