Setelah mereka selesai makan, Kasya pun bersiap pergi. Ibu mertua Ranti tidak keluar dari kamarnya karena pertengkaran di meja makan, sedangkan Bagas hanya mengucapkan sampai jumpa lagi.
Hanya Ranti dan Marsya tentu saja Byan yang mengantar Kasya sampai lantai bawah.
"Sampai jumpa lagi Mama." Byan memeluk erat tubuh Ibunya, kemudian Ranti dan Marsya pun ikut berpelukan.
"Byan, Mama janji padamu. Mama akan segera datang dan jemput Byan ya, Byan jadi anak baik disini." Ucap perpisahan Kasya pada Putranya.
"Sya, jangan terlalu banyak berpikir. Aku akan merawat Byan dengan baik." Ranti menepuk pelan pundak Kasya meyakinkan.
"Ya." Kasya mengangguk.
Akhirnya Kasya melangkahkan kakinya pergi dengan lambaian tangan perpisahan dari mereka bertiga.
Setelah beberapa jam di perjalanan, Kasya kembali ke Rumah sewa kecilnya. Disaat ia mau membuka pintu, pemilik rumah sewa muncul.
"Kasya, kamu sudah kembali?" Tanyanya.
"Ya, Nyonya apakah masalah uang sewa. Begini aku tidak punya uang tunai sekarang, bolehkah aku men-trasfernya?" Tanya Kasya.
"Baik! tentu saja bisa," jawabnya. Nyonya pemilik rumah sewa melihat bahwa Kasya tidak berniat untuk berhutang dan langsung tersenyum senang. Selama dia memberikan uang, tidak masalah jika uangnya ditransfer.
"Baiklah, aku akan men-trasfernya segera. Setelah aku masuk rumah, tolong berikan nomer rekening Nyonya." Kasya pun memintanya.
Setelah transaksi itu selesai, Kasya terduduk di ruangan gelap rumah sewanya. Ia tiba-tiba merasakan cairan asin mengalir ke mulutnya, ia mengulurkan tangan dan menyentuh sudut mulutnya. Kemudian menyadari bahwa dirinya sedang menangis.
Kasya menertawakan dirinya sendiri karena merasa dirinya sungguh lemah. Ia mengulurkan tangan dan menghapus air matanya, kemudian berdiri dan menyalakan lampu.
Dengan cahaya oranye menyinari rumah sewa ini, Kasya menarik nafas dalam-dalam. Ia menyalakan komputernya dan ingin melihat apakah ada Perusahaan yang menanggapi resume yang telah dirinya kirimkan.
Tapi tetap saja semua Perusahaan itu tidak ada satupun yang menerimanya.
Kasya menggelengkan kepalanya, Ia adalah lulusan Universitas terbaik di Jakarta dan memiliki pengalaman kerja selama lima tahun. Posisi dan gaji yang diminta juga tidak tinggi, mengapa tidak ada yang mempekerjakan dirinya?
Apakah benar Randika dibalik semuanya? Kasya menggelengkan kepalanya lagi, Apa sebenarnya yang dipikirkan oleh Randika? Kenapa dia masih tak membiarkannya hidup tenang, memikirkan semua itu kepalanya mulai sakit lagi.
"Hachii... !" hidungnya terasa gatal lagi.
Kasya segera mencari obat flu yang pernah ia taruh di laci, sudut matanya melihat kartu nama dari Direktur Mulyono.
Jari-jari Kasya terhenti. "Aku menyimpan kartu nama Direktur Mulyono untuk pekerjaan agar lancar. Sekarang meskipun aku sudah dipecat, jika aku bisa berbicara dengan pelanggan besar seperti Direktur Mulyono. Mungkinkah aku masih memiliki kesempatan untuk kembali ke Perusahaan Wajendra." Gumamnya pada diri sendiri.
Memikirkan hal itu, Kasya memegang kartu nama itu seperti harta. Ia menatap jam di dinding, menunjukkan jam 9 malam. Sepertinya belum terlambat, ia dengan cepat menghubungi Direktur Mulyono, ini adalah upaya terakhirnya.
Telepon terhubung tapi Kasya mendengar di ujung telepon sana sangat berisik. Ada suara beberapa wanita dan suara dentingan gelas, juga terdengar suara tawa banyak pria, sepertinya Direktur Mulyono sedang berada di sebuah Bar.
"Halo, dengan siapa saya berbicara." Jawab dari ujung telepon sana.
"Halo Direktur Mulyono, apakah Anda ingat saya. Terakhir saya mengobrol dengan Anda di sebuah jamuan yang diselenggarakan oleh Perusahaan Dirga. Saya Kasya Indira." Kata suara Kasya dengan suaranya yang lembut membuat Direktur Mulyono yang mabuk langsung terbangun.
"Ingat ! Ingat !" Direktur Mulyono yang sedang berbaring pun langsung terduduk.
"Ada apa Nona Kasya?" Tanyanya semangat.
"Begini... Direktur Mulyono Anda adalah pemasok kain pakaian terbesar Perusahaan besar Wajendra, baru-baru ini saya mendengar Perusahaan Besar Wajendra sedang berencana untuk menegosiasikan suatu proyek dengan Anda. Saya ingin berbicara dengan Anda tentang ini." Kata Kasya memberanikan diri.
"Ternyata ini." Direktur Mulyono di sisi lain telepon tampak ragu, lalu berkata.
"Kita bisa membicarakan masalah kerja sama dengan santai, tidak perlu terburu-buru." Ucapnya lagi.
Kasya mendengar Direktur Mulyono berkata demikian dan berpikir apakah dia tidak mau memberi kesempatan padanya. Kasya menggertakan giginya dan berkata dengan sopan.
"Direktur Mulyono, Anda juga tahu kesempatan kerja saat ini sangat sulit di dapat dan saya harap Direktur dapat memberi aku kesempatan.
"Begitu... sebenarnya aku akan membahas bisnis dengan beberapa Bos dalam tiga hari ke depan. Aku harap kamu dapat menemaniku, nanti aku juga akan memperkenalkan kamu pada beberapa Bos untuk bertemu. Pada saat itu peluang yang kamu dapatkan akan lebih dari sekadar peluang untuk bekerja dengan ku." Katanya.
Mendengar itu Kasya sedikit membeku, apakah Direktur Mulyono bermaksud untuk memintanya pergi bersamanya untuk menemani beberapa tamu minum anggur?
Tapi situasi saat ini tidak memungkinkan Kasya untuk berpikir panjang, ia ragu-ragu selama beberapa detik dan berkata.
"Oke, aku setuju. Tolong beri aku alamatnya, dan aku pasti akan datang tepat waktu." Pintanya.
"Sangat bagus, tempatnya di L'xury Hotel. Sekretarisku akan memesan ruangan, aku akan memberi tahu kamu nomer ruangannya sesegera mungkin." Kata Direktur Mulyono.
"Baiklah, terima kasih." Kasya pun menutup panggilannya.
Kasya berbaring lemah di tempat tidur kecilnya, ia memejamkan matanya. Merasa sangat lelah, Kasya sepertinya tahu apa yang akan terjadi dalam tiga hari. Tapi ia tidak memiliki tekad untuk mencegah hal-hal itu terjadi, dirinya sedang disiksa oleh kehidupan nyata dan tidak ingin memikirkan apa-apa lagi.
Tiga hari berlalu
Kasya duduk di depan cermin dan wajahnya dirias dengan riasan elegan yang sederhana. Sepasang mata yang indah terlihat penuh kesedihan, Kasya akhirnya memakai lipstik berwarna merah muda untuk memberi warna pada wajahnya.
Kasya menghela nafas pelan, ia mengenakan gaun sederhana berwarna hitam dengan punggung terbuka. Gaun ini dirancang oleh dirinya sendiri, gayanya berani dan menawan. Bagian bawahnya adalah renda hitam yang elegan. Bagian belakangnya berbentuk 'V' yang besar sehingga mengungkapkan punggung putihnya, yang membuat orang lain mau tidak mau memperhatikannya.
Kasya mengenakan sepatu hak tujuh sentimeter berwarna perak, dengan tekadnya yang kuat akhirnya berjalan keluar pintu dengan menjingjing tasnya.
Kasya menuju alamat yang diberikan dan sampai ke depan pintu ruangan yang baru saja diberitahukan oleh Direktur Mulyono. Ia memandangi pintu ruangan yang mewah itu lalu menarik nafasnya dalam-dalam. Kemudian berjalan masuk dengan seorang pelayan.
Setelah memasuki ruangan tercium bau alkohol dan asap rokok, lampu di dalam ruangan itu sangat redup dan musik yang dipasang sangat keras. Kasya melihat ada sekitar enam atau tujuh orang di dalam ruangan, tetapi ia tidak bisa melihat wajah orang-orang itu.
^Bersambung^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Siti Masitah
katanya kasya kuliah pinter..tapi mudah di bodohi y..
2024-11-05
0
™
semoga kasya aman🥺
2022-09-11
1
Noni Kartika Wati
jangan Sampek Kesya kenapa Napa Thor kasian
2021-11-12
0