Keesokan harinya, selesai sholat subuh Lizza mengemas semua barang miliknya yang penting. Termasuk semua buku-buku miliknya yang berkaitan dengan perkuliahannya, Ali pun sudah memasukan semuanya kedalam bagasi mobil miliknya.
Sosok laki-laki itu berdiri didepan Ali dan Lizza yang akan pergi dari rumahnya, Lizza menatap Abah dengan senyuman tipis yang kini memegang tangan putri satu-satunya.
"Ali tolong jaga putriku," ucap Abah menahan air matanya.
"Abah tidak perlu khawatir, bukankah Abah mempercayainya bisa menjaga ku sebaik Abah menjaga Lizza. Bahkan Abah sudah memaksa Lizza bersamanya, jadi tidak perlu khawatir" jawabnya melepaskan genggaman tangan Abah pada tanganya.
Abahnya tahu kalau putrinya marah bahkan dia seolah menyinggung atas keputusan Abah menikahkan Lizza dengan Ali.
Lizza melangkah masuk kedalam mobil duluan, karena dia rasa air matanya tidak akan bisa dia tahan lagi, takut akan jatuh begitu saja tanpa diperintah. Lizza hanya memperhatikan Abahnya dari kaca spion yang berada disamping kirinya.
Dilihatlah Ali memeluk sang Abah tercinta bahkan Ali mencium kening Abahnya dengan cinta dan kasih sayang, lalu memegang tangan Abah.
"Ali janji Abuya, akan menjaga putrimu dengan sekuat tenaga. Aku akan ajak dia kesini untuk bertemu denganmu, jadi ku mohon jangan khawatirkan dia karena sekarang Lizza sudah menjadi istriku. Aku sangat mencintainya Abuya" ucap Ali menghibur Abah agar tidak sedih dan khawatir.
"Pergilah! jangan buat putriku menunggu" perintah Abah.
Ali mencium punggung tangan Abah lalu melangkah masuk kedalam mobil menyusul Lizza yang dari tadi menunggunya.
Mobil meninggalkan halaman rumah melewati halaman pondok pesantren dan keluar gerbang besar pondok, didalam mobil hening. Bahkan Ali melirik kearah Lizza, yang dari tadi memegang tissu. Tentu Ali bisa menebak bahwa Lizza masuk kedalam mobil karena dia takut menangis didepan Abah, bahkan Lizza hanya fokus memandang kedepan tidak melirik sama sekali kearah Ali.
Mobil memasuki gerbang yang tinggi dan mobil berhenti dihalaman rumah yang besar, rumah berlantai tiga. Lizza terkejut melihatnya. Rumah sebesar itu, pasti butuh waktu berhari-hari untuk membersihkan rumah itu, sungguh pasti melelahkan. Batin Lizza.
"Ayo turun!" perintah Ali membuka sabuk pengamannya.
Ali membuka pintu mobil dan melangkah keluar mobil terlebih dahulu. Sedang Lizza masih bengong didalam mobil, akhirnya segera menyusul Ali turun dari mobil dan berdiri disamping kiri Ali.
"Ini rumah ka Ali? besar sekali" tanya Lizza melirik Ali yang berada disamping kanannya.
"Iya, kamu jangan canggung ini juga rumahmu sekarang" jawab Ali berbalik melirik Lizza dan tersenyum.
"Apa istri-istri ka Ali tinggal disini juga?" tanya Lizza lagi.
"Hhmm.." jawab Ali singkat, sambil mengeluarkan dua koper milik Lizza dari bagasi mobilnya.
Menenteng dua koper sekaligus sambil melangkah masuk kedalam rumah, Lizza mengikuti langkah Ali dari belakang sembari menggendong tas ransel biru dongker miliknya.
Ali meletakan dua komper milik Lizza diruang tengah, terlihat dari belakang dua wanita yang tengah menonton televisi disana.
"Dinda, Sarah" panggil Ali, kepada dua wanita itu.
Lalu kedua wanita itu langsung mendekat dan mencium punggung tangan Ali bergantian. Lizza yang menyaksikannya merasa geli sendiri, jadi? aku harus berbagi tangan suamiku dengan dua wanita ini? rasanya aku tidak pernah mau mencium tangannya. Tentu saja, karena bekas wanita ini. Kenapa aku harus jadi istri ketiga sih, akukan maunya jadi istri satu-satunya. Aaahhhhh aku bisa gila kalau begini, batin Lizza seolah berteriak.
"Lizza kenalkan ini Sarah istri pertamaku dan ini Dinda istri keduaku, aku harap kalian bisa akur seperti keluarga" ucap Ali memperkenalkan penghuni rumah ini.
Dan iya aku istri ketigamu, puas!!! Aku benci jadi istri yang berangka.
Dasar bodoh! kenapa memperkenalkan mereka padaku, aku sudah tahu! kalian menikah saja aku datang. Aku harus menjaga jarak dengan laki-laki ini, aku tidak boleh sampe tertarik padanya, dan aku ingin tau sehebat apa dia. Batin Lizza.
"Lizza" panggil Ali membuyarkan lamunannya.
"Kamu ngelamun ya?" lanjutnya
"Engga ko" jawab Lizza jutek.
Jelas-jelas tadi melamun tapi tidak mengaku. Batin Ali.
"Mas berarti kamu harus buat jadwal baru buat kita bertiga, biar nanti kebagian jatah semua" ucap Dinda istri kedua Ali, umurnya lebih tua dari Lizza hanya beda satu tahun.
"Jadwal? untuk apa?" tanya Lizza merasa aneh dengan kalimat jadwal.
Bahkan merasa terkejut apa yang dimaksud Dinda adalah menggilir istri-istrinya termasuk dirinya.
"Jadwal untuk istri-istri mas Ali, biasanya aku dan ka Sarah akan bergantian melayani mas Ali satu hari sekali. Jadi nanti kamu juga kebagian ko" jelas Dinda polos.
"Hah? tidak perlu diubah jadwalnya, aku tidak perlu mendapat jatah apapun. Aku disini hanya numpang tidur, pergi dan pulang kuliah itu saja" jawab Lizza.
"Dinda antar dia kelantai tiga, dia akan tidur disana!" perintah Ali.
"Kenapa harus lantai tiga mas? biar aku saja yang tidur dilantai tiga dia yang dilantai dua," protes Sarah istri pertama Ali yang umurnya lebih tua dari Lizza dan Dinda, bahkan dari Ali pun umurnya lebih tua hanya beda dua tahun.
"Ini sudah menjadi keputusanku Sarah, tolong kamu faham! Dinda antar dia" perintah Ali.
Dinda langsung mengambil koper milik Lizza, dan Lizza langsung meraih koper satunya agar Dinda tidak kerepotan membawanya.
Dengan Lizza tersenyum pada Dinda sudah cukup memberi alasan kenapa tidak memberikan kedua kopernya pada Dinda, Lizza mengikuti langkah Dinda dibelakangnya manaiki tangga satu persatu melewati lantai dua.
Akhirnya keduanya sampai dilantai tiga, Dinda masuk kedalam kamar pribadi milik Ali. Kamar yang sama sekali belum pernah Sarah ataupun Dinda diizinkan tidur disitu, dan entah apa alasan Ali memberikan kamar pribadinya pada Lizza.
Dan disamping kamar ada ruang kerja yang biasa Ali menghabiskan waktunya disana, Dinda meletakan koper milik Lizza didekat lemari.
"Ini sekarang kamar kamu, kamu beruntung diizinkan mas Ali menepati kamar ini. Karena sebelumnya aku ataupun ka Sarah sama sekali tidak diizinkan tidur disini," ucap Dinda tersenyum.
"Jadi itu sebabnya ka Sarah mau tukeran kamar denganku ya" jawab Lizza menarik nafas panjang.
" Terimakasih sudah mengantarku dan membawa koper milikku, maaf merepotkan" lanjutnya.
"Sama-sama, jangan sungkan kalau ada apa-apa kamu boleh berbagi denganku. Soal ka Sarah kamu jangan hiraukan ya dia emang begitu sifatnya, tapi dia aslinya baik ko" jelas Dinda.
"Sekarang kita teman" ucap Lizza mengunjukkan jari kelingkingnya.
"Teman" jawab Dinda menyatuhkan jari kelingkingnya dengan Lizza, keduanya tertawa bahagia layaknya seorang sahabat.
Ali muncul dari balik pintu kamar yang terbuka lebar, menyaksikan Dinda dan Lizza tertawa bahagia. Hati Ali merasakan bahagia melihat senyum wanita itu, bahkan sampai Ali tersenyum melihatnya.
"Ehem.." Ali berdehem sambil berdiri didepan pintu yang terbuka lebar.
"Mas Ali, butuh sesuatu?" tanya Dinda menyadari kehadiran Ali.
"Tolong buatkan aku kopi, aku tunggu diruang kerja" perintah Ali pada Dinda, lalu Dinda mengangguk.
Dia langsung melangkah keluar kamar melewati Ali yang berdiri diambang pintu, Ali melangkahkan kakinya masuk kekamar. Sedangkan Lizza sedang membuka lemari yang ada dikamar, Lizza terkejut karena didalam lemari terdapat banyak baju Ali, dia pun langsung menutupnya dengan kasar dan membalikan badannya.
Lizza terkejut laki-laki itu sudah berdiri didepannya, Lizza memukul dada bidang Ali sampai terdorong sedikit kebelakang.
"Kamu mengagetkan, kenapa tidak mengetuk pintu dulu" ucap Lizza.
"Aku akan pindahkan semua baju milikku keruang kerja," jawab Ali langsung membuka lemari.
Ali langsung membawa semua baju miliknya yang tergantung didalam lemari kamar, lalu membawa keruang kerjanya.
Ali segera meletakan baju miliknya didalam lemari yang ada diruang kerjanya, Ali duduk dikursi kerjanya sambil menyenderkan kepalanya kebelakang, dan memejamkan matanya. Terlintas wajah cantik Lizza dalam fikirannya, aku mencintaimu. Batin Ali.
Dinda mengetuk pintu ruang kerja Ali, segera Ali membuka matanya.
"Mas, aku masuk ya" ucap Dinda dari luar ruangan.
"Masuklah," jawab Ali dari dalam ruangan.
Ckrek..
Dinda membuka pintu ruang kerja Ali, lalu mendekat kearah Ali sembari meletakan kopi yang diminta Ali. Dinda pun duduk dikursi yang ada didepan meja kerja Ali, dan melihat senyum bahagia diwajah suaminya.
"Mas aku bahagia melihatmu bahagia seperti ini" ucap Dinda membuka obrolan.
"Terimakasih Dinda" jawab Ali.
"Mas mau aku pijitin? kayanya kamu kecapean ya" tawaran Dinda.
"Engga usah Din, aku engga papa ko" jawab Ali tersenyum.
"Mas aku lihat Lizza tidak bahagia menikah denganmu, apa aku salah menebak?" tanya Dinda penasaran.
"Dia memang tidak menginginkan pernikahan ini, aku yang terlalu egois karena mencintainya. Tolong buat dia nyaman tinggal disini" jawab Ali santai.
"Jadi itu alasan mas kasih kamar pribadi mas untuknya, padahal mas bisa saja kasih kamar dilantai satu atau dua disanakan banyak kamar" ucap Dinda.
"Dia putri dari Abuya, aku ingin memuliakan Abuya lewat putri tercintanya" jawab Ali.
"Jadi Lizza adalah wanita yang mas Ali ceritakan" tebak Dinda.
Dulu Ali pernah menceritakan kepada Dinda tentang seorang wanita yang Ali cintai pada zamannya masih mondok, wanita itu putri dari pada gurunya sendiri.
Dari pertama kali dia melihat Lizza saat itu masih duduk dibangku sekolah dasar kelas lima sedangkan Ali sudah duduk dibangku SMP, bahkan sudah kelas sembilan. Itulah pertama kali dia menyukai putri sang gurunya. Dan mulai akrab dengan Lizza saat itu Lizza masuk SMP sedangkan Ali kelas dua SMA, umurnya beda sekitar tiga atau empat tahun. Saat itulah Ali dan Lizza menjadi teman, bahkan Lizza menganggap Ali sebagai abangnya.
Namun Ali takut tidak bisa menahan perasaannya, diapun memutuskan setelah kelulusan SMAnya dia ingin membuka bisnis kecil-kecilan dan sampai sekarang sudah menjadi besar. Bahkan sesekali Ali berkunjung dipondok pesantren milik Abah Lizza tapi tidak pernah bertemu dengan Lizza, karena saat itu Lizza tengah sibuk menghadapi ujian SMPnya. Dan sekian lamanya saat Lizza sudah kuliah memasuki semester satu Ali menikah dengan Sarah istri pertamanya, Ali mengundang Lizza dan Abah. Dan saat itu juga Ali harus mengubur perasaannya dalam-dalam, namun selang beberapa bulan saja.
Takdir mempertemukan Lizza dan Ali kembali saat Ali berkunjung ke pondok karena ada urusan dengan Abah Lizza, saat itu juga Ali kembali menyukai wanita itu. Tubuhnya yang mungil dan senyum manis nan indah Lizza membuat Ali terpesona tapi dia sadar akan wajah Lizza yang semestinya tidak ia pandang.
Selang beberapa tahun Ali meminta pendapat kepada Abah Lizza melalui telfon untuk menikah lagi, dan akhirinya Abah mendukung. Ali pun menikah dengan Dinda istri keduanya, setelah beberapa bulan berlalu saat pernikahannya dengan Dinda. Ali sering bermimpi menikahi Lizza dan saat mimpi yang ketiga kalinya akhirnya Ali menceritakan mimpinya kepada guru sekaligus Abah dari wanita itu.
Ali sebenarnya takut, takut kalau wanita itu menolak tapi gurunya yang menyakinkan putrinya. Dan akhirnya mimpi Ali menjadi kenyataan, hari ini Lizza sudah resmi menjadi istrinya.
Walaupun wanita itu tidak bisa sepenuhnya menjadi istri. Ali faham, bahkan cukup dengan mengikatnya dan menjadikannya halal untuk ia pandang itu sudah lebih dari cukup.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Fikah Handayani
jgn kan. .lizza gw aja geli sndri baca ny..berebut tangan..
2021-08-23
0
tika kartika
capee bnr ya 1,2 dan 3 🤦 makan ati tiap hari 😤 mati berdiri yang ada 😩
2021-08-11
1
FAH'AISY
cinta kan tidak harus memiliki Ali,EGOIIIIS... gemmesy aq
2021-07-25
0