Permainan Takdir 2
Happy reading...
Langit sore yang berwarna jingga menjadi pengiring langkah besar Maliek memasuki sebuah gedung rumah sakit ternama. Beberapa saat yang lalu ia menerima telepon dari adik iparnya, Amiera.
Gadis itu memberitahunya bahwa istrinya Meydina dibawa menuju rumah sakit karena sudah merasakan kontraksi hebat pada kandungannya.
"Suster, dimana ruang bersalin?" tanya Maliek dengan raut wajah yang cemas.
"Disebelah sana, Pak!" tunjuk Perawat itu.
"Terima kasih," ucap Maliek sambil berlari ke arah yang di tunjukkan.
Dari kejauhan Maliek bisa melihat Amiera yang sedang cemas berdiri menunggu di luar ruangan.
"Kak Maliek!" seru Amiera.
"Amie, bagaimana keadaan Meydina?"
"Kak Mey baru saja masuk. Tadi dokter menanyakan Kakak." Sahutnya.
Maliek mengetuk pintu ruangan itu berkali-kali sampai seorang perawat dari dalam membukakannya.
"Mey, Sayang!" seru Maliek yang langsung menghampiri istrinya.
"Kak," sahut Meydina dengan mimik wajah meringis dan kedua maniknya yang berkaca-kaca.
"Pak Maliek bisa bicara sebentar? Mari ikuti saya," pinta Dokter Yuli.
"Baik, Dok."
"Sayang, tunggu sebentar ya!" Maliek mengecup kening Meydina sebelum meninggalkannya.
Meydina yang sedang merasakan sakit luar biasa hanya bisa mengangguk pelan dengan senyum yang dipaksakan.
Maliek mengekor di belakang Dokter Yuli. Dalam hatinya Maliek khawatir melihat sikap Dokter Yuli yang berbeda dari dua persalinan Meydina sebelumnya.
Saat berada di ruangan, Dokter Yuli menyodorkan secarik kertas pada Maliek.
"Apa ini, Dok?"
"Silahkan di baca dulu! Persalinan Ibu Meydina kali ini harus dilakukan secara caesar. Posisi bayinya sungsang. Jadi satu-satunya cara hanya dengan operasi caesar. Kami meminta persetujuan anda, Pak Maliek." Jelasnya.
"Kondisi istri saya bagaimana? Apakah memungkinkan untuk di lakukan operasi?"
"Ibu Meydina dalam kondisi baik walaupun agak lemah. Sepertinya beliau kelelahan," sahut dokter itu.
"Baiklah, Dok. Lakukan yang terbaik untuk istri dan anak saya," ucap Maliek sambil membubuhkan tanda tangannya di atas kertas yang di pegangnya.
Dokter Yuli mengangguk pasti. Sedangkan Maliek dalam hatinya merasa bersalah atas keadaan Meydina. Kedua putranya pasti sangat menguras tenaga dan pikiran istrinya. Walau sudah ada dua babysitter untuk setiap anaknya, tetap saja peran Meydina sebagai ibu mereka tidak bisa digantikan.
"Ada apa, Kak?" tanya Meydina pelan. Ia merasa heran karena perawat sedang menyiapkan beberapa alat medis yang membuatnya bergidik ngeri.
"Sayang, kamu hanya harus tenang. Babynya mau keluar lewat sini, jadi dokter akan melakukan operasi." Maliek mengusap lembut perut istrinya.
"Operasi? Anak kita nggak apa-apa kan, Kak?" tanya Meydina cemas.
"Tidak apa-apa, Bu. Bayinya normal, tapi karena posisinya yang sungsang jadi kami harus melakukan operasi caesar," sahut Dokter Yuli dengan senyum tipis di wajahnya.
"Kamu tenang ya, Kakak akan menunggu di luar bersama Amiera. Oke, Mami Sayang?"
"Iya," angguk Meydina.
Maliek mengusap pucuk kepala istrinya. Kedua tangannya menangkup wajah cantik Meydina.
Satu kecupan didaratkan pada bibir Meydina. Menghadirkan rona merah di pipi istrinya. Bagaimana tidak, Dokter Yuli dan beberapa perawat yang menyaksikannya sampai melengoskan wajah mereka.
***
Sementara itu di kediaman Salman, Resty sedang membantu mengasuh dua putra Maliek. Wanita itu merasa cemas saat mendengar Meydina harus menjalani operasi.
"Oma! Mami ana?" tanya Zein yang naik ke pangkuan Resty. Jari-jari mungilnya mulai memainkan aksesoris yang kenakan neneknya.
"Sayang, Mami ke dokter. Zein mau punya adik," sahut Resty yang mengusap rambut cucunya.
"Amal?"
"Bukan Dede Amar, tapi adik baru."
"No. Zein mau Mami," ucap Zein dengan mimik wajah akan menangis dan mata yang berkaca-kaca.
"Zein, sayangnya Oma. Kita tunggu Opa pulang ya. Sebentar lagi kita ke Mami," bujuk Resty.
"Huaa, Mami!"
Tangisan Zein yang tiba-tiba dan sangat keras membuat Amar terkejut dan menatap bingung pada kakaknya. Amar pun berjalan cepat dengan mainan di sebelah tangannya menuju Resty. Di belakang Amar, babysitter-nya mengikuti karena khawatir terjatuh.
Melihat Zein menangis, Amar tiba-tiba terisak. Putra kedua Meydina itu ingin di pangku neneknya.
"Uu, sayang Oma. Sini, sini!" sambut Resty.
Amar memberikan mainan yang di pegangnya pada Zein. Dan perlahan tangisan Zein pun mereda. Resty menatap haru kedua cucunya. Kemudian ia memeluk dan mengecup mereka satu persatu.
***
Menit demi menit yang dilalui terasa lama bagi Maliek yang menunggu kabar dari dalam ruangan dengan rasa cemas. Hal serupa tidak jauh berbeda dirasakan oleh Amiera. Salman yang sedang berada di Timur Tengah untuk urusan pekerjaan, terus saja meneleponnya untuk menanyakan keadaan Meydina dan juga bayinya.
Suara tangisan bayi yang terdengar mengalihkan pandangan mereka. Keduanya sontak berlari ke arah pintu untuk melihatnya dari kaca. Tanpa disadari, air mata Maliek menetes begitu saja.
Pria itu tertegun melihat beberapa orang perawat sedang mengurus bayinya. Sedangkan dokter dan perawat lainnya sibuk menyelesaikan tugasnya.
**Meydina menatap kagum keindahan taman dengan hamparan bunga di depannya. Kupu-kupu yang beterbangan diatasnya menandakan aroma bunga yang menggoda.
"Badr, jangan lari Nak!" seru seorang wanita dari arah belakang Meydina.
Meydina segera menoleh karena merasa suara itu tak asing baginya.
"Ibu," gumam Meydina.
Gelak tawa yang terdengar dari dua orang berpakaian putih itu sesaat menghipnotis Meydina. Setelah tersadar dari keterpanaannya, Meydina menghampiri mereka.
"Bu, Ibu!" seru Meydina dengan raut wajah bahagia.
Wanita muda berwajah ibunya itu seolah tidak menyadari keberadaan Meydina. Begitupun anak lelaki yang bermain dengannya.
Meydina mencoba menggapai sosok dihadapannya namun sia-sia. Setelah mencoba beberapa kali, ia pun menyerah juga.
"Bu, Mey merindukan Ibu." Gumamnya.**
"Mey! Sudah sadar, Sayang?" tanya Maliek yang berada di sampingnya.
Meydina yang mulai membuka kelopak mata tertegun menatap suaminya. Ia tersenyum tipis pada suaminya itu. Kemudian ia merasakan seseorang menarik-narik lengannya.
"Mami, Mami!" suara nyaring milik putra sulungnya mengalihkan perhatian Meydina.
Maliek mengangkat putra sulungnya itu agar Meydina bisa melihatnya. Senyum bahagia terpancar jelas di wajahnya. Meydina menoleh pada Amar, putra keduanya. Bram yang sedang memangkunya mandekatkan anak itu pada ibunya.
"Mey, lihat deh! Babynya cantik banget," ucap Resty.
"Iya, Kak Mey. Cantik seperti Maminya," timpal Amiera.
"Cantik? Babynya perempuan?" gumam Meydina. Ia menatap Maliek yang mengangguk sambil tersenyum.
"Selamat ya, Sayang!" ucap Bramasta.
"Terima kasih, Pa." sahut Meydina.
"Amar punya dede," ucap Meydina sambil memainkan tangan mungil Amar. Melihat senyum di wajah Sang Mami, Amar pun ikut tersenyum.
Resty mendekatkan bayi perempuan Meydina yang terlihat ingin menyusu pada ibunya. Bram membujuk Amar agar mau di pangku olehnya. Dan saat bayi itu sudah dalam dekapan Meydina, Maliek menjauhkan Zein karena sudah berniat ingin mengganggu bayi cantiknya.
"Kak Maliek, baby girl diberi nama siapa?"
Hai, readers...
Jumpa lagi dengan author 🤗
Kira-kira Maliek akan menamai putrinya siapa ya?
Di tunggu episode selanjutnya ya!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Ria dardiri
mampir lg kak alhamdulillah dr yg novel 1 ke selanjutnya😘😘😘
2023-01-17
0
💕febhy ajah💕
Hai.... Hai..... Hai... cus kesini setelah season 1 tamat barusan baca novel nga selang seling mau habisin cerita otor ini yg dlu, selain ceritanya bikin tertarik ceritanya jg nga bertele tele.
2022-12-21
0
Bunda Aish
waw membayangkan punya 3 anak berturut-turut walaupun di bantu baby sitter🤭 .....
2022-05-29
0