2 Minggu kemudian, Raina semakin kurus, hanya bicara saat di tanya, raganya seperti cangkang kosong tanpa isi.
Bu Lidya dan pak William yang khawatir hanya mampu menemani Raina saat dia mulai menangis, bagaimanpun Raina baru saja kehilangan ayahnya.
"Udah nggak usah nangis, kamu itu bisanya cuma nangis, nggak bisa apa-apa". kata Marni memarahi Aleta saat Aleta menumpahkan jus jambu di lantai.
"maaf, Aleta nggak sengaja". bibir mungilnya bergetar karena ketakutan.
"bersihin sekarang, dan jangan nangis". Marni melempar kotak tissue yang mengenai kaki Aleta.
"sakit.. ". kata Aleta pelan.
Raina yang mendengar keributan itu langsung masuk dari balkon dan menghampiri mereka.
"ada apa mbak?"
"ah ini mbak, Aleta numpahin jus". Marni menunjuk tumpahan jus yang menggenang di lantai.
"sini Tante bantu". Raina ikut berjongkok dan membantu Aleta.
"terima kasih Tante". Aleta tersenyum tipis dengan mata sembab.
"mbak, nggak usah di bantu, biar dia mandiri, mas Allan ngga mau dia jadi anak manja".ucap Marni setengah membentak Raina.
"main sama Tante yuk sayang". Raina meraih tangan kecil Aleta, Aleta bangkit dan mengikuti Raina, namun tiba-tiba dia berhenti ketika Marni melihatnya dengan tatapan penuh ancaman ke arahnya.
"Tante, Aleta harus belajar, maaf ya". Aleta melepas genggaman tangan Raina dan segera menghampiri Marni.
"ah.. iya". Raina heran, kenapa Aleta terlihat takut kepada Marni.
Malam harinya, Aleta makan bersama anggota keluarga lainnya, dia memilih duduk di sebelah Raina, Aleta ingin dekat dengan Raina.
"mau Tante suapin?"
"Aleta sudah bisa makan sendiri kok Tante". senyum ceria mengembang di wajah imut Aleta.
"ih..pinternya". Raina membelai puncak kepala. Aleta dengan lembut.
"rain, besok kamu cari kampus aja ya, biar ada kegiatan, kamu pengen kuliah jurusan apa?" tanya pak William yang sedang menikmati sate ayamnya nya.
"Raina belum mikirin kuliah pak, belum punya referensi jurusan juga".
"besok kalo kamu sudah pengen kuliah bilang bapak, nanti biar di anterin Allan nyari kampus yang bagus".
"jadi dokter aja ya rain?" kata Bu Lidya menyela.
"ah.. dokter? jangan ma, mahal sekolahnya". jawab Raina sungkan.
"ngga apa-apa, jangan pikirkan biaya rain". jawab pak William.
"iya, kamu jadi dokter saja". kata Allan yang selama ini tidak pernah bersuara.
"tuh, bener kan Al, Raina jadi dokter aja ya?"
"iya ma, nanti Raina pikirin". Raina melirik tangan kecil Aleta yang belepotan terkena kecap, Dengan sigap Raina mengambil beberapa helai tisu untuk mengelapnya, lalu melepas daging ayam dari tusuknya untuk memudahkan Aleta.
"terima kasih Tante". kata Aleta dengan senyum tulusnya. Bu Lidya dan pak William menatap kagum pada Aleta yang anteng saat bersama Raina. sedangkan Allan terlihat tidak perduli.
-
"Aleta, ayo cepat, kamu tuh tidur susah banget di bangunin, jadi kesiangan kan". bentak Marni pada Aleta yang berusaha memakai sepatunya sendiri.
"iya, Aleta lagi pake sepatu bi".
"nggak usah bantah bibi, nanti bibi bilangin papa kamu biar dia nggak sayang sama kamu".
"mbak, jangan kasar-kasar sama Aleta". kata Raina pada Marni.
"mbak Raina itu baru tinggal di rumah ini, jadi nggak tau peraturannya, saya itu bebas didik Aleta sesuai keinginan saya, itu perintah mas Allan, mbak nggak usah ikut ngatur saya". Marni melengos seolah tidak suka dengan kata-kata Raina.
"Marni.!!!" suara Allan menggema di lorong antara kamar-kamar yang berhadapan.
"i..iya mas?"
"Raina itu juga anggota keluarga William, kalo kamu ngga bisa menghormati dia, silahkan kamasi barang-barang kamu". kata Allan dengan nada tegas mengintimidasi.
"ma.. maaf mas".
"dan satu lagi, saya nggak suka kamu panggil saya mas".
"iya pak". Marni menunduk ketakutan.
Allan berlalu begitu saja, meninggalkan Raina, Aleta dan Marni. Raina menyoroti pakaian serba ketat Marni yang akan dia gunakan untuk mengantar Raina ke kesekolah, Bu Lidya memang meminta Marni untuk mengenakan pakaian biasa saat ke sekolah, agar Raina tidak di kucilkan oleh teman-temannya karena selalu di antar oleh pengasuhnya.
Setelah kepergian Allan, Marni melirik Raina dengan sinis, seolah dia merasa di kalahkan oleh orang yang baru saja menginjak rumah ini, Aleta yang telah selesai memakai sepatu juga hanya mematung menunggu aba-aba dari Marni.
"ayok berangkat". Marni menyeret Aleta penuh emosi.
"mbak.!!" seru Raina pada Marni saat melihat Aleta kesusahan menyamai langkahnya. Marni yang tidak mengindahkan seruan Raina , malah mempercepat langkah kakinya.
Raina kembali menyendiri di balkon, merasakan gerimis pagi dan angin dingin yang menyapu wajahnya.
"apa karena nama kamu rain jadi kamu suka hujan-hujanan?" suara Allan yang tiba-tiba ada di pintu balkon, Raina hanya mengulas senyum kecut padanya.
"kapan kamu akan mulai kuliah?"
"sebentar lagi mas, pikiran Raina masih ngga karuan".
"bumi itu terus berputar, jika kamu terus diam,maka kamu yang akan tertinggal".
"iya mas, sebentar lagi, Raina butuh waktu sebentar, semuanya berubah dalam hitungan hari, Raina ngga siap". air mata Raina mulai menggenang di pelupuk matanya.
"ngga usah nangis, seberat apapun hidupmu, kamu harus tetap jalani, jangan cengeng, masih banyak orang di luar sana yang nasibnya lebih buruk daripada kamu".
"iya". Raina hanya menjawab singkat ceramah dari Allan, dalam hati Raina, sebenarnya dia mengumpat, bagaimana bisa anak orang kaya berbicara tentang beratnya kehidupan, apa yang dia tau tentang itu.
"rain, kamu suka main sama Aleta?"
"iya, Aleta cantik, dia lucu".
"ya sudah". Allan melangkah masuk kembali ke rumah. "jangan hujan-hujanan nanti kamu sakit". lanjutnya tanpa menoleh pada Raina.
"iya"
-
Keesokan harinya, setelah mandi Raina membuka lemari pakaian yang telah di penuhi barang-barang yang kemarin dia beli bersama Bu Lidya. Raina mengambil dress selutut warna biru muda, tampak cantik meski hanya dengan sapuan tipis tiptint warna merah muda.
"pagi sayang, kamu cantik sekali".
"terima kasih ma".
"kamu mau kemana rain?" tanya pak William.
"Raina boleh mengantar Aleta ke sekolah?"
"jangan nak, nanti kamu kerepotan".
"nggak ma, Raina bosan di rumah".
"kita shopping aja ya?" kata Bu Lidya mencoba merayu Raina.
"kemarin kan sudah ma".
"ah iya, kita ke salon aja gimana?" Raina menggeleng, Bu Lidya hanya bisa pasrah ketika melihat anak gadisnya mulai terlihat sedih.
"ya sudah, nanti kalo capek pulang ya, minta di anter pak Doni".
"iya ma". jawab Raina dengan mata berbinar.
"selamat pagi cucu eyang yang cantik". kata pak William menyapa Aleta yang sedang menuruni tangga.
"eyang papa nggak kerja hari ini?" Aleta langsung mencium pipi pak William sambil melirik Allan yang ada di sebelah pak William.
"eyang papa kerja, kalo ngga kerja nanti Aleta beli mainan pake apa?"
"pake uang papa". Aleta tidak sedikitpun mengalihkan lirikannya dari Allan yang sedang sibuk dengan Hpnya.
"Aleta, hari ini tante antar ke sekolah ya". Raina meminta persetujuan dari Aleta.
"serius? asikkk..Aleta di Anyer Tante cantik". Aleta terlihat girang, tapi tidak dengan Marni, wajahnya di tekuk dari kemarin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Mia Sukatmiati
aneh kok mamanya Allan kayak gak ada sayang sayangnya sama Aleta,,pdhl begitu sayang dan welcome sama Raina yg bukan siapa siapanya,,ada apa dengan Aleta
2023-06-01
0
Rosnadiar Sadar
eee kok pembokat rasa majikan tuh😀😀😀
2021-08-09
0
𝕤𝕒𝕟𝕠
allan juga gak tau diri sama anak sendiri.. ibunya juga.. anak kecil kok PENGASUHNYA BENTAK2 kok di diemin aja.. menungso opo udu
2021-03-22
1