Happy reading...
Bunyi nyaring alarm yang kesekian kali akhirnya membangunkan tidur Amiera. Gadis itu sengaja bangun lebih awal dari biasanya. Hari ini, ia bersemangat untuk memulai kuliahnya.
Sesuai kesepakatan dengan Daddynya, Amiera masih menempati penthouse itu. Dan hari ini, ia akan mencoba pergi ke kampus menggunakan transportasi umum seorang diri. Dengan senyum bahagia terukir di wajah cantiknya, Amiera bersiap dengan diawali melangkah ke kamar mandi.
Dibagian lain gedung itu, Rendy juga sedang bersiap untuk berangkat kerja. Karena studynya sudah selesai, ia bisa fokus bekerja. Membangun karier untuk masa depannya. Sebelum berangkat, ia menyempatkan minum kopi hasil racikannya sendiri.
Sementara itu, Amiera sedang menikmati sandwich yang disiapkan pelayannya. Saat tinggal suapan terakhir ia menerima panggilan video dari kakaknya, Alvin.
Alvin yang kini sedang berada di kantor sengaja menelepon untuk menyemangati adiknya. Setelah panggilan diakhiri, Amiera bersiap untuk pergi.
Diluar, Amiera disapa oleh penjaga apartemennya. Mereka adalah orang suruhan Mike yang bertugas menjaga keamanan Amiera di tempat tinggalnya.
Saat Amiera memasuki pintu lift khusus penghuni penthouse, di waktu yang bersamaan Rendy juga memasuki pintu lift. Hanya saja, lift yang Rendy gunakan berbeda dengan Amiera.
Sampai di lantai bawah, keduanya berjalan menuju halaman depan gedung itu. Amiera yang melihat Rendy lebih dulu pun menyapanya.
"Ren, Rendy!" seru Amiera.
Karena tak kunjung menoleh, Amiera menepuk pundak pria itu dari belakang. Rendy pun menoleh, lalu melepas backphone yang dipakainya.
"Mau berangkat kerja?" tanya Amiera sedikit terengah.
"Iya," sahut Rendy singkat dan hanya melirik sekilas pada Amiera. Kemudian memasang kembali backphonenya dan melangkah mendahului Amiera.
Disadari atau tidak, mereka berjalan beriringan ke tempat yang sama. Mereka sama-sama menuju halte bus yang letaknya agak jauh dari gedung apartemen.
Rendy mengernyitkan dahi saat melihat Amiera berdiri di sampingnya.
"Loe mau naik bus? Emangnya bokap loe nggak nyediain mobil?"
"Ada sih, tapi gue mau nyoba naik bus. Beberapa hari yang lalu udah pernah nyoba dan lumayan asik, jadi gue mau naik lagi. Hehe," sahut Amiera.
"Oh," ucap Rendy.
Amiera sesekali melirik pada Rendy. Pria itu terlihat menawan dengan setelah kerjanya yang berkesan maskulin. Gayanya yang cuek dengan backphone di telinganya tentu menambah pesona pria itu.
Sebuah bus akhirnya tiba. Rendy terlihat bingung saat Amiera bergegas masuk ke dalam bus yang sama dengannya. Dan kebetulan mereka duduk bersebelahan.
"Loe kuliah dimana?"
"Di XN University," sahut Amiera dengan senyum manisnya.
Beberapa orang terlihat menatap Amiera, dan beberapa dari mereka adalah pria. Amiera yang meresa risih dengan tatapan itu, mendekatkan dirinya pada Rendy.
Sepuluh menit barlalu..
"Kampus loe didekat halte depan," ujar Rendy memberitahukan.
"Eh, oh iya ya. Thanks, ya.." Amiera sedikit gelagapan.
"Hati-hati nanti pulangnya," ujar Rendy.
Amiera tersenyum senang, namun tak lama senyum itu memudar saat menyadari tatapan orang-orang. Amiera pun turun di pemberhentian yang hampir saja terlewat jika Rendy tidak memberitahukannya.
Kebanyakan orang di sana membayar bus di sana menggunakan oyster card. Tidak hanya bus, kartu itu juga bisa digunakan saat naik kereta. Jadi bisa di bilang oyster card adalah kartu serbaguna.
***
Seorang pria menepikan mobil yang dikemudikannya di parkiran gedung Bramasta Corp. Gayanya yang perlente menarik perhatian setiap orang yang melihatnya. Terutama karyawan wanita.
"Maliek ada?" Tanyanya.
"Sudah buat janji temu, Pak?" tanya Dila, salah satu resepsionis di sana.
"Sudah," jawabnya singkat sambil tersenyum ke arah resepsionis wanita tadi.
"Atas nama siapa, Pak?"
"Raf, loe ngapain di sini?" tanya Riky yang berada tak jauh dari meja resepsionis.
"Hai, Rik! Gue ada janji sama Maliek." jawab pria itu yang tak lain adalah Rafael.
"Oh, ya? Kok gue nggak tahu. Ke atas yuk!"
Sebelum meninggalkan meja itu, Rafael menyempatkan untuk tersenyum menggoda pada Dila. Wanita itu hanya menanggapinya dengan senyum yang merona.
"Dil, awas kamu ya!" tegas Amir.
"Apaan sih? Itu kan tamunya Pak Maliek. Masa iya aku cemberut," sahut Dila.
"Kali aja kamu tergoda. Kalau iya, bisa batal pernikahan kita nanti," gerutu Amir.
"Yee, nggak lah. Aku itu tidak akan seberuntung Meydina. Berawal dari resepsionis, terus sekarang jadi Bu Bos."
"Kalau Bu Bos sih bukan cuma beruntung, tapi super beruntung. Udah nikah sama Pak Maliek, eeh dia juga ternyata anak konglomerat. Keberuntungan Meydina membuat jiwa melarat ku meronta," tutur Amir dengan ekspresinya yang lucu, membuat Dila dan seorang temamnya tersenyum geli.
***
Riky dan Rafael keluar dari lift. Mereka berjalan menuju ruangan CEO Maliek Putra Bramasta. Sepanjang langkah, mereka berbincang.
"Jadi maksud loe, nanti bakalan ngomongin pembangunan resort sama Maliek?"
"Iya," jawab Rafael singkat.
"Udah ada arsiteknya?"
"Belum. Maka dari itu gue mau diskusikan sama kalian. Moga aja ada potongan harga, haha." Kelakarnya.
"Ngarep, loe."
"Boleh dong, harga teman."
"Kenapa nggak sama Alvin?"
"Alvin kan lagi pegang perusahaan bokapnya yang di negara K. Ogah gue kalau harus berurusan sama Tuan Salman. Serem," ujar Rafael sambil bergidik.
Keduanya lalu mengulumkan senyuman mereka. Entah mengapa sosok ayah Meydina itu terlalu berkharisma bagi mereka. Sehingga membuat mereka tidak percaya diri menghadapinya.
Riky membuka pintu, dan keduanya pun masuk ke ruangan Maliek.
"Hai, Bro! Lagi sibuk?" tanya Rafael.
Bersamaan dengan itu, seorang wanita menoleh kearahnya. Keduanya nampak terkejut. Namun dengan cepat si wanita yang tak lain adalah Alya memalingkan wajahnya.
"Gue kira loe nggak serius waktu bilang mau ke kantor gue, Raf," ujar Maliek sambil memberikan berkas-berkas yang telah di tanda tanganinya pada Alya.
"Emang loe bisa diajak bercanda?" tanya Rafael pada Maliek. Namun tatapannya tertuju pada Alya.
"Alya, sekretarisnya Maliek?" batin Rafael.
"Hah? Rafael ternyata teman mereka berdua?" batin Alya.
Alya yang menyadari tatapan Rafael, segera pamit dari ruangan Maliek. Rafael tanpa sadar hendak mengikuti langkahnya, namun ditahan oleh Riky.
"Siapa dia?" tanya Rafael basa-basi.
"Idih loe ini, Raf. Mata loe nggak bisa lihat perempuan."
"Hehe kalau ada yang cantik, sayang untuk dilewatkan."
"Jangan macem-macem loe sama dia," ucap Riky.
"Kenapa? Dia kan cuma sekretarisnya Maliek."
"Bukan cuma itu. Dia itu masih saudaranya Alvin."
"Maksud loe, dia salah satu keluarga Atmadja?" tanya Rafael dengan raut wajahnya yang terkejut.
Riky dan Maliek kompak mengangguk.
"Tapi kok waktu Alvin married, gue nggak lihat dia."
"Emang nggak ada. Waktu itu kenapa ya? Gue lupa. Kalau nggak salah lagi nggak enak badan," tutur Riky.
"Oh. Terus kalau gitu, dia cewek yang waktu itu nggak jadi sama loe dong, Liek?"
"Hmm," angguk Maliek.
"Kenapa? Loe minat sama dia? Kalau nggak serius mendingan jangan deh. Nggak enak sama Alvin. Bisa-bisa loe ribut sama dia," ujar Riky.
Rafael hanya menyeringai mendengar ucapan Riky. Pria itu seperti sedang mencari cara untuk melancarkan aksinya.
Sementara itu Alya sibuk merutuki dirinya. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana kalau sampai Maliek dan Riky tahu perbuatannya. Dan Alvin, ah! Mau ditaruh dimana mukanya nanti? Hilang sudah harga dirinya.
Ting.
Sebuah notifikasi pesan diterima Alya. Wanita itu mengerutkan keningnya saat melihat siapa yang mengirim pesan padanya.
📩 My Boyfriend [Sayang, nanti makan siang bareng ya!]
Alya menganga lalu bergumam, "My Boyfriend? Heh, jadi dia serius nganggap gue pacarnya?"
Ia tidak menyangka Rafael akan menamai kontaknya dengan sebutan tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
bunda syifa
jadi disini tokoh" yg jarang muncul d season 1 banyak d munculin disini y Thor
2022-06-14
0
Mbah Edhok
raf perlu diwaspadai ...
2021-08-15
0
ritaafianty
Rafael semangat yee 😄😄
2021-03-06
2