Rasa tidak nyaman yang dirasakan oleh Erik saat ini. Dengan perlahan, ia membuka kedua matanya. Keadaan masih belun terkumpul.
"Sudah bangun ?"
Indra pendengaran Erik menangkap suara laki-laki yang tak asing. Ia sedikit menggeleng-gelengkan kepalanya agar kesadarannya sepenuhnya bangun.
Erik melihat sekelilingnya. "Bukankah ini kamarku ?"
Erik mencoba mengingat-ngingat terakhir apa yang telah terjadi kejadian sebelumnya. Beberapa detik kemudian, ia teringat. Tiba-tiba listrik padam, lalu ia terjatuh pingsan setelah mendapat pukulan keras di tengkuknya.
Erik ingin berdiri, namun tidak bisa. Ternyata kedua tangan dan kedua kakinya terikat tali rafia. Meski rafia, tapi ikatannya sangat erat.
Erik terkejut, dirinya terduduk di kursi kayu yang entah dari mana datangnya. Yang jelas, sekarang ia terikat di kursi kayu di dalam kamarnya.
"Suutttttttt....! Tenang, jangan panik."
Erik menoleh ke arah sumber suara itu. Ia terbelalak melihat sosok laki-laki yang sangat tidak asing baginya.
Hmp...!! Hmp...!!
Erik mengerut dahinya, padahal ia ingin mengakatan kata-kata mutiaranya. Tetapi suaranya tidak keluar, dan mulutnya rapat tertutup.
Beberapa detik kemudian, Erik baru menyadari kalau mulutnya ditutupi lakban. Erik menatap marah, ia ingin sekali menghabisi sosok Jonathan yang berdiri di depannya.
Namun ada sosok lagi yang membuatnya terkejut. Ia melihat juga sosok Sandi yang berdiri di belakang Jonathan. Sandi hanya memasang wajah datarnya.
"Hmp..!! Hmp..!!
"Sial pemandangan macam apa ini ? Apa dia dipihaknya dan menghianatiku, Riki, dan yang lainnya ?" tanya Erik dalam hati.
Jonathan mendekati Erik. Ia berjongkok di hadapan laki-laki itu. "Kalo ngomong yang jelas."
Nafas Erik memburu. Ingin sekali rasanya memukul wajah Jonathan. Namun apa daya, ikatan rafia yang mengikat kedua tangan dan kedua kakinya sangat erat.
Jonathan menoleh kepalanya sedikit, ia melirik ke arah Sandi yang berdiri di belakangnya. "Sandi, berikan korek Api-mu ?"
Erik mengerut dahinya. "Korek Api ?"
Dengan sangat terpaksa, Sandi memberikan korek gasnya kepada Jonathan. Jonathan menerimanya, lalu ia simpan di saku celananya. Jonathan menatap Erik dengan senyumannya.
"Kita langsung saja. Kamu ingin dipihak Riki, atau dipihakku ?" tanya Jonathan sambil mengangkat alis sebelahnya sambil tersenyum.
Erik tidak menjawab, namun matanya sedikit gerak, seakan memberi kode. Jonathan dapat melihat itu, dan ia paham. Jonathan langsung menggulingkan tubuhnya ke samping.
BUGH !!
Yang awalnya ingin memukul kepala Jonathan, tapi wajah Erik yang terkena pukulan Sandi. Erik yang masih duduk terikat di kursi kayunya, pun terjatuh kebelakang.
Jonathan terkekeh melihatnya. Ia sudah menduga, kalau Sandi suatu saat akan menyerangnya dari belakang.
Jonathan berdiri, Sandi juga berdiri tegap di depannya. Jonathan hanya tersenyum. "Sepertinya kamu tidak bisa menahan kekesalanmu kepadaku ya ?"
"Jangan salah kira, aku memang bisa menghianati teman-temanku. Tapi aku juga bisa menghianatimu." kata Sandi.
Jonathan mengangguk-angguk kepalanya, sambil memegang dagunya. Dia benar-benar terlihat santai. "Benar juga. Lalu kamu ingin menghabisiku ?"
BUGH !!
Tubuh Jonathan terdorong ke belakang setelah wajahnya terkenal pukulan keras Sandi. Jonathan terbaring tak sadarkan di lantai.
Sandi berdiri di depannya. "Cuma satu pukulan saja, sudah pingsan. Bisa-bisanya aku takut sama anak culun ini. Ternyata dia gak pandai sama sekali dalam berkelahi. Kenapa gak dari kemarin-kemarin aja aku hajar dia kalau tau dianya gak bisa bela diri. Dia cuma berani bermain curang."
Sandi berjalan mendekati Erik yang dari tadi meronta ingin melepaskan diri. Sandi membenarkan posisi duduk Erik yang terjatuh. "Maaf Erik, tadi aku tidak sengaja."
Erik yang masih terikat, dan mulutnya masih dilakban hanya memutar bola matanya. Sandi pun mencoba melepaskan tali rafia yang mengingat Erik.
Erik terbelalak melihat sosok yang sudah berdiri di belakang tubuh Sandi. "Hmp...!! Hmp...!!"
Sandi mengerut dahinya. "Kenapa kamu ?"
JLEB !!
"Aggrrhhh !!" tiba-tiba Sandi berteriak.
Punggungnya tertusuk Pisau. Sandi meringis kesakitan, ia berlutut di lantai, lalu ia menoleh kebelakang, ternyata Jonathan yang menusuknya. Pisaunya belum dicabut, dan masih tertusuk dipunggungnya
Ternyata Jonathan hanya pura-pura pingsan setelah mendapat pukulan dari Sandi.
"Sejak kapan, dia punya pisau ?" batin Sandi.
Sandi tak tau kalau Jonathan membawa Pisau. Karena saat berangkat ke rumah Erik, Jonathan tidak membawa senjata apapun.
Namun ia teringat, saat ia dan Jonathan memindahkan tubuh Erik saat pingsan ke dalam kamar, Jonathan pergi ke dapur dengan alasan ia ingin minum karena haus.
Sandi menyimpulkan, berarti saat Jonathan pergi dapur, dia tak hanya minum, tapi dia juga mengambil pisau dapur. Itupun tanpa sepengetahuannya.
Sandi tersenyum mengejek sambil meringis kesakitan. "Kamu hanya berani menusukku dari belakang, kamu benar-benar licik."
Jonathan tidak menjawab, ia menendang punggung Sandi. Sandi pun terjatuh tengkurap di lantai. Jonathan pun menduduki punggung Sandi. Lalu ia mencabut pisaunya.
Darahnya keluar begitu deras dari punggungnya. Sandi meringis kesakitan, tenaganya melemah, mungkin karena darahnya cukup banyak yang keluar dari luka tusuknya.
Jonathan yang duduk di punggung Sandi, ia terkekeh, lalu dengan tenang dan santainya, ia berkata. "Pada dasarnya, aku memang tidak menguasai hal-hal yang berbau tentang teknik bela diri sepertimu. Jika ada yang mengatakan kalau aku adalah manusia yang licik ? Aku hanya cukup menjawab, Benar. Apapun akan kulakuan agar aku bisa menang saat melawan musuhku. Meski aku harus membunuhnya."
Yap, dikehidupan sebelumnya, ia memang tidak pandai teknik bela diri dan semacamnya. Ia hanya mangalahkan musuh dengan caranya sendiri.
Semua yang ada disekelilingnya adalah senjatanya. Entah dari pasir, tanah, batu, baju, ikat pinggang, tas ransel, buku, jaket, peralatan dapur dan lain-lainnya, semua itu adalah senjatanya.
Meski dikatakan curang oleh lawannya, ia tidak pernah peduli. Yang terpenting, dia menang. Ia akan melakukan cara apapun dan tidak ragu-ragu untuk menghabisi musuhnya.
JLEB...!! JLEB...!! JLEB...!!
"Aaagggrrrrhhh, hentikan !!"
Sandi berteriak Kesakitan. Jonathan tak menghiraukannya. Jonathan terus menusuknya berkali-kali. Mungkin sudah ada 10 tusukan yang Sandi dapat.
.....
Jonathan telah menghentikan aktifitasnya. Suara Sandi sudah tak terdengar, tepatnya ia tewas. Jonathan berdiri dari duduknya. Lalu ia menatap laki-laki yang masih diam duduk terikat di kursi kayunya
Tubuh Erik gemetaran. Dia takut, ya rasa sekarang yang ia rasakan saat ini adalah ketakutan bukan main.
Jonathan menatap Erik degan wajah datarnya. Tangan Jonathan mengambil korek Api dari saku celananya. Lalu ia nyalakan.
Erik hanya meronta-ronta. "Hmp..!! Hmp...!!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
🍁Angel💃🆂🅾🅿🅰🅴⓪③❣️
wah Jhonatan makin keren ... tapi kurang sadis nyiksanya masa iya baru di siksa langsung mati ..🙄🙄
2023-10-15
1
Ummun Zakiyah
kurang sadis sih harusnya dinikmatin pelan pelan dikuliti , mulutnya disobek , lidahnya dipotong , dll
2022-06-28
0
SonDe
𝚜𝚊𝚍𝚒𝚜 𝚊𝚖𝚊𝚝 𝚕𝚞 𝚝𝚑𝚘𝚛
2021-12-19
0