Seminggu Berlalu....
Kasya sedang sangat murka, lamaran kerjanya terus saja ditolak. Pikirannya langsung mengingat kembali pemberitahuan pemecatannya seminggu yang lalu.
"Kasya, disaat percobaan pekerjaanmu sangat lumayan tapi gaya desainmu tidak cocok dengan desain yang Perusahaan kami harapkan. Maaf, kamu tidak diterima." Kata-kata itu terus terngiang di kepalanya
Bagaimanapun ia tidak bisa percaya, dirinya dipindahkan dari Kota Surabaya ke Kota Jakarta oleh Perusahaan pusat. Akhirnya di pesta ia bertemu dengan Randika, tanpa ada masalah apapun dirinya langsung kehilangan pekerjaan.
Kasya membanting keras-keras rancangan desainnya di dalam map dokumennya ke atas meja, ia memandang desainnya dengan pandangan dingin.
Desainnya adalah model pakaian Perusahaan Keluarga Wajendra dan arah perkembangan yang telah ia teliti dengan menghabiskan waktu yang sangat lama. Kemudian dirinya mengejar waktu hampir satu bulan bergadang menggambar rancangan desain. Sekarang mereka bilang 'tidak cocok', sungguh omong kosong besar!
Sekeras apapun dirinya berpikir kenapa dalam sekejap bisa berubah menjadi seburuk ini, ia tetap tidak menemukan jawabannya. Karena jelas-jelas dirinya juga tidak punya masalah dengan para rekan kerjanya, bahkan Wakil Direktur Bambang sangat puas terhadapnya. Tapi kenapa tiba-tiba ia dipecat, itulah pikiran dalam seminggu ini yang terus tertanam dalam pikirannya.
Sekarang Direktur Wajendra masih di Inggris, Kasya tidak memiliki kesempatan untuk bertemu dengannya. Lebih tidak memiliki kesempatan untuk menanyakan dengan jelas apa alasan dirinya dipecat.
Kasya melepas pakaiannya, berjalan masuk ke kamar mandi setelah hari yang melelahkan tapi tidak ada kemajuan, seperti hari-hari sebelumnya dirinya belum mendapatkan pekerjaan baru.
Masuk ke dalam bak mandinya, Kasya mulai memikirkan semuanya lagi dari saat pertemuannya dengan Randika waktu di pesta. Kemudian setelah itu keesokan harinya ia dipecat. Dirinya juga sudah mengirimkan CV-nya ke semua Perusahaan desain dan perancang di Kota ini, tapi bisa-bisanya tidak ada satupun Perusahaan yang memperkerjakannya. Benarkah seperti yang selama ini ada dalam pikirannya, itu semua perbuatan Randika?
Tapi ia merasa tidak ada lagi hubungan apapun dengan Randika, Kasya menggertakkan giginya kesal. Randika apa harus menekannya sampai tidak ada jalan keluar begini baru bisa melepasnya. Dirinya hanya ingin hidup dengan baik, merawat putranya baik-baik dan tidak ingin mengganggu kehidupan Randika.
Kasya mengepalkan tangannya, meringis merasakan sakit akibat ujung kukunya menusuk telapak tangannya, membuatnya kembali tersadar air hangat di bak sudah menjadi dingin.
Ia beranjak mencari handuk kemudian mengelap tubuhnya, mengenakan pakaian tidur lalu segera naik ke atas ranjangnya.
Sekarang ia memikirkan uang di buku tabungannya, bahkan mungkin tak bisa melunasi uang sekolah dan biaya hidup Byan bulan ini. Ia bahkan tak mempunyai uang sisa untuk berobat anaknya.
Disaat Kasya sedang memikirkan semua itu, ponsel Kasya berdering. Kasya mengangkat teleponnya karena terlihat nomer sahabatnya Ranti.
"Mama... " Saat Kasya mengangkatnya langsung terdengar suara anaknya.
"Hai, bayi kecilku. Bagaimana hari ini?" Tanyanya.
"Byan baik Ma. Tanyakan saja sama Ibu Ranti." Jawab anak kecil di ujung telepon sana.
"Baik... Baik... Mama tahu kalau Byan anak yang paling penurut." Kasya tertawa bercampur sedih, ia sangat merindukan anaknya itu.
"Mah, bukankah besok waktunya Mama datang melihatku? Jangan terlambat ya." Kata Byan penuh semangat karena akan bertemu Ibunya.
Suara Byan yang penuh pengharapan membuat Kasya merasa semakin sedih, ia melamun berpikir sejenak. "Tentu saja bayiku, Mama tidak akan terlambat." jawabnya berpura-pura dengan suara gembira.
"Byan, berikan ponselnya pada Ibu Ranti. Ada yang perlu Mama bicarakan dengannya." Ucap Kasya.
"Siap Mah."
"Ibu Ranti, Mama mau bicara," terdengar Byan memanggil sahabatnya Ranti.
*
"Byan, pergilah bermain bersama Marsya." ucap Ranti sambil mengelus kepala Byan.
Byan mengangguk dan berlari keluar.
"Kasya, bagaimana pekerjaanmu di kota Jakarta? Apakah baik-baik saja?" Ranti menodong Kasya langsung.
"Lumayan, hanya saja aku mau minta tolong satu hal yang lagi-lagi akan merepotkanmu." Pinta Kasya.
"Um, katakan saja."
"Ran... uang bulanan Byan kali ini mungkin agak sedikit. Bulan depan aku akan menggantinya, tidak apa-apa kan?" Kasya menutupi tentang kondisinya sekarang tapi suaranya tetap terdengar sarat akan kesedihan.
( Ranti adalah sahabat Kasya yang paling ter-segalanya ).
Ranti selalu membantunya merawat anaknya, dia sangat perhatian. Tapi sekarang dirinya malah harus menebalkan muka untuk mengurangi uang belanja bulanan anaknya, apalagi Ranti juga memiliki seorang anak.
"Hei! Aku kira apa. Kasya... Lain kali hal seperti ini tidak usah sungkan mengatakannya." ucap Ranti masih dengan suara cerianya. Semenjak Kasya menitipkan anaknya di rumahnya, Kasya selalu mengirimkan uang bulanan. Ranti sangat tidak enak hati, setelah sekarang Kasya berkata begitu ia jadi lebih tidak enak hati.
Sahabat kan orang yang bisa diandalkan saat kesulitan datang. Ucap Ranti dalam hati.
"Terima kasih Ran... kalau tidak ada kamu, aku tidak tahu harus bagaimana untuk bertahan hidup." ucap Kasya dengan mata berkaca-kaca lalu terisak menangis.
Ia yang sekarang selama lima tahun ini tidak banyak menangis, tapi sekarang setelah mulai menginjakkan kakinya di Kota Jakarta, dirinya mulai menangis lagi.
"Tidak masalah, Sya." Ranti mendengar isak tangisnya segera menghiburnya.
Ranti sudah mengenalnya sejak kuliah semester pertama, ia menyaksikan bagaimana Kasya dari *K**ahyangan terjatuh ke neraka*. Ia melihat bagaimana Kasya menjalani hidupnya dengan berani, dirinya terkadang tak bisa membayangkan bagaimana Kasya bisa bertahan hidup selama ini.
"Ran... ada satu hal lagi yang ingin kukatakan padamu. Aku bertemu dengannya... " Kasya menggigit bibirnya ragu.
"Randika?" Tanyanya. Ranti tahu yang bisa membuat Kasya yang ceria menjadi semuram ini hanyalah si sampah Randika.
"Um... " Kasya bergumam, ia menarik nafas panjang kemudian mengehembuskannya perlahan.
"Lalu, apakah terjadi sesuatu diantara kalian?" Tanya Ranti menyelidik, ia sebenarnya sudah bisa menduganya jika suatu hari Kasya akan bertemu Randika karena dia bekerja di Kota Jakarta, tapi tak menyangka akan secepat ini.
"Kami hanya berpapasan, lagipula aku juga melihat istrinya yang sekarang." jawab Kasya.
"Huh! Seorang pelakor yang naik pangkat. Tak ada bagus-bagusnya sama sekali! Cih!" Cibir Ranti menggebu-gebu.
"Kasya kamu harus bekerja dengan baik, tak usah perdulikan pelakor dan sampah itu. Percayalah padaku, kamu pasti akan menemukan pria yang lebih baik." Ranti menyemangatinya.
"Entahlah! Aku belum mempertimbangkan pria manapun sekarang, aku hanya ingin bekerja dengan baik dan mengumpulkan banyak uang!" Mendengar sahabatnya naik darah demi dirinya suasana hati Kasya pun terasa lebih baik.
"Baik, baik... terserah kamu saja. Kamu tahu kalau aku adalah teman yang paling pengertian. Apapun yang kamu lakukan pasti aku dukung!" Kata Ranti pasti.
"Iya. Kamu yang terrrrrrrr-baik. Aku sangat....hatsyiwww." Belum selesai bicara hidungnya terasa gatal.
"Sya, kamu flu? Apakah kamu kelelahan karena pekerjaanmu?" Tanya Ranti cemas.
" Tidak apa-apa." Sanggah Kasya cepat. Ia sebenarnya ingin sibuk bekerja dan terkena flu karena kesibukannya, tapi sekarang dirinya sudah seminggu ini menjadi seorang pengangguran.
Memikirkan tentang kondisinya saat ini, Kasya pun kembali mendesah. Ia menghentikan obrolannya dengan Ranti. "Ran, besok kita mengobrol lagi saat aku datang ke rumahmu. Sekarang aku ingin beristirahat dulu."
"Um, baiklah. Cepatlah istirahat, besok aku dan suamiku akan memasak banyak makanan favoritmu." Jawab Ranti.
"Ohya Sya. Aku lupa mengatakan sesuatu padamu. Mertuaku sedang berkunjung ke rumah, gaya hidup dan pola pikirnya tak sama dengan kita. Saat kamu besok kesini, kalau dia ada salah kata. Tolong jangan pedulikan." Pinta Ranti.
"Tentu saja, aku tak akan memedulikannya. Karena seorang Ibu adalah Orang tua, aku maklum jika pola pikirnya berbeda, tenang saja." Jawab Kasya.
"Baiklah kalau begitu." Ranti sedikit menghembuskan nafas lega.
Ranti sebenarnya teringat setelah mertuanya ada dirumah, mertuanya itu berkata kepada Byan yang tidak enak didengar. Dirinya hanya tak enak hati pada Kasya.
^Bersambung^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Erna Wati
pergi aja ko bingung perkerjaan bkn di jakarta aja kan
2024-12-23
0
Siti Masitah
ya..pindahlah kasya dri jakarta..
kok bertahan di sana ...botol
2024-11-05
0
ɐddO uoǝſ oǝS ɐʎuıɹʇsI
Kasya wanita tangguh....🤗.
pasti bisa menghadapi ini semua....🤗
2022-09-11
0