Happy reading...
"Ah," desah Amiera yang menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur. Dipandanginya langit-langit kamar yang akan ditinggalkannya untuk waktu yang cukup lama.
Amiera bersyukur bisa melanjutkan kuliah fashion design di kampus incarannya dengan mudah. Karena dengan demikian, cita-citanya menjadi seorang fashion designer profesional sudah di depan mata.
Amiera menatap foto keluarga kecilnya sebelum meninggalkan kamar tersebut. Di sana ada Ia, Alvin dan almarhumah mommynya.
"Mom, Amie akan memulai kehidupan yang sesungguhnya. Jauh dari Daddy, jauh dari Kak Alvin, juga jauh dari keluarga ini. Di sana Amie akan belajar menata kehidupan Amie sebaik mungkin. Amie ingin membuat Daddy bangga, Mom. Semoga mommy selalu mendukung langkah Amie," gumam Amiera.
Gadis itu tersenyum menatap wajah Lucy dan mengusapnya. Ia kemudian menuju ruang kerja Salman.
"Dad, boleh Amie masuk?" tanya Amiera sambil mengetuk pintu ruang kerja Salman.
"Masuklah!" jawab Salman dari dalam.
"Kau sudah siap?" tanya Salman yang beranjak dari tempat duduknya.
Amiera tersenyum dan memeluk daddynya sambil berucap, "Terima kasih, Dad."
"Baik-baiklah disana. Kau harus belajar bertanggung jawab atas keputusanmu. Aku hanya ingin kau bahagia. Hati-hati dalam bergaul, Amie. Pilihlah teman yang baik," pesan Salman. Pria itu mengusap surai putrinya lalu mengecup pucuk kepala Amiera.
"Iya, Dad. Amie akan mengingatnya."
Salman dan Amiera menuju ruang utama. Di sana ada Resty dengan kedua putra Meydina.
"Kakek!" seru Zein yang berlari menghampirinya.
Salman menyambutnya dan membawa serta dalam dekapannya. Tak lama Meydina dan Maliek tiba dari arah tangga. Amar terlihat senang sambil berputar-putar membunyikan mainannya.
"Aldo, bukankah kita harus menghadiri rapat dengan perwakilan perusahaan pengembang asal Jerman sebentar lagi?" tanya Maliek.
"Benar, Tuan."
"Bagaimana kalau kita pergi bersama?"
"Tapi, Tuan. Saya harus mengantar Nona Amiera dulu ke bandara," sahut Aldo.
Maliek terdiam sesaat.
"Bagaimana kalau Riky saja yang mengantar Amiera ke bandara. Sebentar lagi juga dia datang. Sepertinya kita sudah ditunggu oleh mereka," ujar Maliek sambil memperlihatkan layar ponselnya yang dihubungi seseorang.
Sementara Maliek menjawab panggilannya, Aldo terlihat bingung. Di satu sisi ia harus mewakili perusahaan Al-Azmi, di sisi lain ia juga ditugaskan mengantar Nona mudanya ke bandara.
"Pergilah bersama Maliek. Biar Riky saja yang mengantar Amiera," ujar Salman yang seolah tahu dilema yang dirasakan anak buahnya.
"Baik, Tuan."
"Maliek, menurut Mama kalian membutuhkan seorang supir. Kalian tidak harus selalu mengandalkan Aldo atau Riky, kan?"
"Iya, Ma. Nanti Maliek akan cari orang yang sekiranya bisa di percaya."
"Sayang, Papi pergi dulu ya." Maliek mencium gemas ketiga anaknya.
"Amiera, jaga dirimu. Jangan lupa untuk selalu memberi kabar pada kakakmu," pesan Maliek.
"Iya, Kak."
Aldo dan Maliek menuju teras. Aldo bergegas menuju mobil, sedangkan Maliek berpamitan pada Meydina. Tak lama kemudian, mobil Riky tiba di pelataran kediaman itu. Riky menyapa pada Aldo dengan gerakan tangannya. Saat ia dan Maliek berpapasan, keduanya saling memberi isyarat dan tersenyum mencurigakan.
"Kenapa, Pak Riky? Sepertinya lagi senang," tanya Meydina heran.
"Kenapa, nggak boleh? Aku senang karena seharian ini akan melihat wajah Alya yang cemberut," jawab Riky asal.
"Kak Alya kenapa?"
"Dia kesal sama suamimu, Mey. Karena tidak diberi izin cuti untuk ikut dengan orang tuanya ke London."
"Kenapa nggak diizinkan?"
"Kerjaan lagi banyak, Mey. Kita lagi banyak tender," sahut Riky.
"Ooh, pantesan."
"Selamat pagi, Tuan. Selamat pagi, Tante." Sapanya.
"Selama pagi, Rik!" sahut Resty.
Sementara Salman asik dengan Zein, Meydina menghampiri Amiera di kamarnya.
"Amar, main sama Om dulu ya. Oma mau ke kamar auntie, oke?"
"Sini, jagoan. Ayo, kita dengar ini lagu apa ya?" celoteh Riky mencoba membujuk Amar. Mendengar musik dari mainannya, Amar terlihat senang dan menghampiri Riky.
Di kamar Amiera, Meydina sedang memeluk adiknya itu.
"Jaga dirimu, ya. Kakak pasti akan sangat merindukanmu."
"Iya, Kak. Kak Mey juga jangan terlalu lelah. Amie pasti akan merindukan Kakak."
"Apa cuma Meydina yang akan kamu rindukan? Terus Tante enggak, gitu?"
"Pasti dong, Tante." Amiera kini memeluk Resty.
"Terima kasih, Tan. Sudah menyayangi Amie."
"Sama-sama, Sayang. Kamu tenang aja, kita semua pasti akan mengunjungimu disana."
"Udah siap semua, Amie? Yakin nggak ada yang ketinggalan?" tanya Meydina.
"Udah, Kak. Yuk, Tan!"
Amiera berpamitan sekali lagi dengan mereka yang ada disana, tidak terkecuali ketiga keponakannya. Sementara itu, Riky memasukkan koper Amiera ke dalam bagasi mobilnya.
"Amie, kok nggak banyak barang bawaannya?"
"Memangnya Kak Riky mau Amie bawa berapa koper?"
"Ya, kan biasanya kalau perempuan pergi-pergi suka banyak barang bawaannya."
"Perempuan yang mana? Amie cuma bawa dokumen penting aja. Baju dan perlengkapan lainnya bisa beli di sana. Untuk apa repot-repot bawa," sahut Amiera.
"Iya nih, Pak Riky. Memangnya siapa sih orangnya?" goda Meydina.
"Apaan sih, Mey? Nggak ada juga," sahut Riky.
"Ah, masa?"
"Beneran, bu Bos."
Meydina pun terdiam, ia paling tidak suka kalau Riky menyebutnya begitu.
Amiera melambaikan tangannya. Ada perasaan haru di hatinya saat meninggalkan kediaman Daddynya. Orang-orang di sana sangat tulus menyayanginya. Dan semua itu nantinya pasti akan dirindukan oleh Amiera.
Selama perjalanan menuju bandara, Amiera tidak banyak bicara. Gadis itu sedang memutar memori dari awal menginjakkan kaki dinegara ini sampai keberangkatannya hari ini.
Banyak yang sudah terjadi. Suka dan duka sudah ia lewati di sini. Dan nanti di sana, entah akan bagaimana.
"Amie, kenapa diam saja?"
"Nggak apa-apa, Kak."
"Kamu jangan khawatir, Amie. Di sana kamu punya banyak orang yang akan dengan senang hati membantumu."
"Maksud Kakak?"
"Di sana ada Paman ibumu, kau ingat? Alvin lahir di sana. Kau bisa mengunjungi mereka. Lumayan, tidak terlalu jauh dari pusat kota London. Dan ada Mike yang kapan saja bisa membantumu. Aku kagum pada loyalitas mereka, ayahmu memang luar biasa."
"Siapa yang Kakak maksud 'mereka'?"
"Siapa lagi kalau bukan Sami, Aldo, Mike, dan orang-orang kepercayaan Tuan Salman lainnya. Aku belum tentu bisa seperti mereka."
"Kalau Kak Riky bekerja pada Daddy, mungkin bisa seperti mereka. Kakak akan tahu seperti apa Daddy, dan akan berpikir ribuan kali untuk menghianatinya."
Riky bergidik membayangkannya. Riky melirik pada gadis cantik di sebelahnya itu. Ia tersenyum kecut sambil bergumam dalam hatinya, "Seandainya kamu bukan seorang Al-Azmi. Seandainya saja kamu hanya adik Alvin, Amie."
Sampai di bandara, mereka sudah di tunggu oleh keluarga Atmadja. Sepertinya Evan dan Alya yang mengantar mereka.
"Kak Amie!"
"Hai, Len! Om, Tante, Om Evan.."
Amiera menyalami mereka satu persatu.
"Cantiknya anak gadis yang satu ini," puji Nura.
"Terima kasih, Tante."
"Yuk, kita check-in sekarang!" ajak Nura.
Kedua gadis itu mengangguk, terutama Alena yang terlihat sangat antusias.
"Kak Riky, terima kasih ya."
"Iya, Cantik. Hati-hati!" Riky melambaikan tangannya.
"Mas, kami berangkat ya! Titip Alya," pamit Nura pada Evan. Ia kemudian memeluk Alya yang masih merasa kesal karena tidak bisa ikut bersama mereka.
"Iya, hati-hati. Salam untuk Rendy," sahut Evan.
"Lain kali, Sayang. Kamu kan sudah pernah ke Eropa," bujuk Nura.
"Iya, Ma." Alya memaksakan senyumnya. Kemudian Wira memeluk nya juga.
"Dah, Papa! Dah, Kak Riky! Dah, Kak Alya!" seru Alena riang.
Mereka berempat masuk ke bandara. Sedangkan Evan mengusap lembut punggung Alya sambil berucap, "Gimana kalau lain kali gantian kita berdua yang jalan-jalan ke luar negeri, mau?"
"Beneran, Om?" Wajah Alya berubah senang.
"Kenapa enggak? Tapi bayar masing-masing ya. Hehe," kekeh Evan.
"Ih, Om ini. Alya udah seneng," gerutu Alya.
"Kalau Om loe nggak jadi ngajak, sama gue aja perginya. Gimana?" ujar Riky.
"Sama, Loe?"
"Hmm, tapi loe yang bayarin. Hahaha," gelak Riky.
"Sialan, Loe. Dasar muka gratisan," umpat Alya.
"Al, ikut mobil gue aja. Kita sekalian ke kantor," ajak Riky.
"Loe nggak jemput Maliek dulu?"
"Nggak. Maliek udah pergi sama Aldo."
"Ya udah deh. Tapi jangan minta di bensinin ya!"
Riky kembali tergelak mendengar ucapan Alya. Dan merekapun berpamitan pada Evan yang juga akan menuju kantornya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Angelia Comel
lupa jln cerita ma pemain nya
2022-01-08
0
Dhika Chawla
riky suka sm amiera ya.. tp nikahnya sama alena..😁😁
2021-11-07
0
Mbah Edhok
kok jadi keinget ya ...
2021-08-14
0