Sesuai perkataan Mama kemarin. Pagi ini Oma Arum datang. Nenek Raffa itu tidak jauh beda dengan Mama, bahkan orang bisa mengira mereka kakak beradik. Beliau tiba saat fajar belum terbit. Mama yang tahu jika Oma datang pun menyambut dengan baik. Tak lupa pelukan rindu dilakukan Mama karena intensitas pertemuan keduanya yang sangat jarang.
"Selamat datang, Bu." Mama memeluk serta memberi kecupan pada sang ibu.
"Durhaka kamu ya. Ibu yang sudah tua harus mengunjungi kamu seharusnya terbalik." Oma mengomeli Mama yang tidak sopan meminta orang tua sepertinya mengunjungi yang lebih muda. Mama hanya menatap malas atas sikap Oma yang masih memegang prinsip kuno.
"Kamu." Oma menepuk lengan Mama, kemudian berkata, "Nikahin anak gak ngundang orang tua. Ibu belum mati, masih bisa jalan apa susahnya kasih kabar."
Oma terus saja berceloteh meluapkan kekesalannya tidak bisa menghadiri acara pernikahan cucu satu-satunya. Beliau diberitahu saat menjelang pernikahan sehingga tidak datang.
"Mendadak, Bu. Lagi pun bukan Khanza yang Raffa nikahin." Mengusap lengan atas yang mendapat pukulan Oma.
"Bagus donk, jadi cucu ibu ada yang mengurus."
Saat pertama kali Raffa membawa Khanza menemui Oma. Beliau tidak terlalu setuju dengan hubungan cucunya. Oma bukan tidak merestui beliau suka dengan karakter Khanza hanya saja pekerjaan Khanza yang beliau permasalahan. Oma menganggap Khanza tidak akan bisa membagi waktu antara pekerjaan dan Raffa, jadi tidak ada raut kecewa jika bukan Khanza yang cucunya nikahi.
"Ibu kelihatan seneng Khanza gak jadi menantu keluarga ini. Dia lebih cocok jadi istri Raffa latar belakang kehidupan sama kayak kita pendidikannya bagus karir mantap gak ada yang kurang banding terbalik sama Dara," ucap Mama.
"Lah kalau bagus kenapa Raffa gak jadi nikah sama Khanza. Makanya minta restu dari Ibu, masih punya orang tua jangan di hilangkan." Mencubit pinggang Mama.
"Aww gak usah cubit-cubit, Bu. Marahin tuh cucu kesayangan ibu yang main ama cewek ampe bunting." Mengusap bekas cubitan Oma.
Tergambar jelas raut sedih dari wajah Oma. Dia tidak menyangka jika cucu tersayangnya bisa melakukan hal yang melukai banyak orang.
"Ya, beli satu gratis satu, selain dapat mantu dapat bonusnya juga."
"Sudahlah. Ibu lebih baik istirahat."
"Nanti saja ibu mau ketemu Raffa sama istrinya."
"Masih terlalu pagi, Bu. Nanti aja kalau matahari sudah terbit." Oma berpikir sejenak, kemudian mengangguk. Berjalan bersisihan menuju kamar yang digunakan Oma untuk menginap di sana. Ya, beliau akan menginap kurang lebih satu minggu.
☘☘☘
Dara dan Raffa masih setia dengan tidur mereka. Di bawah kehangatan selimut masing-masing.
Dara terbangun karena rasa mual yang tiba-tiba menyerangnya. Ia menyibak selimut. Salah satu tangannya menutup mulut berlari ke arah kamar mandi.
Hoek hoek hoek
Dara memuntahkan makanan yang tadi malam ia makan, kemudian berkumur. Tubuhnya lemas seketika. Kepalanya juga pening karena langsung bangun dan berlari.
Hoek hoek hoek
Dara kembali muntah, tapi kali ini hanya bening ya ia keluarkan. Morning sickness benar-benar menyulitkan dirinya.
"Ada apa, Nak. Kau rewel sekali hari ini kemarin-kemarin kau tidak begini." monolog Dara.
Setelah merasa lebih baik. Dara keluar melihat jam dinding yang sudah menunjukkan jam 6 pagi. Melirik Raffa yang masih terlelap dalam tidurnya. Bahkan dia tidak terganggu sama sekali dengan suara muntahan Dara.
Dara merapikan sofa yang ia gunakan untuk tidur semalam. Melipat selimut dan mengembalikan bantal. Untuk sesaat ia memandang wajah Raffa yang tampak polos. Deru nafasnya yang teratur sungguh menciptakan ketenangan. Dara berbalik mengambil pakaian, lalu masuk kamar mandi.
Raffa membuka mata ketika mendengar suara gemercik air. Ia sudah bangun saat Dara sibuk berperang dengan rasa mual. Hendak menghampiri, tapi teringat perlakuan Dara, sehingga Raffa urungkan dan kembali menutup mata ketika pintu kamar mandi terbuka.
Raffa bangkit merentangkan tangan atas bawah kanan kiri di lakukan dilakukan hal yang sama dengan kepalanya.
Tok tok tok
Raffa melihat jam dinding. Terheran siapa yang sepagi ini mengetuk pintu kamarnya. Tak ingin penasaran, Raffa pun membuka pintu. Matanya membulat kaget mendapati Oma yang berdiri dengan memasang wajah garang.
Oma menjewer telinga Raffa memasuki kamar sang cucu.
"Anak nakal. Nikah gak minta restu dari Oma. Udah besar? Jadi bisa ngelakuin apapun sendiri tanpa izin Oma, iya?" Memarahi Raffa tanpa melepas jeweran.
"Lepas, sakit Oma," pinta Raffa. Oma pun melepaskan.
"Kasihan Oma sudah tua cuma punya kamu sama mama kamu, kalau ada apa-apa tuh kasih kabar ke Oma. Orang tua ini butuh perhatian," curhat Oma sok sedih.
Raffa memeluk Oma mengusap punggung rapuh wanita tersebut dengan sayang. Ia juga merasa bersalah tidak memperhatikan Oma.
Cklek
Kamar mandi terbuka Dara keluar sudah berpakaian lengkap dengan handuk yang melilit di kepalanya. Mungkin Dara habis keramas. Ia tertegun melihat kehadiran wanita tua dalam pelukan sang suami. Benaknya bertanya-tanya siapa wanita tersebut.
Oma yang melihat Dara. Melepaskan diri dari pelukan sang cucu. Menghampiri Dara yang diam mematung dengan mata menatap heran.
"Pamali, handuk dililitkan gitu. Lepas ... lepas." Oma membuka lilitan handuk dan Dara hanya menurut dalam kebingungan.
Kenapa gak boleh. Batin Dara.
"Oma, sudahlah." Raffa mengusap wajahnya atas sikap Oma yang masih percaya budaya zaman dulu. Sekarang sudah modern mana ada pamali, yang tidak masuk akal sama sekali.
Mendengar Raffa menyebut wanita di hadapannya 'Oma' membuat Dara sadar jika dia Nenek Raffa, Oma yang semalam Mama bicarakan akan datang.
Oma menarik Dara dan mendudukkannya di sofa meletakkan handuk di atas kepala Dara dan mengusapnya.
"Jangan di ulangi lagi nanti bayinya terlilit tali pusar," pesan Oma.
Dara melongo mendengar perkataan Oma. Dalam benaknya ia menimbang perkataan Oma. Benarkah hanya karena handuk anaknya akan terlilit tali pusar. Sangat ambigu.
"Oma, Dara bisa melakukannya sendiri." Tanpa menjawab perkataan Oma. Ia menghentikan gerakan tangan Oma dan mengambil handuknya. Oma membiarkannya.
"Jangan dipercaya, Oma emang gitu kuno," ucap Raffa melirik Oma yang bersiap melayangkan pukulan pada cucunya.
"Apa? Oma kuno? Dasar anak nakal sini." Menggerakkan tangan meminta Raffa mendekat, tapi Raffa diam memutar bola matanya.
"Berapa usianya?" tanya Oma pada Dara yang sibuk mengeringkan rambut.
"Masuk 9 minggu," balas Dara.
Oma mengalihkan pandangannya pada Raffa yang duduk di tepi ranjang memperhatikan kedua wanita beda generasi tersebut. Oma melihat kasur yang berantakan. Ia memberi tatapan tajam pada Raffa.
"Jangan main dulu. Kamu harus puasa," ucap Oma yang ditatap bingung oleh Raffa. Apa yang tidak boleh main?
Raffa mengikuti arah pandang Oma pada ranjang yang terlihat berantakan. Seketika Raffa paham apa yang dimaksud Oma. Raffa memutar bola matanya malas. Oma ini menuduh dengan sekali melihat saja, tanpa mau mendengarkan penjelasan.
Awwsh
Baik Oma maupun Raffa mengalihkan pandangan pada Dara yang menyeka cairan kental berwarna merah yang keluar dari hidung Dara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
Alanna Th
gk smua mimisan brarti pnykt; wkt sd aq bbrp kali mimisan, tp g ada pnykt n sdh lama gk mimisan lg smp tue nie 🤔☺️😊
2022-05-06
0
Noor Dech
aduh jgn buat irisan bawang lg y thor...
firasat ku kurang enak nih baca dara ngusap idung..
2021-05-20
1
my name
dara kenapa
2021-02-25
2