Happy reading...
"Baiklah, Sophia. Selamat bekerja! Jika ada yang ingin di tanyakan, silahkan hubungi sekretaris saya!" ucap Bella.
Setelah bersalaman, Bella meninggalkan Sophia yang memandangnya heran. Hal itu karena Sophia berpakaian casual. Bukan pakaian formal pada umumnya.
"Ada apa? Mengapa raut wajahmu seperti itu?" tanya Mya, Sekretaris Bella.
"Benarkah dia seorang PM?"
"Kau jangan lancang!" seru Mya dengan tatapan tak suka.
"Bukan begitu, tapi pakaiannya tidak seperti seorang PM. Apa mungkin dia menjadi PM dengan sogokan?" tuduh Sophia.
"Kau!"
Sophia mendelik pada Mya yang mengacungkan telunjuk padanya. Ia yakin walau masih baru, gelarnya lebih tinggi dan lebih bergengsi dari wanita itu.
"Jaga bicaramu! Bella bisa dengan mudah menendangmu keluar dari perusahaan ini," tegas Mya. Kemudian berlalu meninggalkan karyawan baru yang menurutnya arogan itu.
"Oh, ya? Kita lihat saja nanti," delik Sophia.
***
Beberapa karyawan melirik Amiera yang keluar dari lift eksekutif bersama Mike. Kecantikan dan cara berjalan Amiera yang terkesan angkuh menghadirkan aroma tersendiri bagi yang melihatnya.
Ada yang mulai berbisik, ada juga yang berani mendelik. Namun itu semua tidak berpengaruh apa-apa bagi Amiera. Ia tetap percaya diri melenggang melewati mereka.
"Kalian sudah selesai?" tanya Bella yang menghampiri mereka.
"Sudah. Bagaimana denganmu?"
"Aku juga sudah. Kita pergi sekarang?" tanya Bella.
Sebelum menjawab pertanyaan Bella, Amiera menghampiri dua orang staf pria yang tadi berbicara dengan Bella. Amiera tidak suka tatapan mereka yang seperti merendahkannya.
"Turunkan pandangan kalian saat bertemu denganku! Atau akan ku buat kalian menyesalinya," ancam Amiera dengan tatapannya yang tajam.
Dua pria itu terkejut, begitu juga Mike dan Bella. Cepat-cepat Mike memberi isyarat pada keduanya agar meninggalkan mereka.
"Maaf, Nona. Mereka tidak bermaksud buruk," ujar Mike.
"Tapi aku tidak suka. Mereka menatapku seperti aku ini maneken di pinggir jalan," dengus Amiera.
"Nona, mereka terpesona oleh kecantikan anda."
"Aku tidak suka, Uncle," tegas Amiera.
"Baiklah, aku akan memperingatkan mereka. Maaf atas ketidak nyamanan ini, Nona."
"Kita pergi sekarang? Bye, Uncle!"
Bella melambaikan tangan pada Kakaknya sambil mengulumkan senyum. Mike yang selama ini terkenal garang, merendahkan suaranya dan salah tingkah di depan Amiera. Hal itu pemandangan yang sangat langka.
***
Kediaman Salman pagi ini sangatlah ramai. Tepatnya di taman yang letaknya di bagian samping rumah besar itu. Alvin dan anak-anak bermain sambil tertawa riang. Sementara Salman dan Maliek sedang menikmati minuman hangat mereka.
Tak berselang lama, Laura dan Meydina datang dengan nampan di tangan mereka. Keduanya membawa camilan sebagai teman minum dan tak ketinggalan hummus, sarapan favorit sang ayah.
"Terima kasih, Sayang!" ucap Maliek.
Deheman Laura membuat wajah Meydina merona.
"Kak Alvin!"
"Siap!" sahut Alvin.
Alvin berlari kecil di ikuti Zein, Amar dan juga Queena. Ketiga anak itu terdengar tergelak riang menuju ibu mereka.
"Kakek, Kakak mau itu!" seru Zein.
"Sayang, itu punya Kakek. Mami ambilin untuk Zein, ya. Amar mau? Queen juga mau, Sayang?"
Amar dan Queena kompak menggeleng. Mereka lebih suka kue yang ada di piring dari pada hummus yang tampilannya seperti bubur itu.
Sambil menunggu Meydina, Salman menyuapi Zein. Ia menolak saat Laura menawarkan diri menggantikannya. Salman menatap dengan tatapan berbinar kepada Zein yang dengan lahap menikmati makanannya.
"Pi, Amal mau naik pesawat," ujar Zein.
"Oh, ya? Amar mau?" tanya Maliek pada putranya yang sedang di atas pangkuannya.
"Kakak juga, Pi," sahut Zein, bersamaan dengan Amar yang menganggukkan kepala.
"Lho, bukannya Kakak yang mau naik pesawat?" ujar Salman.
"Shuut.." Zein menempatkan telunjuknya di tengah bibirnya, seolah memberi kode pada Kakeknya.
"Oke, oke. Kakek diam." Salman menanggapi dengan suara pelan. Ia kembali menyuapi Zein dengan senyum yang terkulum.
"Ini yang mau Kakak apa Amar?" tanya Alvin pura-pura tidak mengerti.
"Amal, Kakak juga mau," Zein tetap pada sikapnya.
"Kakak mau apa?" tanya Meydina.
"Punya Kakek di habiskan sama Kakak?" tanya Meydina lagi. Karena belum lama ketiga anak itu sudah sarapan.
"Hehe. Kakak mau naik pesawat, Mi." Ujarnya.
"Amar katanya yang mau, Mi. Kakak cuma ikut-ikutan," ucap Maliek.
Meydina mengerutkan keningnya.
"Kakak yang mau, Mi. Amal yang ikut-ikutan." Akunya.
"Dari tadi dong bilang. Kakak yang mau. Jangan nuduhin ke Amar," gelak Alvin.
"Daddy nakal.." Ujarnya, dengan wajah cemberut.
"Vin!" seru Salman yang sontak membungkam mulut Alvin yang sedang tertawa.
Salman menepuk pahanya dan Zein langsung naik ke atas pangkuan Sang Kakek. Sambil mengusap kepala Zein, Salman berkata, "Kakak mau kemana? Bilang sama Kakek!"
"Kakak mau ke tempat yang banyak mainannya. Yang ada keleta mutel-mutel," sahut Zein sambil memperagakan dengan tangannya.
Salman mengangguk-angguk, kemudian menoleh pada Meydina.
"Dimana itu, Mey?" tanya Salman dengan suara pelan.
"Taman bermain indoor yang lagi rame itu mungkin, Yah. Yang banyak wahananya. Kakak lihat iklannya di televisi ya?"
Zein mengangguk cepat.
"Disini?" tanya Salman.
"Iya, Yah."
"Ya udah, kita kesana. Sekarang juga boleh. Mumpung ada Queena," ujar Salman.
Zein bersorak riang. Diikuti oleh Amar dan juga Queena. Sedangkan orang tua mereka saling beradu pandang.
"Tapi anak-anak masih terlalu kecil, Yah. Belum boleh naik wahana seperti itu," ujar Meydina.
"Mami, Kakak mau!" pekik Zein.
Kini giliran Salman yang kebingungan. Ia merutuki dirinya yang tidak pernah terpikir membuatkan taman bermain untuk cucu-cucunya.
"Kita sewa semuanya. Biar operatornya bisa menyesuaikan dengan anak-anak. Dan mereka nggak usah jual tiket hari ini. Maliek, hubungi pihak taman bermain itu," titah Salman.
Maliek sesaat menatap Meydina lalu beralih menatap Alvin. Sahabatnya itu mengangguk sangat pelan. Ia tahu benar keinginan Daddynya sulit untuk di bantah.
Maliek akhirnya berdiri dan mulai mencari informasi tentang taman bermain yang di maksud dan kontak yang bisa di hubungi. Cukup lama ia meyakinkan pihak taman bermain itu. Karena memang hal tersebut sangat jarang terjadi.
"Bagaimana?" tanya Salman saat Maliek menghampiri mereka lagi.
"Oke, deal!. Hari ini kita bersenang-senang!" seru Maliek.
"Yeah!!"
Semuanya terlihat gembira, terutama anak-anak. Sedangkan Meydina menggeleng pelan sambil menghela nafasnya.
"Kalian siap-siap, ya!" pinta Salman.
"Oke, oke, oke," sahut Zein yang segera turun dari pangkuan Kakeknya dan berlari ke arah babysitter yang sudah menunggunya.
Tidak hanya Zein, Amar dan Queena juga bersiap-siap dengan bantuan babysitter mereka.
"Ayah berlebihan deh," keluh Meydina.
"Berlebihan apanya, Mey?"
"Kita kan nggak harus sewa tempat itu semua," kilah Meydina.
"Kalau nggak disewa, anak-anak nggak bisa naik. Kan kamu sendiri yang bilang. Kalau disewa, kita bisa minta operatornya mengatur kecepatan wahana itu. Anak-anak juga bisa leluasa bermain sepuasnya," papar Salman.
"Udahlah, Mey. Nggak tiap hari juga, cuma sehari ini," sahut Alvin.
Meydina menoleh pada Maliek, suaminya itu mengangguk. Begitu juga dengan Laura.
"Ya udah deh, terserah kalian. Kak Laura, kita bersiap juga yuk!" ajak Meydina.
"Ayo!" sahut Laura.
Meydina dan Laura berlalu meninggalkan ketiga pria yang menatap mereka dengan senyuman tipis di wajahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Kapten Rajo Devi
Sultan
2022-06-12
0
Ai Solihat
sultan di lawan...
2021-12-08
0
momtikita
Sultan mah bebas yaaa
2021-03-11
2