Happy reading...
Di kamar anak-anaknya, Meydina dan Maliek sedang mencoba menidurkan ketiganya. Wajah lelah Maliek terlihat mulai putus asa saat Zein sang putra sulung belum tidur juga.
Amar yang mulai terlelap berkali-kali terperanjak oleh suara dan tingkah kakaknya itu. Sekeras apapun usaha Maliek mejauhkan Zein, nampaknya tak sebanding dengan tekad Zein yang masih ingin ditemani Amar, adiknya.
"Kakak, tidurnya sama Papi yuk di kamar atas!" ajak Papi Maliek.
"No. Kakak mau cama Mami di cini," sahut Zein dengan tangan yang tak henti ingin meraih wajah Amar.
"Sayang, kalau ingin di sini jangan ganggu Amar dong." Pintanya.
"Kakak mau dekat Mami, Amal awas."
"Nanti kalau dekat Mami, Kakak ganggu Fatum."
"Bialin," jawab Zein santai dengan mimiknya yang menggemaskan.
"Yee, tu kan Kakak gitu. Papi gelitikin nih ya..."
Maliek dan Zein akhirnya terkekeh bersama. Meydina hanya tersenyum sambil menyudahi kegiatannya karena Fatima sudah terlelap. Ia kemudian meraih ponselnya yang sengaja diatur dalam mode silent.
Ada beberapa panggilan tak terjawab dari Alena. Juga ada beberapa foto yang dikirimnya. Meydina tersenyum melihat kebahagiaan mereka. Senyumnya semakin mengembang saat ada sosok Rendy dalam salah satu foto yang dilihatnya.
"Papi jeyek," ucap Zein di sela-sela candaannya.
"Enak aja, Papi ganteng dong. Kakak apalagi, ganteng banget."
"Nggak, jeyek."
"Terus yang ganteng siapa, hmm?"
"Daddy," jawab Zein singkat.
"Kakak gitu ya, masa iya Uncle lebih ganteng dari Papi?"
"No, Uncle. Daddy, Pi..."
"Uncle Alvin itu Daddynya Queena. Kalau Daddy Zein, Papi." Maliek mencoba menjelaskan.
"Daddy!" Zein nampaknya tetap pada pendiriannya.
"Oke, terserah Kakak aja. Yang penting Kakak bahagia," ujar Maliek pasrah. Zein terlihat senang, mungkin karena ia merasa menang berargumen dengan Papinya.
Meydina mulai beranjak, ia sedang melakukan panggilan video dengan Alena. Saat Alena menerima panggilannya, Meydina mendekat pada Maliek dan juga putranya.
📱 "Hai, Kakak ganteng! Kangen auntie nggak?"
📱 "Enggak."
Sontak terdengar gelak tawa dari mereka yang mendengarnya.
📱 "Kalau sama auntie, Kakak kangen nggak?" tanya Amiera.
Zein mengangguk senang. Raut wajah bahagia Amiera yang bertolak belakang dengan Alena terlihat lucu di layar ponsel Meydina.
📱 "Ren, loe nggak kangen sama gue?" tanya Meydina saat wajah Rendy tertangkap kamera ponsel Alena.
Rendy menoleh dengan senyum di wajahnya. Alena pun mendekatkan ponselnya pada Rendy.
📱 "Ngapain juga gue ngangenin istri orang. Loe apa kabarnya, Mey?"
📱 "Baik, Om," jawab Meydina menirukan suara anak kecil karena Zein mendekat pada layar ponselnya.
📱 "Hai, Jagoan! Siapa namanya?"
📱 "Kakak siapa namanya? Itu Omnya nanya. Zein, Om! Gitu.. Oh iya, gimana di situ, Ren? Sombong loe sekarang nggak pernah ngasih kabar ke gue."
📱 "Ya gini deh. Loe bisa lihat sendiri."
📱 "Loe agak kurusan ya, Ren?"
📱 "Ya namanya juga hidup sendiri, Mey. Makan seingatnya plus seadanya," kekeh Rendy.
📱 "Married dong Ren, biar ada istri yang ngurusin. Loe juga udah kerja kan?"
📱 "Udah, lumayan buat jajan, hehe. Belum kepikiran, Mey. Ntar aja kalau udah nemu yang klop."
📱 "Kapan nemunya, Dodol? Dari dulu nggak nemu-nemu."
Rendy tergelak, ia kemudian menyerahkan kembali ponsel itu pada Alena. Meydina melanjutkan percakapannya dengan Alena dan juga Amiera. Kadang Nura juga ikut menyela pembicaraan mereka.
Tanpa disadari Meydina, Maliek yang sedari tadi mendengar percakapan mereka mulai terusik hatinya. Pria itu berpura-pura sibuk dengan ponsel miliknya sambil mendengarkan percakapan istrinya.
Sekilas Maliek melihat tampilan wajah Rendy pada ponsel Meydina. Entah mengapa ada rasa panas menguap dalam hatinya. Maliek merasa tatapan Rendy pada Meydina masihlah sama. Tatapan yang menyiratkan rasa cinta seorang pria pada wanita pujaannya.
"Kakak masih belum ngantuk?" tanya Meydina yang sudah menutup panggilannya.
Zein menggeleng sambil memeluk Maminya.
"Mau susu lagi?" tawar Meydina.
"Mau." Zein mengangguk antusias.
"Pi, buatin Kakak susu," pinta Meydina sambil melirik pada Maliek.
Maliek berpura-pura tak mendengarnya.
"Pi, mau susu," rengek Meydina sembari bercanda dengan putra sulungnya.
"Mami yang buat, Sayang. Papi lagi baca Email dari teman," sahut Maliek datar.
"Ya, udah. Kita buat susu Kakak, yuk!" ajak Meydina.
Meydina dan Zein berjalan beriringan menuju pantri. Maliek menatap keduanya dengan perasaan yang sulit diartikan. Ada perasaan kesal yang tiba-tiba menyergap hatinya, sekaligus merasa bersalah karena menolak permintaan istrinya.
Maliek mencoba mengatur gejolak emosi yang mulai dirasanya akan meletup. Ia khawatir perasaannya yang tak biasa itu bisa merusak moodnya dan juga mood Meydina.
"Gue kenapa sih? Apa gue lagi cemburu sama Rendy?" batin Maliek.
Setelah membuat susu, Meydina menidurkan Zein dengan nyanyiannya yang pelan. Ia menatap Maliek yang beranjak seperti hendak meninggalakan kamar tersebut.
"Kak Maliek mau tidur di atas?"
"Iya. Aku capek, Mey. Mau istirahat," jawab Maliek datar tanpa menoleh.
Meydina menatap heran punggung suaminya. Tidak biasanya Maliek bersikap seperti itu. Suara pintu yang ditutup menyadarkan lamunan Meydina.
"Kak Maliek pasti sangat kelelahan. Setelah seharian kerja, di rumah waktu istirahatnya juga kurang," gumam Meydina.
Meydina menghela nafasnya sambil menatap sendu ketiga buah hatinya. Bukan hanya Maliek, ia bahkan tidak bisa istirahat dengan baik selama ini. Tidak siang, tidak juga malam. Meydina kesulitan mendapatkan waktu senggang untuk sekedar merilekskan otot-ototnya yang dirasa menegang.
Meydina menekan tombol untuk memanggil babysitternya. Tak lama kemudian dua orang babysitter masuk kedalam kamar.
"Malam ini kalian tidur disini ya. Susu untuk Fatima sudah ada, tinggal dihangatkan."
"Baik, Nyonya." Keduanya menjawab hampir bersamaan.
***
Di tempat lain, Rendy baru saja selesai membersihkan dirinya. Ia terlihat segar dengan rambutnya yang basah. Mama dan Alena menginap di tempat Amiera. Sedangkan Papanya menginap di apartemennya.
Dua pria berbeda generasi itu seakan ingin membicarakan banyak hal setelah sekian lama tidak bertemu.
"Kamu belum bisa melupakannya, Ren?" tanya Papa Wira sesaat setelah menatap foto Rendy dan Meydina yang menempel dikaca.
"Belum, Pa," sahut Rendy pelan.
"Lupakan Meydina, Nak! Dia sudah menjadi istri Maliek. Tidak baik kalau ada yang mengetahui perasaanmu ini."
"Rendy tahu, Pa. Rendy juga ingin bisa menghapus perasaan ini dan menganggapnya sebatas teman saja. Tapi itu tidak mudah, Pa."
"Papa kira selama kamu di sini, kamu sudah move-on dari Meydina. Ternyata itu salah."
Rendy hanya bisa tersenyum tipis. Bagaimana ia bisa move-on secepat itu, jika setiap hal dalam kesehariannya selalu mengingatkannya pada Meydina.
***
Malam mulai larut, Meydina menatap sendu pada wajah suaminya. Benar saja, Maliek pasti merasa sangat lelah sampai tak sempat mengganti pakaiannya.
Dengan sangat hati-hati Meydina mengganti pakaian suaminya. Ia khawatir akan membangunkan Maliek dari tidur lelapnya. Akan tetapi dengkuran halus yang didengarnya menjadi satu pertanda kenyamanan tidur Maliek tidak terusik sama sekali.
Setelah dirasa selesai dengan tugasnya, Meydina merebahkan tubuh lelahnya di samping suaminya. Rasa lelah dan kantuk yang menderanya membawa Meydina terlelap secepat mimpi membawanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Mbah Edhok
jadi keinget lagi ...
2021-08-14
0
piyak 🐣🐣
lnjuuuuttt kak ,,,,,😄😄😄
2020-12-11
1
Cornelia Mustamu
lanjut
2020-12-11
1