Happy reading...
Alya mengerjapkan mata sambil memijit-mijit pelipisnya. Bagian kepalanya terasa berat mungkin efek minumannya semalam. Tunggu, semalam?
Alya terperanjak. Ditatapnya langit-langit kamar itu. Kedua matanya membulat saat dirasa kamar itu asing baginya. Matanya semakin terbelalak ketika terdengar dengkuran halus dari sisi kanannya.
Dengan ragu Alya menoleh. Ia tersentak dan sontak terduduk sambil menarik selimut yang menutupinya. Seorang pria bertelanjang dada terlelap tepat di sampingnya.
"Siapa dia? Dan dimana ini?" Batinnya.
Perlahan Alya menyingkap selimut, lalu memperhatikan pakaiannya. Kaos oblong dengan celana boxer sebagai bawahannya. Dimana pakaian yang di kenakannya tadi malam? Dan siapa yang telah mengganti pakaiannya?Diliriknya kembali pria itu.
"OMG! Apa yang sebenarnya terjadi? Jangan-jangan dia... Gue udah.."
"Aaa!" pekik Alya.
Melihat pria disampingnya terperanjat, Alya langsung mengambil bantalnya.
Bugh.
Bugh.
"Dasar br*ngsek! B*jingan! S*tan loe ya! Apa yang udah loe lakuin sama gue, hah!" umpat Alya sambil membabi buta menghantamkan bantalnya ke wajah dan tubuh pria itu.
Pria yang masih dalam keadaan setengah sadar itu sebisa mungkin menghindari amukan Alya dan itu sia-sia. Wanita yang memukulinya membuatnya terpojok sehingga terus beringsut dari posisinya semula. Dan...
Bugh.
"Aaww! Aww!" Ringisnya sambil memegangi bagian bokongnya.
"Gila, loe ya! Pagi-pagi udah KDRT. Sakit, tau!" Serunya.
"Rasain! Loe yang gila. Itu balasan yang nggak seberapa kalau dibandingin sama apa yang udah loe lakuin ke gue!" pekik Alya.
Sambil meringis pria itu bangkit. Tak lama kemudian ia terhuyung, terkena bantal yang di lemparkan Alya padanya.
"Eh, cewek gila! Salah gue apa, hah?" Hardiknya, sambil menghampiri Alya yang masih memperlihatkan kemarahannya.
Saat pria itu sudah berdiri dihadapannya, Alya terdiam. Matanya yang memerah karena marah seketika berkaca-kaca. Pria itu terlihat bingung. Sambil menggaruk kepalanya, ia pun bertanya, "Loe kenapa?"
"Loe bego apa pura-pura bego sih? Huaa..."
Melihat Alya yang menangis, pria itu semakin bingung.
"Gue nggak ngerti, maksudnya apa?"
"Loe udah merkosa gue!" teriak Alya.
"Merkosa?" Gumamnya.
Dan tak lama setelah itu, ia tergelak. Tawanya menggema dalam ruangan itu. Membuat Alya menghentikan tangisannya. Dan menatap nyalang pada pria dihadapannya.
Menyadari tatapan tajam Alya, pria itu mencoba menjelaskan.
"Tunggu dulu, loe udah salah paham. Gue nggak ngapa-ngapain loe. Apalagi merkosa loe. Sama sekali enggak! Sumpah, demi nyokap gue!"
"Bohong! Loe nggak usah bawa-bawa nyokap loe buat nutupin kelakuan bejat loe, ya! Kalau loe nggak ngapa-ngapain terus siapa yang gantiin baju gue, hah!" geram Alya sambil berusaha memukul pria itu dengan tangannya yang terkepal.
Satu layangan tangan Alya berhasil ditahan oleh pria itu. Dan dengan mudah ia balik mengunci pergerakan Alya hingga tak bisa berbuat apa-apa.
"Dengar dulu apa susahnya sih? Oke, gue akuin kalau gue yang gantiin baju loe. Itu karena baju loe kena muntahan loe sendiri semalam. Dan gue akuin juga, gue tergoda sama body loe waktu gue gantiin baju loe. Tapi.."
"Ngaku juga kan. Dasar cowok br*ngsek!" umpat Alya sambil meronta.
"Gue belum selesai!" Geramnya.
"Gue emang br*ngsek. Tapi gue nggak akan ngambil kesempatan dari cewek yang lagi mabuk."
"Bullshits!" pekik Alya.
"Terserah! Terserah loe mau percaya atau enggak!" tegas pria itu sambil menghempaskan tangan Alya yang tadi dikuncinya. Kemudian meninggalakan Alya menuju kamar mandi.
Alya termenung mencoba mengingat kejadian semalam. Dan dia terperanjak saat teringat ucapannya sendiri tentang pria yang akan jadi pacarnya.
"No. No. No. Nggak mungkin kan tu cowok nganggap serius ocehan gue," gumam Alya. Alya melangkah menuju balkon sambil memperhatikan keadaan kamar tersebut.
"Tunggu, kok nggak sakit?" batin Alya. Ia menggerak-gerakkan pinggulnya dan melangkah selebar mungkin untuk memastikkannya. Alya mengingat ucapan salah satu temannya tentang rasa sakit setelah melakukan 'hal itu' pertama kali.
"Berarti dia nggak bohong dong? Syukur deh. Papa pasti kecewa kalau gue sampai 'jebol' sebelum married. Tapi tetap aja dia udah lihat daleman gue, ah sialan!" gumam Alya.
Tak lama terdengar bell berbunyi. Alya melihat seorang pria berdiri di depan pintu pada layar monitor. Alya tertegun karena merasa pernah melihatnya.
Pria itu yang membukakan pintu. Tak lama ia menghampiri Alya dengan membawa paper bag di tangannya.
"Nih kunci mobil loe. Dan ini juga buat loe," ujar pria itu sambil meletakkan paper bag itu di atas tempat tidur.
"Siapa cowok tadi? Kok rasanya gue pernah lihat, tapi dimana ya?"
"Dia bartender di club yang semalam." Sahutnya.
"Oh."
Alya membuka paper bag itu. Ternyata isinya pakaian wanita lengkap dengan pakaian dalamnya. Wajah Alya tiba-tiba merona. Ia tak habis pikir, bagaimana bisa pria itu melakukannya.
Setelah mengganti pakaiannya di kamar mandi, Alya menghampiri pria itu di dapur.
"Mau kopi hitam atau pakai creamer?" Tawarnya.
"Pakai creamer," sahut Alya singkat.
Alya memperhatikan gerak-gerik pria itu. Perawakannya tinggi tegap dengan kulit bersih yang di tumbuhi bulu-bulu tipis di atasnya. Cukup menawan dan mempesona.
"Nama loe siapa?"
Alya tersadar dari lamunannya.
"Alya. Loe sendiri siapa?"
"Gue, Rafael. Loe nggak lupa kan ucapan loe semalam?"
"Ucapan gue yang mana?" tanya Alya pura-pura lupa.
"Gue ini pacar loe, ingat?"
"Hehe, semalam gue kan lagi mabuk."
"Hmm, gitu ya? Coba siniin ponsel loe!"
"Mau ngapain?"
"Udah, siniin aja. Kali aja nanti loe butuh pertanggung jawaban gue," sahut Rafael.
"Tanggung jawab apaan, nggak terjadi apa-apa juga."
"Tau gitu gue apa-apain loe, Al," seringai Rafael sambil memasukkan nomer ponselnya di ponsel Alya.
Alya hanya mendelik mendengar ucapan pria yang baru semalam dikenalnya itu.
***
London
Pagi ini, Amiera bersama Rendy dan juga Bella mengantar keluarga Atmadja ke bandara. Saat hendak kembali, Rendy menolak tawaran Amiera untuk mengantarnya ke tempat kerja. Rendy lebih memilih menggunakan taksi untuk mengantarnya.
Seperti rencana kemarin, Amiera meminta Bella menemaninya mencoba transportasi umum dari apartemen menuju kampusnya. Gadis itu terlihat antusias dan sangat menikmati perjalanannya. Sampai-sampai Bella menggelengkan kepala melihat tingkah Amiera.
Esoknya, Amiera bersama Bella mengunjungi Mike di tempat kerjanya. Ada hal yang ingin disampaikan Amiera pada orang kepercayaan Salman itu.
Karena sedang ada di perusahaan, Bella pun meminta ijin untuk keruangannya. Menurut bagian HRD, ada karyawan baru yang lolos seleksi sebagai asitennya dan mulai bekerja hari ini.
Di ruangan Mike..
"Uncle, Amie mohon."
"Tidak bisa, Nona. Tuan Salman akan marah jika saya membiarkan Anda tanpa pengawalan," sahut Mike.
"Tapi Amie ingin mandiri. Amie bisa berteman dengan Bella. Dia bisa datang kapan saja ke apartemen. Tapi untuk jadi asisten pribadi, itu berlebihan. Bella juga punya tanggung jawab disini."
Mike, pria bule itu menatap Amiera dengan tatapan bingung.
"Nona, sebaiknya anda bicarakan hal ini dengan Tuan Salman. Saya benar-benar tidak bisa memutuskannya," ujar Mike.
Bagaimana tidak bingung, Amiera menolak semua fasilitas yang disediakan Tuan Salman untuknya. Akan tetapi Nona Mudanya itu meminta Mike yang membicarakan dengan Tuannya. Rupanya Amiera tidak punya cukup keberanian untuk membicarakannya langsung dengan Daddynya.
"Baiklah, kalau Uncle tidak bisa membantu. Amie akan coba untuk bicara dengan Daddy nanti," ujar Amiera kecewa.
"Maafkan saya, Nona. Saya benar-benar minta maaf," ucap Mike sambil menunduk hormat.
Di bagian lain..
Bella sedang menatap tajam pada karyawan baru yang terduduk di hadapannya. Sebagai PM, Bella terkenal dengan ketegasannya.
Bella juga tak segan untuk memecat karyawan yang berani bermain-main dengan anggaran proyek yang sedang di jalankannya. Ia juga disegani oleh partner kerjanya. Berbanding terbalik dengan kepribadiannya yang cuek bila sedang tidak bekerja.
"Jadi kau baru lulus dan tidak punya pengalaman apa-apa? Kau melamar kerja disini hanya bermodalkan gelar Magister Teknik yang baru saja kau raih?"
"Benar. Tapi saya akan buktikan kemampuan saya dalam bekerja." Sahutnya.
"Baiklah, aku membutuhkan pembuktian, bukan sekedar omong kosong. Gelarmu tidak berarti apa-apa disini kalau tanpa karja nyata. Kau paham?"
Karyawan itu mengangguk pelan.
"Oh iya, siapa tadi namamu?"
"Sophia. Sophia Baker." Sahutnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Cornelia Mustamu
lanjut
2020-12-16
1
@ynie807
😋😂shopia kerja di bapaknya amiera
huuu gtu aj mau nglawan amiera jauhhh kelez
2020-12-15
3