Happy reading...
"Sophia?"
"Cewek itu ngapain disini? Jangan-jangan dia mau kerja disini juga," batin Sophia.
Sophia hendak menghampiri Amiera namun seorang temannya menarik lengan Sophia.
"Sophia, ayo ke restoran yang di seberang jalan itu," tunjuk temannya.
Sophia menatap tajam pada Amiera saat berpapasan di pintu loby. Amiera yang menyadarinya hanya menyeringai sinis.
"Mengapa menatapnya seperti itu? Apa kau mengenalnya?" tanya teman Sophia.
"Tidak," sahut Sophia ketus.
"Kukira kau mengenalnya. Dia cantik sekali," ucap temannya lagi.
Sophia yang kesal dengan ucapan teman barunya itu, melepas kasar tangan yang sedang menggenggamnya. Teman Sophia merasa heran melihat wanita yang bersamanya itu marah.
"Amiera! Sudah lama menunggu?" tanya Bella.
"Lumayan," sahut Amiera asal.
"Maaf ya, ayo!" ajak Bella.
"Apa kau mengenal seseorang bernama Sophia disini?" tanya Amiera saat mereka keluar dari loby.
"Sophia? Aku hanya tahu satu orang Sophia dikantor ini. Dia asistenku yang baru, Sophia Baker. Kenapa?"
"Sophia Baker? Tidak ada apa-apa. Oh ya Bella, jika ada seseorang yang menanyakan tentang diriku kau cukup katakan bahwa aku ini temanmu. Oke?" pinta Amiera.
"Terserahlah. Aku tidak paham dengan pemikiranmu."
Mereka menyeberangi jalan dan menuju salah restoran yang ada disana. Lingkungan disana cukup ramai. Toko dan restoran berjejer di sepanjang jalan. Namun dari sekian banyak restoran, mereka memilih menikmati makan siang di restoran yang sama dengan Sophia.
Amiera dan Bella tidak menyadari dua pasang mata sedang memperhatikan mereka.
"Oh, ternyata wanita tadi teman Miss Bella."
"Kau pernah melihat dia sebelumnya?" tanya Sophia.
Temannya itu menggeleng.
"Dia mungkin bukan orang biasa. Karena yang ku dengar Miss Bella tidak berteman dengan sembarang orang."
"Heh, aku tidak yakin tentang hal itu," decih Sophia.
Merekapun menikmati makan siang di meja masing-masing. Setelah selesai, Sophia dan temannya beranjak dari tempat duduk mereka.
Saat Sophia melihat Bella sedang menerima telepon di luar restoran, wanita itu menyeringai. Dengan sengaja ia berjalan menuju Amiera yang duduk membelakanginya.
"Oww, sorry!" ucap Sophia dengan seringainya.
Sophia dengan sengaja menyenggol lengan Amiera yang sedang minum. Beruntung airnya tidak mengenai pakaian Amiera, gadis itu hanya tersedak. Dan bukan Amiera jika tidak membalas.
"Hei, kau!" seru Amiera.
Sophia menoleh, dan byurr....
Amiera mengarahkan gelas yang di pegangnya ke wajah Sophia. Walau air itu tinggal sedikit, namun cukup untuk membasahi wajah Sophia. Belum lagi rasa malu yang di tanggung oleh wanita itu.
Amiera meraih tas miliknya. Dengan santai ia melenggang melewati Sophia yang membulatkan matanya sambil menggeram. Sedangkan temannya hanya bisa menganga.
"Oww, sorry." Amiera berlalu sambil menyeringai.
"Awas, Kau." Geramnya.
Di luar restoran...
"Ada apa, Amie? Makanmu sudah selesai?" tanya Bella heran.
"Nafsu makanku hilang. Aku akan pulang," sahut Amiera.
"Ayo ku antar."
"Ah, tidak Bella. Aku akan naik bus."
"Lagi?"
"Iya. Memangnya kenapa? Itu tidak buruk," sahut Amiera santai.
Bella yang tidak memahami sikap Amiera itu hanya bisa pasrah. Karena ada yang harus ia lakukan, Bella tidak bisa mengantar Amiera ke halte bus.
Merasa harinya masih panjang, Amiera memutuskan berjalan menyusuri jalanan. Gadis itu terlihat sangat menikmati kebebasannya.
Amiera tersenyum tipis mengingat kejadian tadi. Kejadian yang hampir sama yang pernah dialaminya dengan Meydina dulu.
Amiera menyebrangi jalan, lurus kemudian berbelok, lurus lagi, dan menyeberang lagi. Tidak terasa ia sudah berada jauh dari gedung perusahaan Daddynya.
Amira tertegun menatap maneken yang berada di balik kaca. Tak lama ia meneruskan langkahnya.
Langkahnya terhenti di depan sebuah butik yang cukup ternama. Dari luar, Amiera memperhatikan beberapa karyawan yang ada di dalam butik. Sebuah ide muncul di pikirannya.
"Sepertinya menyenangkan bila aku bekerja di tempat orang lain," gumam Amiera.
***
Maliek yang baru saja tiba di pelataran rumah Salman terlihat heran melihat motor matic Meydina ada di luar. Pria itu kemudian mamanggil salah seorang penjaga rumah tersebut.
"Siapa yang menggunakan motor nyonya?"
"Nyonya Meydina, Tuan," sahut penjaga itu hormat.
"Meydina? Kemana? Dengan siapa?"
"Dengan Nyonya Laura. Saya tidak tahu nyonya pergi kemana, Tuan."
"Ya, sudahlah."
Maliek berlalu meninggalkan penjaga itu. Konyol rasanya menanyakan kemana istrinya pergi pada seorang penjaga. Sedangkan dirinya sebagai suami juga tidak tahu apa-apa.
"Papi!" Seru Amar menyambut kedatangan Papinya.
"Sayang, jagoan Papi!"
Maliek mengangkat Amar kedalam pelukannya. Dan menghampiri Zein yang tengah disuapi pengasuhnya.
"Kakak udah besar, Sayang. Makan sendiri, Nak." Ujarnya.
"Kakak cedang buat ini, Pi. Bagus nggak?" sahut Zein memperlihatkan susunan lego balok yang dibuatnya.
"Bagus. Tapi lain kali kalo makan, makan aja dulu ya. Jangan sambil main."
Zein mengangguk cepat.
"Alvin sama Ayah belum pulang?" tanya Maliek pada Laura.
"Belum. Mungkin sebentar lagi," sahut Laura.
"Queena lagi apa, Sayang?" tanya Maliek pada Queena yang sedang asik memainkan mainannya. Gadis cilik itu hanya tersenyum sambil memperlihatkan mainannya.
"Mami mana, Sayang?"
"Tum," sahut Amar.
"Oh, di kamar Dede Fatum. Amar lanjutkan mainnya ya, Papi mau lihat Fatum dulu."
Amar menuruti ucapan Papinya. Ia kembali bermain dengan Queena.
"Sudah selesai, Mey?" tanya Maliek saat masuk ke kamar anak-anaknya.
"Baru selesai, Kak."
Meydina menghampiri suaminya lalu mencium punggung tangannya. Maliek melihat putri kecilnya sebentar. Kemudian menarik pinggang Meydina dan mengajaknya ke luar.
"Papi ganti baju dulu ya, Sayang!"
Kedua putranya melambaikan tangan pada kedua orang tua mereka.
***
Di kamar...
"Biar aku saja," tolak Maliek datar saat Meydina hendak melepaskan dasinya.
Meydina menangkap nada yang tak biasa dari ucapan suaminya.
"Mey, kamu dari mana tadi?"
Meydina terkejut. Pikirnya, darimana Maliek bisa mengetahui kepergiannya? Meydina memang sengaja tidak meminta ijin pada suaminya. Karena akan ada rentetan pertanyaan yang akan di dengarnya dari Maliek sebelum memberinya izin. Terlebih lagi dirinya pergi bersama Laura dan juga tidak lama.
"Dari mall RY. Sebentar kok, sama Kak Laura perginya juga."
Maliek berkacak pinggang sambil menatap tajam pada istrinya. Begitu mudahnya istrinya itu mengatakan kata 'sebentar'.
Selama pernikahan mereka, ini pertama kalinya Meydina tidak dalam pantauannya. Maliek memang seorang suami yang posesif. Dia selalu ingin tahu apa dan bagaimana wanitanya itu menjalani hari-harinya. Meydina hanya boleh keluar rumah dengan dirinya atau dengan orang-orang terdekatnya.
Meydina mulai tidak menyukai tatapan yang diarahkan suaminya.
"Cuma sebentar, Kak. Beneran!" ujar Meydina kesal.
Maliek menarik lengan Meydina yang akan berlalu meninggalkannya. Pria itu tahu benar istrinya tidak suka dengan sikapnya barusan.
"Maaf, Sayang. Aku khawatir," ucap Maliek lembut.
Maliek medekap Meydina dengan mesra. Ia mencium kening istrinya.
"Mey cuma ingin jalan-jalan sebentar. Perginya juga nggak sendiri," ucap Meydina pelan sambil mendongakkan wajahnya.
Maliek menatap wajah Meydina. Sebelah tangannya bergerak mengusap pucuk kepala Meydina.
"Aku tahu, Sayang. Tapi setidaknya kamu bilang, biar aku nggak khawatir."
"Nanti kalau Mey bilang, Kak Maliek akan tanya inilah, itulah... Keburu bangun anak-anak, Kak."
"Kamu kan bisa nunggu aku pulang. Aku juga bisa pulang kapan saja. Asal kamu bilang, Mey." Maliek seakan ingin memberitahukan perasaannya pada Meydina.
"Udah ah. Kak Maliek gitu," gerutu Meydina.
Meydina hendak pelepaskan tautan tangannya. Namun urung saat Maliek tiba-tiba saja menciumnya. Pria itu mel*mat bibir istrinya sebentar. Kemudian gerakan matanya mengarah ke kamar mandi.
"Mandi bareng yuk!" ajak Maliek dengan tatapannya yang penuh arti.
"Tapi jangan marah lagi ya," sahut Meydina dengan wajah yang merona.
Maliek selalu suka dengan ekspresi Meydina yang seperti itu. Walau mereka sudah di karuniai anak tiga, Meydina selalu terlihat menggemaskan bagi dirinya.
"Aku nggak marah, Sayang. Aku hanya khawatir," sahut Maliek. Pria itu dengan gerakan cepat membopong istrinya ke kamar mandi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
L A
wkwkwkwk...inget waktu pertama Amiera Alvin ketemu Mey 😂
2022-05-13
0
Wakhidah Dani
beruntung bgt Mey punya suami yg cinta bgt gitu. dah anak 3 juga masih sama sikapnya. salut buat maLiek
2021-10-06
2
Mbah Edhok
apa susahnya bilang
2021-08-15
0