Tengah malam Bulan mendengar Ibunya merintih, Bulan terbangun. Ia langsung menghampiri Ibunya, Bulan terkejut karena tubuh Ibunya begitu panas. Ibunya mulai meracau tidak jelas.
"Angan inggalin ku as,"racau Ibu. Bulan segera membangunkan Ibunya. Bulan tahu Ibunya sedang memimpikan Ayahnya. Bulan menepuk pelan pipi Ibunya. Perlahan mata Bu Widya terbuka.
"Uan." Ibu meneteskan air mata. Bulan sangat tahu perasaan Ibu, ditinggalkan oleh laki-laki yang sangat dicintainya demi wanita lain itu memang sungguh menyakitkan, mengikhlaskan itu bukan perkara yang mudah, terkadang mengikhlaskan menjadi jalan buntu karena memang sudah tidak ada pilihan lain selain ikhlas.
"Ibu, badan Ibu panas, Bulan kompres yah, Bulan ambil kain sama air dulu yah Bu." Bulan memanaskan air, Bulan mengompres Ibunya menggunakan air hangat.
"Ibu tidur lagi aja yah, Bulan jagain Ibu." Ibu mengangguk perlahan. Bulan dengan telaten mengompres dahi Ibunya walaupun dirinya masih mengantuk.
Sudah hampir subuh tapi demam Bu Widya tak kunjung hilang. Bulan mulai lemas karena semalaman tidak tidur. Bulan juga mulai panik karena Tubuh Ibunya mulai menggigil.
"Uan, uan."
Bulan langsung memeluk Ibunya, "Bulan panggil tetangga dulu yang punya mobil ya Bu." Bulan meminta bantuan agar Ibunya bisa dibawa ke rumah sakit.
Bulan segera berlari menuju rumah Mang Sobar. Bulan berkali-kali mengucapkan salam sampai akhirnya Mang Sobar membukakan pintu rumahnya. Bulan langsung meminta tolong pada Mang Sobar untuk membawa Ibunya ke rumah sakit.
Mang Sobar langsung dengan sigap mengeluarkan Mobilnya lalu membantu Bulan memapah Ibunya masuk kedalam mobil. Mereka langsung bergegas ke rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit, Bu Widya langsung dilarikan ke UGD untuk diperiksa. Bulan begitu khawatir dengan Ibunya. Penyakit Ibunya semakin lama semakin menggerogoti tubuh Ibunya.
Bulan menunggu di ruang UGD. Ia mulai bingung harus membayar rumah sakit dengan apa. Tabungannya sudah ludes untuk biaya perawatan Ibunya selama ini. Mau meminta pada Ayahnya ia merasa gengsi. Tapi Bulan bingung, biaya rumah sakit sangatlah besar.
Perawat rumah sakit sudah memasang infus di tangan Bu Widya. Bu Widya juga sudah di ambil darahnya untuk memastikan penyebab demam Bu Widya yang tak kunjung turun.
Dokter lalu menghampiri Bulan, memberi tahu kondisi Ibunya. Sebentar lagi Ibunya akan dipindahkan ke ruang rawat inap namun Bulan harus mengurus administrasi terlebih dahulu. Bulan bingung, uangnya tinggal 300 ribu, tidak cukup untuk biaya rumah sakit.
Bulan akhirnya memutuskan untuk ke rumah Ayahnya demi Ibunya. Bulan sudah tidak perduli lagi dengan harga diri demi nyawa Ibunya, demi kesehatan Ibunya. Sebelum pergi Bulan berpamitan terlebih dahulu pada Ibunya.
"Bu, Bulan ngurus administrasi dulu yah, Ibu disini dulu yah sama Mbak mbak perawat, mereka baik kok Bu,"ucap Bulan.
Ibu mengangguk, raut wajahnya sendu, Bu Widya sebenarnya kasihan dengan putri semata wayangnya. Di usia Bulan yang terbilang sangat muda, ia harus banting tulang dan mengurusnya yang tidak sehat. Masa muda yang indah di habiskan untuk bekerja dan merawat Bu Widya.
Bulan bergegas keluar dari rumah sakit, ia memesan ojek online menuju rumah ayahnya. Tapi sebelumnya Bulan mengirim pesan singkat pada Jesika, hari ini Bulan izin tidak masuk kerja. Bulan juga mengirim pesan pada bosnya izin tidak masuk kerja.
Sesampainya di rumah Ayahnya, Bulan langsung meminta izin pada pak satpam untuk masuk ke dalam. Pak Satpam yang memang sangat mengenal majikannya itu segera membukakan pintu untuk Bulan.
"Terimakasih ya Pak, Ayah saya ada kan Pak?" tanya Bulan. Bulan berharap semoga saja Ayahnya belum berangkat ke kantor.
Bulan langsung masuk lewat pintu utama. Bulan mengetuk pintu lalu mengucapkan salam. Pintu dibuka, ternyata yang membuka Bi Wati.
"Ya Allah, neng." Bi Wati langsung memeluk Bulan.
"Bi, Ayah ada?"
Bi Wati mengangguk, "Ada, lagi sarapan Neng, ayo sarapan bareng-bareng Neng."
Bulan dan Bi Wati masuk ke dalam, ke ruang makan. Pak Permana, Laras juga Sarah terkejut melihat Bulan yang pagi-pagi sekali sudah datang kerumah.
Sarah melirik Bulan dengan sinis, "Pasti mau minta duit."
"Saya tidak ada urusan denganmu,"jawab Bulan.
"Yang sopan dengan Adikmu Bulan,"celetuk Pak Permana.
"Bulan tidak pernah merasa mempunyai adik," jawab Bulan ketus.
"Bulan kesini juga bukan ingin bertengkar, Bulan ingin bicara dengan Ayah,"ucap Bulan.
"Sarapan dulu Lan," ucap Pak Permana. Sementara Bu Laras nampak diam membatu, tidak perduli dengan kehadiran Bulan.
"Tolong Yah, Bulan sedang buru-buru, Bulan tidak bisa lama-lama disini karena Ibu sekarang dirumah sakit." Pak Permana langsung menatap Bulan. Ia lalu menghampiri Bulan, membawa Bulan ke ruang tamu.
Bulan duduk di samping Ayahnya, "Ayah, Bulan mohon, izinkan Bulan meminjam uang pada Ayah untuk biaya rumah sakit Ibu."
"Jika untuk Ibumu, Ayah tidak akan memberikannya,"ucap Ayah ketus.
"Ayah, sekali ini saja, jika Ayah tidak mau, Bulan akan jual diri untuk membiayai pengobatan Ibu, Bulan sudah tidak punya uang Yah, tolong sekali ini saja Yah."
"Tidak Bulan, jika untuk Ibumu, Ayah tidak akan pernah memberikannya."
"Oke, jika itu mau ayah, Bulan akan jual diri." Bulan bergegas pergi meninggalkan rumah Pak Permana. Bulan tidak mengerti kenapa Ayahnya begitu membenci Ibunya, padahal menurut Bulan, Ayahlah yang bermasalah.
Bulan keluar dari rumah Ayahnya dengan perasaan kecewa. Bulan bingung harus bagaimana. Saat melewati gerbang. Bulan melihat mobil Arkan masuk kedalam. Arkan juga terkejut melihat Bulan keluar dari rumah Pak Permana. Bulan cuek melihat Arkan yang tengah menyetir sambil menatapnya. Bulan segera memesan ojek online. Bulan berencana ke cafe jomblo, mengajukan kasbon ke Bosnya.
...***...
"Kuncoro, tolong handle kantor dulu yah, aku mau ke cafe jomblo, mau beli kopi, pakai mobil masing-masing yah,"ucap Bintang.
Kuncoro melirik Bintang sambil mengedipkan mata. Bintang balas melirik Kuncoro dengan tubuh bergidik.
"Heh, kenapa ngedip-ngedip? serem ih."
Kuncoro tertawa terkikik, "Ih Bos, tenang, akika nggak bakal naksir yey, bisa digebug Mamih nanti."
"Kepret ya kalau berani naksir." Bintang menatap Kuncoro dengan wajah garang.
"Eh bos, yey kayanya bukan mau beli kopi, tapi mau lihat yang bikin kopi kan bos," ledek Kuncoro.
"Brisik deh, nggak usah bergosip," ucap Bintang sambil membuka pintu mobilnya.
"Pokoknya handle kantor dulu," sambung Bintang.
"Sip bos." Kuncoro masuk ke dalam mobil yang lain.
Bintang bergegas menuju cafe jomblo. Sesampainya di cafe jomblo, Bintang melihat Bulan yang baru saja turun dari ojek online.
Bintang segera turun dari mobilnya. Bintang menghampiri Bulan. Bintang melihat Bulan begitu pucat. Kantung matanya terlihat menghitam. Bulan tidak menggunakan seragam barista yang biasa ia pakai.
"Bulan...Bulan."
Bulan menengok, "Eh, Pak Bos."
"Kamu pucat Lan."
"Nanti aja saya ceritain, saya mau ketemu Bos dulu, hari ini mau izin nggak masuk."
"Kenapa memangnya?"
"Darurat Pak Bos, saya lagi buru-buru." Bulan bergegas ke masuk ke dalam cafe. Bintang mengikutinya dari belakang.
Jesika yang bertugas menyambut pelanggan langsung menghampiri Bulan dan menanyakan keadaan Ibu Bulan.
"Lan, gimana Ibu kamu?" tanya Jesika.
"Masih di rumah sakit Jes, oh ya Bos kemana?"
"Bos nggak masuk kali, belum datang."
Bulan terlihat lemas, ia duduk disalah satu kursi di cafe jomblo. Wajahnya sendu, ia khawatir dengan Ibunya sekaligus memikirkan biaya rumah sakit. Bintang menghampiri Bulan.
"Bulan, Ibu kamu sakit?"
Bulan mengangguk, ia nampak tidak bersemangat menjawab pertanyaan Bintang.
"Bulan, ada apa?"
Bulan berlari ke tempat istirahat Barista. Bintang ikut mengejar Bulan. Bulan duduk sambil menundukan kepalanya. Ia menangis, setelah sekian lama tidak bisa menangis. Bulan sudah tidak bisa menahan sesak di dadanya. Bintang bingung melihat Bulan yang tiba-tiba menangis.
"Lan, kenapa?" tanya Bintang. Bulan hanya menggeleng.
"Bulan."
Bulan menatap Bintang, "Pak bos, bisa bantuin saya nggak?"
Bintang tersenyum, "Bantuin apa?"
"Pak bos pasti punya banyak teman bos-bos yang kaya raya, tolong carikan 1 saja."
Bintang mengerutkan dahinya, "Mau buat apa?"
"Mau jual perawan saya."
Bintang menatap Bulan dengan tatapan marah, "Bulan." Bintang membentak Bulan sampai Bulan terperanjat.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
( Maaf pemirsah🤭 baru nongol lagi, habis bagi rapot, q bner2 istirahat 2 hari tdur full. mbak santi Wa aktif, Ig aktif juga. Iya cintah, wifi nya on terus, ga q matiin, jd kliatannya q aktif trs.🤭 pdhl orange molor syg, lg ada tukang jg, rumahe lg d utik2😆 jd berisik jg ga bsa konsen nulis, ini nulis d rumah tetangga sambil ngobrol, sambil d selingi nulis, mf klo bnyk typo yah😘😘, sekarang Alhamdulillah badan udah seger mak, udah ga pegel2 lg, ga demam lagi, besok2 semangat up pokoke)
Ditunggu komen sampai 150 nya, nanti up lagi🤭
Salam sayang,
Santypuji
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Lha-Lha Dwi
ya Allah sampai ikut nangis
2023-06-30
0
канف
amit amit ih pak permana
2023-02-06
0
Raditya Permana.P
bulan jangaaaaan 😣😣😣😣😣
2023-01-17
0