Habibi mengambil antibiotik yang di berikan oleh Wahyudi.
“Gimana Di, kondisinya?” tanya Habibi.
“Gak ada yang perlu di cemaskan Bi. Dia gadis yang kuat, tidak selemah yang kamu pikir.” Jelas Wahyudi Sambil tersenyum kepada Habibi.
“Iya, dia memang bukan gadis yang lemah dan cengeng.” Kata-kata itu mengalir dari bibir Habibi. Betapa ia sangat mengagumi gadis yang masih belia tersebut.
“Tapi gadis itu sangat cantik, gua kagum lihatnya,” gumam Wahyudi dengan suara keras seolah berbicara pada diri sendiri.
Habibi langsung marah ketika mendengar kalimat itu keluar dari mulut sahabatnya. “Lu bilang apa?” Sambil memegang leher baju Yudi.
Yudi tertawa saat melihat tingkah temannya yang mulai naik pitam. “Bibi, tenang dong. Mana mungkin gua suka anak-anak gitu. Tapi seorang playboy harus mengakui bahwa iya sedang jatuh cinta dengan gadis kecil. Udah ya, gua cabut dulu. Gua jamin, lu gak akan mudah mendapatkan tu cewek. Harus ada usaha yang keras. Kasih cuti Arumi minimal 2 hari.” Kata Wahyudi sambil berjalan keluar.
“Oke, thank ya bro,” jawab Habibi.
Anita masih ada di dalam ruangan bersama Arumi. Ia tak tega melihat gadis tersebut. Habibi masuk ke dalam ruangan kamar tersebut. Ia memberikan obat untuk Arumi.
“Rum, ini obatnya. Kamu habiskan ya. Dan kalau ada muntah, atau demam. Kabari aku.” Kata Habibi.
“Baik pak,” jawab Arumi.
“Kamu pulang aja, istirahat di rumah. Kamu gak usah masuk 2 hari ini,” kata Anita kepada Arumi.
“Buk, Arum gak apa-apa kok. Arum bisa kerja.” Jawab Arumi.
“Rum, ibuk paling tidak bisa di bantah. Apa lagi sama gadis seperti kamu. Ibuk gak mau tau. Kamu pulang, istirahat dan kembali bekerja lusa.” Perintah Anita dengan tegas.
“Tapi buk,” jawab Arumi.
“Gak ada tapi-tapi,” potong Anita sebelum Arumi sempat menyelesaikan kata-katanya.
“Bi, antar Arum pulang,” kata Anita kepada anaknya.
“Baik mi,” jawab Habibi.
“Kamu tunggu dulu sebentar,” kata Habibi sambil berlalu pergi.
“Baik pak,” jawab Arumi. Arum masih duduk di ranjang yang ukuran king tersebut.
Habibi, mengangkat gagang telepon. Meminta sekretarisnya memanggil pak Abdul hrd untuk keruangannya sekarang.
“Tok....tok ....” terdengar suara ketukan pintu.
“Masuk,” teriak Habibi.
“Siang pak,” sapa Abdul yang telah sampai diruangan.
“Siang duduk. Calon pelamar cleaning servis yang sudah interview, nilai terbaik panggil 10 orang. Langsung kerja besok pagi.” Perintah Habibi kepada Abdul.
“Baik pak,” Pak Abdul langsung berjalan keluar ruangan wakil direktur.
Habibi kembali masuk ke dalam ruang istirahat. Mengajak Arumi pulang. Dengan merasa sangat tidak enak. Akhirnya Arumi mengikuti bosnya dari belakang.
“Bapak, ibuk, arum pulang ya.” Arumi berpamitan kepada pemilik perusahaan tersebut. Arum menyalami dan meletakkan punggung tangan ibu Amel di dahinya. Dan juga pak Joni. Karena dari kampung, Arumi memang sangat sopan kepada orang tua. Ibu Amel mengelus kepalanya.
Saat berjalan dengan Habibi. Sudah jelas, Arumi sangat canggu sekali. Apa lagi hampir semua mata tertuju padanya. Ia berjalan hanya menunduk tanpa berani memandang orang-orang di sekelilingnya. Setiap karyawan yang melihat Habibi, mereka langsung menunduk dan menyapa anak pemilik perusahaan tersebut. Arum berjalan mengikuti kaki didepannya. Saat habibi berhenti, Arumi menabrak tubuh tinggi dan kekar tersebut.
“Aduh, maaf pak,” kata Arumi sambil memegang kepalanya yang terantuk dengan dada bidang pria di depannya.
“Iya gak apa. Ayo masuk.” Mereka masuk ke dalam life. Mereka hanya berdua di dalam life tersebut. “Ting,” pintu life terbaru. Mereka langsung ke parkiran. Arumi naik ke dalam mobil Alphard hitam Habibi. Habibi mengemudikan mobil dengan sangat santai.
“Apa masih sakit Rum,” tanya Habibi memulai pembicaraan.
“Udah nggak pak,” jawab Arumi.
“Pak, saya minta maaf. Karena saya, kantor jadi berantakan. Maafkan saya pak.” Arum terlihat sangat bersalah dan menundukkan kepalanya.
“Arum gak salah kok. Saya yang harusnya minta maaf. Karena saya kamu jadi begini.” Kata Habibi.
“Gak, bapak gak salah,” kata Arum langsung mengangkat kepalanya.
Habibi tersenyum kecil melihat gadis itu, ia mengelus kepala gadis itu. Arum menunjukkan arah rumahnya dengan sangat seksama. Setelah sampai di kosnya.
“Pak ini kos Arum. Bapak apa mau turun dulu?” kata Arumi
“Boleh.” Habibi langsung turun dari mobilnya.
Arum membuka kunci kamarnya. “Masuk pak.”
Habibi masuk kedalam, dilihatnya kamar ala anak kos yang memiliki ukuran yang kecil namun memiliki isi kamar yang lumayan lengkap. Arum memasukkan gula dan teh ke dalam gelas. Ia membuat 2 gelas teh. Dan menyeduh teh tersebut dengan air panas.
“Pak, Arum lapar. Tadi belum sempat sarapan.” Kata Arumi sambil menyerahkan teh kepada Habibi.
“Kamu kenapa gak ngomong ke saya. Biar tadi bisa saya beli,” kata Habibi.
“Gak usah pak. Arum ada stok mie instan dan juga bisa masak nasi goreng. Arum kurang suka beli. Arum lebih suka masak sendiri.” Arum berbicara tanpa berani menatap mata bosnya. Walaupun bos tersebut selalu menatapnya. Apa bapak mau Arum masakkan mie instan atau nasi goreng,” tanya Arumi kemudian.
“Nasi goreng saja,” jawab Habibi.
“Baik pak,” kata Arumi sambil menghidupkan kipas angin biar tidak panas dan menyalakan TV. Dengan harapan bosnya tidak bosan menunggu ia memasak. Arum berjalan ke dapur. Dan mulai memasak sarapan yang di sajikan untuk bosnya.
Hu..... Ya allah. Jantung Arum serasa akan copot. Arum gak pernah merasakan seperti ini Arum mulai meracau dalam hatinya. Tak lama Arum datang dengan membawa 2 piring nasi goreng dengan telor mata sapi di atasnya. Dan yang satu lagi dengan telor dadar. Arum lupa menanyakan selera bosnya.
“Ini pak. Mau telor dadar atau mata sapi.” Tanya Arumi sambil menyodorkan 2 piring nasi goreng.
“Telor dadar,” Habibi menjawab dengan semangat.
Mereka mulai menyantap nasi goreng yang terasa sangat enak di lidah.
“Kamu pandai masak ya,” puji Habibi.
“Kalau cuma masakan kampung. Bisa pak.” Jawab Arumi.
“Ini nasi goreng, benaran enak. Kalah dengan nasi goreng di solaria, mall dan resto.” Habibi memuji nasi goreng Arumi.
“Kalau benar begitu. Arum mau mau berhenti di perusahaan bapak. Buka warung nasi goreng aja pak.” Kata Arumi sambil tersenyum penuh penghayatan.
“Rum,” panggil Habibi.
“Iya pak,” jawab Arumi.
“Kok saya ngerasa tua ya,” kata Habibi.
“Kok gitu pak,” tanya Arumi kebingungan.
“Iya, saat kamu manggil saya bapak,” kata Habibi.
Arum menunjukkan ekspresi bingungnya. “Tapi saya gak mungkin panggil om,” jelas Arumi.
“Emangnya saya sudah seperti om...om... Kalau di luar kantor, kamu panggil mas aja ya,” pinta Habibi.
“Baik pak. Eh Mas. Iya mas,” jawab Arumi.
“Apa di sini bebas laki-laki masuk?” tanya Habibi.
“Iya pak, eh mas. Kosan sini tidak menyediakan teras dan ruang tamu. Bahkan ada yang pacar atau tunangannya yang menginap.” Jelas Arumi.
“Kenapa kamu kos di sini, sepertinya kawasan sini kurang baik.” Kata Habibi penuh tanda tanya.
“Iya mas, tapi disini yang sewanya paling murah mas,” jelas Arumi.
Habibi hanya menganggukkan kepalanya seperti dia mengerti.
“Apa teman laki-laki kamu datang ke sini,” tanya Habibi lagi.
“Gak mas, soalnya saya baru di kos jam 11 atau 12 malam. Dan setelah sholat langsung tidur,” jawab Arumi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 360 Episodes
Comments
Rinjani
yg ada Ardi ngalah Arumi di sukai ma Bos nya ..Ardi ma adiknya bos nih pastinya
2022-09-29
0
Fhitry Asmad Tl
geli bcax😥😥😥
risiii bnyak yg gk bagus cra bjasax N jelasss tipoox😕😕😆😆
2021-11-13
0
Tamel Lia
Ardi mana thor
2021-05-19
0