Happy reading...
Senja mulai menghilang saat Rendy menapakkan kaki di halte bus yang terletak dekat gedung apartemennya. Sebisa mungkin ia menepis perasaannya agar moodnya tetap terjaga. Ia harus profesional, karena ini karir yang dipilihnya.
Keluar dari pintu lift, dari kejauhan ia melihat seseorang sedang jongkok di depan pintu apartemennya. Sambil terus melangkah, ia menautkan kedua alisnya.
"Amiera?"
Amiera yang sudah bangkit dari duduknya tersenyum kikuk pada Rendy.
"Ngapain loe disini?" tanya Rendy sambil memperhatikan tingkah Amiera. Gadis itu memukul-mukul pelan pahanya. Seperti sedang merasakan pegal di kakinya.
"Makan bareng yuk," ajak Amiera. Ia mengangkat tangannya yang menggenggam plastik yang berisi makanan.
"Makan aja sendiri," jawab Rendy ketus.
Rendy kemudian membuka pintu apartemennya. Tanpa menunggu di persilahkan, Amiera masuk ke dalam apartemen tersebut. Ia hanya tersenyum saat Rendy menatapnya dengan tatapan heran dan juga tidak suka.
"Darimana loe tahu apartemen gue?"
"Dari Alena. Tadi gue nelepon dia, hehe." Sahutnya.
Rendy meletakkan tas kerjanya, kemudian ke kamar mandi. Sementara itu, Amiera memandangi sekeliling tempat tersebut. Tatapan Amiera tertuju pada sebuah foto yang menempel di cermin. Karena penasaran, ia pun mendekatinya.
"Kak Mey?" gumam Amiera pelan.
Dua remaja berseragam SMU dalam foto itu tampak sangat bahagia.
Amiera sesaat menatap pintu kamar mandi. Dalam hati ia bergumam, "Rendy masih berharap pada Kak Mey? Jadi benar dugaanku selama ini, Rendy mencintai Kak Meydina dan tentu cintanya itu tidak berbalas."
Amiera mengingat bagaimana sikap Rendy pada Meydina di awal pertemuan mereka. Dan ia mengerti alasan Rendy yang tidak menyukainya. Tidak di pungkiri sikapnya pada sang kakak saat itu sangatlah berlebihan.
Amiera mencoba mengendalikan perasaannya. Ia kemudian mengambil piring untuk menghidangkan makanan yang dibawanya. Perutnya sudah sangat lapar dan makanan itupun sudah dingin.
"Makan yuk, Ren." Ajaknya saat Rendy keluar dari kamar mandi.
"Udah makan, loe pulang ya. Gue capek mau istirahat," ujar Rendy datar.
"Iya, gue tahu. Gue juga capek, kaki gue pegal."
"Suruh siapa loe nungguin gue," ucap Rendy yang mulai menyuapkan makanannya.
Pegal yang dirasakan Amiera sebenarnya karena siang ini ia terlalu lama berjalan kaki. Hal yang sangat jarang bahkan bisa di bilang tidak pernah ia lakukan sebelumnya.
"Masih enak nggak? Soalnya udah dingin. Kalau nggak enak, kita pesan aja."
"Enak kok. Sayang kan kalo dibuang. Kalau loe nggak suka makanan dingin, ya udah pesan aja."
Amiera sebenarnya tidak terbiasa. Namun melihat Rendy yang lahap, ia tersenyum tipis dan mulai memasukkan makanan itu kemulutnya. Mungkin karena lapar, Amiera juga menikmati makanan tersebut.
Sesekali Rendy melirik pada Amiera. Pria itu tidak menyangka saat ini ia makan bersama gadis yang dulu sangat di hindarinya. Ah.. Benar-benar, setelah Al-Azmi Corp kini ia juga tidak bisa menghindari Amiera.
"Ren, hari ini gue dapat kerjaan," ujar Amiera riang.
"Kerjaan?" Rendy menautkan kedua alisnya.
"Hmm," angguk Amiera.
"Heh, paling juga di perusahaan bokap loe." Ujarnya sinis.
Amiera yang semula berniat menceritakan perihal yang dilaluinya sepanjang hari ini mengurungkan niatnya setelah melihat sikap Rendy tersebut.
Setelah selesai makan, Amiera pamit pada pria itu. Ia juga merasa lelah hari ini. Belum lagi ia harus mengirimkan CVnya pada Mrs Julie dan memanage waktunya. Ia harus bisa menyeimbangkan pekerjaan dan juga pendidikannya. Jika tidak, maka Daddnya akan murka.
***
Al-Azmi Corp.
Di ruangan Salman, Aldo sedang berdiri menatap tuannya yang sedang terduduk di kursi kebesarannya. Salman menatap tajam pada ponsel Aldo yang tergeletak di atas mejanya. Sesekali jari telunjuknya bergerak di atas ponsel.
"Siapa pemiliknya?" tanya Salman dingin.
"Julie Winston, Tuan."
Salman menghela nafasnya. Ia tidak habis pikir dengan keputusan Amiera yang mencari pekerjaan.
Salman kemudian menghubungi Amiera. Mereka terlibat perdebatan kecil dan lagi-lagi Salman merendahkan suara di akhir perbincangan mereka. Pria itu mau tidak mau mengalah pada keputusan putrinya.
"Aldo, minta Mike menambahkan orangnya. Anak itu jadi merepotkan," keluh Salman.
"Baik, Tuan."
***
London
Pagi ini, Amiera bangun kesiangan. Beruntung ia masih sempat untuk sarapan. Amiera bergegas meninggalkan apartemennya. Gadis itu berlari menuju halte bus.
Rendy yang melihat Amiera segera meminta supir bus untuk menunggu temannya. Dengan nafas terengah, ia berterima kasih pada supir bus tersebut.
Hari ini, Amiera berangkat ke kampus hanya untuk meminta tugas-tugasnya selama satu pekan ini. Ia harus mulai bekerja dan bertekad memberikan yang terbaik pada Mrs Julie.
Setelah urusannya selesai, Amiera menunggu bus dengan rute menuju ke butik. Tidak menunggu lama, bus itupun tiba.
Setibanya di butik, Amiera disambut delikan karyawan kemarin yang ia sendiri belum tahu siapa namanya. Saat tiba di lantai dua, ada Mrs Julie, Diana dan dua orang pelanggan mereka. Yang belakangan di ketahui sebagai calon pengantin.
"Maaf, aku terlambat."
"Tidak apa, mungkin kau belum terbiasa. Tapi setelah hari ini, usahakan datang tepat waktu," ujar Mrs Julie.
Amiera hanya menggagguk pelan. Diana yang berada di sampingnya mendelik tidak suka. Kemudian wanita itu berkata, "Mrs, bagaimana kalau anda memberi kesempatan pada Desainer baru kita untuk merancang gaun pengantin untuk Nona ini."
"Apa? Tidak. Aku tidak mau gaunku di rancang oleh Desainer yang belum berpengalaman," tegas si pelanggan.
"Dia mengatakan bahwa dia merupakan lulusan terbaik universitas di negaranya. Saya yakin anda tidak akan kecewa," ujar Diana.
"Kapan aku mengatakan itu?" gumam Amiera sambil mengerutkan keningnya.
Julie memperhatikan raut wajah Amiera. Tidak hanya Julie, calon mempelai pria itu juga sedari tadi memperhatikan Amiera. Rupanya ia terpesona pada kecantikan Amiera.
"Bagaimana Amiera, Kamu setuju?"
"Tentu, mengapa tidak," sahut Amiera sambil menatap Diana yang juga meliriknya sambil menyeringai.
Merekapun mulai melakukan pengukuran. Dan Amiera mulai membuat sketsa gaun pengantin yang akan di buatnya. Setelah memperlihatkannya pada Julie, wanita itu tersenyum puas. Begitu juga dengan calon mempelainya.
"Gaun ini harus selesai selama dua minggu. Kau sanggup Amiera?" tanya Mrs Julie dan di jawab anggukan oleh Amiera.
"Julie, kau harus bertanggung jawab jika terjadi sesuatu," tegas pelanggan wanita itu sebelum mereka berpamitan.
"Nona, bisa aku minta nomor ponselmu?" tanya pria itu.
"Maaf, tidak bisa. Permisi, aku harus mulai bekerja," sahut Amiera.
Pria tadi hanya menyeringai. Setelah pelanggannya meningglkan ruangannya, Julie terdiam menatap ke luar jendela.
Flashback on
Malam ini, Julie dan seorang temannya sedang menikmati malam di sebuah club ternama. Sambil mengobrol ia iseng membuka email butiknya. Ia membuka CV yang dikirim Amiera. Keningnya berkerut saat membacanya.
"Ada masalah?"
"Tidak. Bella, apa nama perusahaan tempatmu bekerja?" tanya Julie.
"Al-Azmi Corp," sahut Bella.
"Al-Azmi, apa pemilik perusahaan itu punya seorang putri?"
"Bukan seorang, tapi dua orang putri. Salah satunya ada di negeri ini. Baru beberapa hari dia datang. Kenapa?"
"Apa dia kuliah sambil bekerja?" tanya Julie lagi.
"Dia kuliah di universitas yang sama dengan mu. Dan kalau bekerja kurasa tidak. Daddynya tidak akan mengizinkan. Lagi pula untuk apa bekerja pada orang lain jika kau bisa memiliki tempat usaha sendiri."
Julie terdiam. Disisi lain, Bella merasa heran melihat ekspresi temannya itu.
Julie merupakan seorang teman yang temui saat ia memasuki XN University. Walau Bella tidak melanjutkan pendidikannya disana, pertemanan mereka tetap berlanjut.
"Kalau boleh aku tahu, Siapa namanya? Putri Al-Azmi yang ada disini," tanya Julie.
"Amiera. Amiera Al-Azmi," sahut Bella.
Flashback off
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Yenni Lestari
next
2020-12-23
0
vi
lanjuuuuuuuttt Thor pls
2020-12-22
1
Miss Dara
like selalu untukmu, thor
2020-12-22
0