Malam itu, Ali sudah berada diruang tamu rumah Lizza. Bersama kedua orang tuanya, menunggu Lizza keluar dari kamar. Diselangi dengan mengobrol panjang lebar bersama Abah. Tidak lama kemudian Lizza keluar dari kamarnya, semua mata memandang kearah Lizza yang sedang melangkah mendekat kearah Abah.
“Duduklah nak,” pinta abah sembari menepuk kursi yang disebelahnya tepat berada didepan Ali.
Dengan malu dan hanya menundukkan kepalanya Lizza duduk disamping Abah, bahkan dengan perasaan kesal dan marah namun sekuat tenaga dia tahan dan sembunyikan.
“Putriku, angkat kepalamu nak. Abah tidak mengizinkan kamu untuk menundukkan kepalamu kalau kamu tidak melakukan kesalahan apapun” ucap abah memulai pembicaraan.
Tapi kali ini Bah Lizza akan membuat kesalahan dan tundukan ini adalah malu karena telah membuat salah. Ucapnya dalam hati.
Perlahan Lizza mengangkat kepalanya dan sebentar melihat laki-laki yang ada dihadapanya, sosok yang akan menikahinya. Perasaan Lizza bercampur aduk, ada bahagia melihat Abahnya bahagia layaknya orang tua yang bersuka cita atas pernikahan putrinya, namun kesal karena dia tidak punya alasan untuk menolaknya, dan marah karena abah sendiri memaksanya untuk menikah.
“Putriku aku terima lamaran Ali untuk dirimu, abah merindhoi dan mengizinkanmu menikah dengannya. Menikahlah dengannya, jadilah istri yang sholeha, nak kini syurga berpindah pada keridhoan suamimu nanti nak” ucap Abah menyampaikannya patuahnya dengan kebahagiaan membuat yang mendengarkanya ikut tersentuh.
Hati Lizza teriris-iris mendengar ucapan Abah, didalam fikiran Lizza. Ali akan berbagi segalanya dengan wanita lain dalam hal apapun karena laki-laki yang akan menikahinya tidak hanya memiliki satu istri, bahkan tiga istri sekaligus. Rasanya ingin berteriak sekencang mungkin dan ingin menangis sekeras-kerasnya.
Bagaimana aku bisa menerima laki-laki yang akan berbagi cintanya untuk wanita lain bukan hanya diriku saja. Batin Lizza berteriak.
“Abah aku akan menjalani pernikahan ini” jawab Lizza dengan ragu.
“Maka akulah yang akan mengambil keputusan menerima atau menolak” seolah jiwanya memberi keberanian pada Lizza, agar dia bisa menyelesaikan apa yang hendak disampaikannya.
“Abah aku akan menikah dengannya tapi aku memiliki syarat yang harus dia patuhi, bahkan aku akan membuat perjanjian diatas materai sekalipun” lanjutnya, berusaha mengatur nafasnya dan mengatur semua perasaannya untuk tidak cengeng.
“Abah putrimulah yang akan menjalani hidup dengan laki-laki didepannmu ini. Aku bahkan tidak cukup mengenalnya dengan baik, aku juga masih banyak mimpi yang harus aku kejar dan aku capai” gemetar hatinya atas apa yang diucapkannya benar-benar sangat penuh pertimbangan.
“Apa syarat yang kamu ajukan Lizza?” tanya laki-laki itu yang berada dihadapannya, bahkan dia dengan mantap bertanya argumen Lizza yang belum selesai diucapkan.
Lizza tidak percaya bahwa laki-laki didepannya akan bertanya dengan sangat cepat atas syarat yang akan Lizza ajukan, bahkan belum memberi tahu apa syaratnya.
“Yang pertama, aku tidak bisa memberikan kepuasaan untukmu diatas tempat tidur. Kedua, jangan sentuh aku kecuali sekedar bersalaman. Ketiga, aku tidak mau dipaksa dalam hal apapun. Silahkan berfikir terlebih dahulu dan jawab iya atau tidak, itu akan menjadi penentu aku menikah atau tidak dengan ka Ali” jawabnya memaparkan dengan mantap dan jelas.
“Nak bukankah akan berdosa nanti kalau istri tidak melayani suaminya, kenapa kamu memberikan syarat yang belum tentu dibenarkan oleh islam” pendapat umi Ali terlontar begitu saja, menolak syarat yang diberikan Lizza terhadap putranya.
“Aku terima syaratmu Lizza, menikahlah denganku empat hari lagi dihitung dari hari ini. Kamu siap?” jawab Ali mantap.
Mengguncangkan kepercayaan yang susah payah Lizza kumpulkan saat menyampaikan syaratnya, kini menjadi butiran yang tak tampak lagi. Lizza berfikir bahwa syaratnya akan ditolak, ini mala justru sebaliknya.
Ali menerima tanpa berfikir panjang, bagaimana tidak. Dan laki-laki mana yang menikah hanya sekedar mengikat tidak bertujuan untuk memuaskan nafsunya. Rasanya mustahil syaratnya akan diterima, tapi pada nyatanya Ali menerima syarat Lizza dengan mudah.
Mata Lizza memanas seakan ingin menangis sekuat tenaga, dia berfikir laki-laki didepannya akan membatalkan niatnya menikahi Lizza karena syarat yang tentu saja tidak semua laki-laki akan menerimanya.
“Lizza” panggil Abah membuyarkan lamunan Lizza.
“Iya abah aku siap” spontan Lizza menjawabnya, walaupun hatinya dipenuhi dengan keraguan.
“Lizza tidak mau menikah secara mewah abah, cukup undang wali santriwan dan santriwati saja. Tidak perlu undang temen Lizza” lanjut Lizza dengan pandangan kosong, bagaimana dia punya alasan untuk menolaknya lagi.
Dia berfikir dengan syarat itu dia bisa membuat dinding besar nantinya yang akan menjadi penghalang antara dirinya dengan laki-laki didepannya. Semoga saja, itu harapan Lizza.
Lizza bangkit dari duduknya berlalu pergi meninggalkan ruang tamu, Ali bisa membaca dengan jelas dari raut wajah wanita didepannya itu. Bahwa dia tidak menginginkan pernikahan dengannya, tapi hatinya begitu egois ingin menjadikan Lizza istrinya. Walaupun sebenarnya dia ragu akankah dia boleh membahagiakan wanita itu, tapi Abah sekaligus guru Ali, beliau selalu mendukung karena Abah tau Ali adalah laki-laki yang cukup dekat dengan keluarga Abah dan bisa dipercayai ucapannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Putri Auren
hati ku bergetar baca nyaa...
dada ku bergemuruh.. mulai nyesek
2021-08-16
1
tika kartika
bikin nyesek 😤😤
2021-08-10
1
FrEScArE ImUeT
dasar bpk gk punya otak... malah dukung anak nya dimadu... mana ada wanita yg mau di madu... kesel q baca nya... dan laki2 seperti ali... gk puas apa udah punya 2 istri... mau ngancurin masadepan orang..
2021-07-26
0