"Hais, enak saja, kalau mau dipanggil Konita, tuh burung perkutut Mamih disleding nanti pakai gergaji."
Bulan tertawa terbahak-bahak, ia malah jadi membayangkan Kuncoro yang berteriak histeris ketika akan disleding Tante Bela.
"An ... an ..." Ibu Widya memanggil Bulan. Bulan segera beranjak dari tempat duduknya, menghampiri Ibunya.
"Ibu ..." Bulan menyentuh dahi ibunya. Bulan mengucapkan hamdalah karena suhu tubuh Ibunya sudah tidak panas lagi.
Mamih Bela menghampiri Bu Widya, Bu Widya terkejut melihat Mamih Bela yang kini tengah berdiri disamping Bulan.
"La."
Mamih Bela menghampiri Bu Widya lebih dekat, Mamih Bela lalu menggenggam tangan Bu Widya.
"La" Air mata Bu Widya akhirnya luruh juga, begitu juga dengan Mamih Bela. Bulan juga ikut terharu melihat Mamih Bela dan Ibunya menangis.
"Sudah jangan nangis, luntur tuh cantiknya Say,"ucap Mamih Bela.
"La uga nis." Mamih Bela mengusap air matanya, Mamih Bela juga mengusap air mata Bu Widya. Mamih Bela begitu iba melihat keadaan Bu Widya. Mamih Bela tidak menyangka semua akan terjadi seperti ini.
"Cepat sembuh ya, nanti kita arisan bareng, jalan bareng." Mamih Bela berusaha menyemangati Bu Widya.
Bu Widya menggeleng, "Au lek la."
"Siapa yang bilang kamu jelek? si Maemunah itu, ih nanti aku cocol pake sambel tuh mulut Maemunah, kamu selalu yang tercantik Say, sekarang makan yah, aku suapin yah, kapan lagi disuapin sama wanita paripurna ini." Mamih Bela tergelak, begitu juga dengan Bu Widya. Bulan begitu senang melihat Ibunya tersenyum sumringah, Bu Widya terlihat sangat ceria saat disuapi Mamih Bela.
...***...
Sampai sore hari Mamih Bela masih setia menemani Bu Widya di rumah sakit. Atas perintah Mamih Bela, Bulan juga istirahat sampai sore. Pintu ruang rawat inap terbuka, ternyata Bintang yang datang.
Bintang melihat Mamihnya sedang mengobrol dengan Bu Widya, Bintang juga melihat Bulan tengah tertidur di sofa. Bintang menghampiri Mamihnya.
"Mamih kok masih di sini?" tanya Bintang.
"Kamu juga mau apa kesini?" Mamih Bela memang paling bisa bikin Bintang mati kutu,😆 Bintang terdiam, bingung harus menjawab apa.
"Mau ketemu Bulan?" Mamih kembali bertanya sambil tersenyum lalu mengerlingkan sebelah matanya. Hadeh dasar nenek-nenek paling bisa yah soal ledek meledek.
"Mau jemput Mamih,"Celetuk Bintang.
"Mau jemput Mamih tapi tadi kok malah tanya kenapa Mamih masih disini sih?"
Bintang terdiam, kali ini ia takut salah jawab. Memang paling fatal kalau mengajak Mamih berdebat. Wanita memang paling pintar dalam menjawab dan memutar-mutar pertanyaan, mungkin otaknya memang sudah disetting seperti itu dari sananya.😆
Bintang tidak menjawab, tapi malah mengajak Bu Widya bersalaman.
"Tante sudah baikan?"
Bu Widya mengangguk, "Asih ya."
"Ini anak bujang ku Wid, bujang lapuk." Mamih tergelak.
"Mamih."
"Jual mahal banget." Mamih melirik Bintang.
"Jual mahal juga banyak yang antri Mih, apalagi kalau pakai diskon, bisa-bisa yang antri dari Sabang sampai Merauke Mih."
"Ah jangan banyak ngayal, mana bawa ke rumah."
"Au ah." Bintang meninggalkan Mamihnya lalu menghampiri Bulan. Bulan masih tertidur lelap, entahlah kenapa mata Bintang malah tertuju pada leher bulan lagi. Leher Bulan memang meresahkan, ngajakin berumah tangga.
Mamih Bela Melihat Bintang yang melongo melihat Bulan tertidur langsung menghampiri Bintang lalu mengusap wajah Bintang dengan telapak tangannya.
"Woy, otaknya pasti lagi traveling kemana-mana nih pasti, mulai nakal yah bujang Mamih."
"Ih Mamih."
"Ngiler tuh."
Bintang meraba bibirnya, "Rese Mamih ih."
Mamih Bela membangunkan Bulan karena hari sudah sore. Bulan langsung terbangun. Bulan memegangi kepalanya yang sedikit berdenyut.
"Maaf yah Tante, Bulan tidurnya kelamaan yah."
" Nggak apa-apa, kamu pasti lelah, mandi gih, udah sore Lan."
Bulan mengangguk, lalu menyapa Bintang.
"Eh Pak Bos."
"Mandi Lan, habis itu kita keluar beli makan yah, mumpung masih ada Mamih yang jagain Ibu kamu."
"Modus." Celetuk Mamih Bela sambil terkekeh. Bulan hanya tersenyum melihat Mamih Bela dan Bintang yang saling lirik.
Bulan ke kamar mandi, sementara Bintang membuka jasnya, ia menggulung kemejanya sesiku lalu memainkan ponselnya. Selesai mandi Bulan menghampiri Ibunya.
"Ibu, Bulan beli makan dulu yah, Ibu mau makan apa nanti Bulan belikan."
Bu Widya menggeleng, "Uan ja mam ang nyak."
Bulan mengangguk, Bintang dan Bulan pergi keluar mencari makan.
"Mau makan apa?" Tanya Bintang.
"Nasi kucing, sama sate usus."
Bintang mengernyitkan dahinya, "Serius, nasi kucing? emang ada? usus? emang bisa dimakan? kan kotor Bulan."
"Ih Pak Bos ikut aja deh, murah meriah, pasti Pak Bos harus coba."
Bintang menuruti Bulan, mereka bergegas mencari angkringan terdekat. Bulan yang memang baik hati tidak memanfaatkan Bintang saat mereka bersama, itulah yang Bintang kagumi dari Bulan. Bahkan untuk makan saja, Bulan memilih yang murah meriah, padahal Bintang mampu membayar makanan di restoran ataupun di hotel berbintang.
Angkringan adalah tempat makan yang menjual beragam makanan dan minuman di pinggir jalan. Biasanya menggunakan gerobak kayu sederhana.
Bintang dan Bulan memilih beberapa menu yang disediakan angkringan. Menu yang biasa ditawarkan oleh angkringan adalah nasi kucing, aneka sate, dan wedang jahe yang menghangatkan. Walaupun porsinya terbilang kecil, tapi banyak orang mengunjungi angkringan karena harganya terjangkau. Angkringan juga asyik jadi tempat nongkrong. Beberapa angkringan bahkan menyediakan lesehan berupa tikar agar pengunjungnya lebih santai.
Bulan mengambil 2 nasi kucing, sate usus, sate telor, gorengan, tahu bacem, ceker ayam dan wedang jahe. Bintang hanya mengambil sate telor, satu nasi kucing serta wedang jahe. Mereka lalu duduk di atas tikar yang telah disediakan. Makan sambil melihat jalan raya yang ramai kendaraan berlalu lalang. Ini pengalaman Bintang yang pertama kali makan di pinggir jalan.
"Kamu sering kesini Lan?"
Bulan mengangguk, "Disini yang paling murah, cocok sama kantong Bulan," jawab Bulan sambil terkekeh.
"Kayaknya rame terus sampai malam ya Lan di sini?"
"Iya rame terus, yang sepi mah cuma dompet Bulan Pak Bos." Bulan tertawa sambil melahap sate usus.
"Mau saya isi?"
"Apanya?"
"Dompetnya."
Bulan tergelak, "Ah Pak Bos, udah cakep, baik, mateng, mapan, jangan ngrepotin perasaan Bulan ah, kan Bulan jadi deg-degan."
Bintang ikut tergelak, "Udah move on memangnya?"
"Sudah, mau kaya Pak Bos aja ah, biar tenang hati saya."
"Iya lah, saya yang ditinggal nikah aja udah move on, yah mau gimana lagi, kalau difikir-fikir sebenarnya dia bukan meninggalkan kita, hanya saja kembali pada tulang rusuknya saja."
Bulan menengadahkan kepalanya ke atas, lalu menghembuskan nafasnya dengan kasar.
"Bulan, jangan memaksa yang bukan milikmu, sebab semesta ingin kamu bahagia dengan semestinya."
"Bener banget Pak Bos,"ucap Bulan sambil tersenyum.
Mereka kembali makan, Bulan menawarkan ceker pada Bintang namun Bintang segera menolaknya.
"Ayo dong Pak Bos, dikit aja, gurih lhoo, bagian tergurih itu ya ceker Pak bos."
"Nggak ah, saya nggak suka Bulan."
"Cobain, dikit aja." Bulan begitu memaksa sambil menyodorkan ceker ayam di mulut Bintang. Akhirnya Bintang membuka mulutnya sambil menutup matanya. Bulan tertawa terbahak-bahak. Tapi benar kata Bulan, ceker ayam memang enak, hanya saja jika membayangkan saat ayam masih hidup dan menginjak-injak kotoran itu, Bintang tidak sanggup untuk memakannya.
Bintang membuka nasi kucing yang hanya sekepalan. Ada sedikit sambel dan satu ikan kecil di dalamnya.
"Bulan, segini mana kenyang," ucap Bintang sambil melirik kearah Bulan, Bulan ternyata sedang menatap jalanan. Bulan melihat mantannya yang tengah menyetir dengan adik tirinya. Kebetulan jalanan tengah macet. Kaca mobilnya juga terbuka.
"Sabar," sindir Bintang.
Bulan tergelagap lalu tersenyum ke arah Bintang, "Kaget aja Pak Bos lihat pemandangan di depan, hemm lelaki, omongannya kadang nggak bisa dipercaya, kemarin ngomong manis banget waktu Bulan beli sate, tapi lihat sekarang, bareng sama cewek lain."
"Bulan, ngeliat laki-laki sayang apa engga itu gampang, bukan dari kata-kata, tapi dari perbuatannya, dia ngapain, bukan apa yang dia omongkan, karena semua orang bisa bilang aku setia, aku mencintaimu sampai mati, tapi komitmen itu dari tindakan."
Bulan menatap langsung manik mata Bintang. Bintang jadi salah tingkah deh. Lagian Mas Bintang inih, lagi ngomongin diri sendiri biar Mbak Bulan peka apa gimana sih, jangan cuma kode-kode dong Mas Bintang.😆😆😆
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
( Maaf zayang baru up, nggak tahu nih lagi ngantukan, suasana lagi syahdu, Author lagi digarap terus perasaan sama paijo🤭😆 gimana sih, kalau habis di cangkul, kan jadi ngantukan mak, lelah, pengene merem ngorok gitu😆😆😆 ini aja sambil ngopi nih. Eh liat rengking kok terjun payung Makkkk, jd 22 begindang inih.🤭)
(Thor dikit banget sih, Haduh Esmeralda, ini per episode nya 1000 kata lebih, ini aja 1300 lhoo, klo ga percaya coba deh hitung 😆😆😆)
150 komen q up lagi, cius🤗
Like komen vote yah sayang.
Salam sayang,
Santypuji
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Nani Sumarni
bingung juga mau komen serius baca
2023-04-22
0
adisty aulia
Pak Bos jangan bikin hatiku kerepotan🤣🤣😁
2021-11-02
0
fanthaliyya
move on move on
2021-09-20
0