Ayah dan Ibu tidak menyangka seorang Dara bisa berurusan dengan Raffa. Pria yang menurut rumor adalah anak tunggal pewaris kerajaan bisnis keluarganya. Ayah hanya mengetahui jika Raffa tinggal berdua dengan ibunya. Ayah Raffa tidak tahu di mana keberadaannya. Tidak ada satu pun berita yang memuat hal tentang Ayah Raffa.
Ayah sedikit kesulitan mengorek informasi tentang Raffa secara privasi termasuk alamat rumahnya. Namun, berkat bantuan temannya yang seorang informan, Ayah diberitahu. Tak pikir panjang Ayah segera meminta Ibu dan Dara untuk bersiap. Awalnya Dara menolak dan berkata 'mereka tidak akan percaya sekalipun Dara berbicara jujur', tapi Ayah dengan lembutnya menyakinkan Dara untuk tidak perlu memikirkan apapun.
Dara curiga jika orang tuanya telah merencanakan sesuatu. Firasatnya berkata agar Dara tidak perlu ikut bersama mereka. Dan lagi Ayah melontarkan ancaman sehingga Dara tidak bisa berkutik selain menuruti ucapan Ayah.
Dalam perjalanan menuju kediaman Raffa. Hanya tercipta keheningan. Dara bergelut dengan pikirannya sendiri. Berbagai kemungkinan menghantui benak Dara, terlebih ucapan Raffa saat di rumah sakit masih ia ingat dengan jelas. Dan secara tiba-tiba ia datang bersama orang tuanya meminta pertanggungjawaban. Sungguh tidak masuk akal ia sendiri yang sudah berjanji tidak akan meminta pertanggungjawaban, kini menuntut. Kalaupun bukan karena ancaman Ayah ia tidak akan berada di mobil sekarang.
Sampai di gerbang rumahnya. Mereka menganga kagum melihat rumah megah yang berdiri tersebut. Ibu menatap takjub atas kekayaan yang dimiliki Raffa.
"Aish ... beruntung sekali Dara mengandung benih keluarga kaya raya. Jika saja Andin yang berada di posisi Dara pasti aku akan kecipratan uang." Ibu membatin.
Lain dengan Dara yang merasa ketakutan.
"Permisi, apa benar ini rumah Tuan Raffa Alfarezo?" tanya Ayah pada satpam yang berjaga.
"Iya benar. Ada perlu apa tuan."
"Saya mau bertemu dengan dia. Apa ada di rumah."
"Iya, silakan tuan mari masuk." Satpam membuka gerbang agar mobil Ayah bisa masuk. Dia pikir kedatangan Dara dan keluarga sebagai tamu atau kerabat dari kekasih sang majikan, sehingga mempersilahkan untuk masuk.
Ayah menekan bel. Menunggu beberapa saat hingga pintu dibuka oleh pelayan dilihat dari pakaian yang dikenakannya.
"Apa Tuan Raffa ada di dalam?" tanya Ayah. Dara dan Ibu lebih banyak diam.
"Ada mari masuk."
Mereka bertiga mengikuti pelayan tadi yang membawa mereka ke ruang keluarga.
Sampai di sana ternyata bukan hanya ada Raffa dan Ibunya, tapi keluarga Khanza juga ada. Mereka menatap bingung kedatangan Dara, kecuali Raffa dan Khanza.
Dara sangat malu kedatangannya tidak tepat. Raffa dan Khanza sedang melakukan pertemuan keluarga.
"Siapa kalian?" tanya Rani, mama Raffa.
"Tante, kenalin ini Dara teman Khanza," ucap Khanza memperkenalkan Dara. Dia tersenyum lebar merentangkan tangan memeluk Dara yang hanya diam bak patung.
"Kau mengenal mereka, Dear?" Khanza mengangguk mengiyakan pertanyaan ibunya.
"Ah ... Raffa terimakasih sudah mengundang Dara di acara kita berdua," ujarnya menatap Raffa begitu senang. Dia mengira Raffa mengundang Dara sebagai kejutan untuk Khanza karena rasa bersalahnya melarang Khanza mengunjungi Dara selama 2 hari untuk mempersiapkan acara malam ini.
Sementara Raffa bungkam melihat kehadiran Dara dan orang tuanya di kediaman miliknya. Ia kesal karena satpam rumah memperbolehkan tamu tidak diundang masuk begitu saja. Raffa khawatir kedatangan Dara bukan tanpa sebab dan akan menghancurkan acara yang sudah sangat dinantikan oleh Raffa.
"Acara apa?" Ibu menyaut ucapan Khanza. Rani menoleh tak suka atas kehadiran tamu yang tak diundang.
"Pertunangan anak saya dan Khanza, calon menantu saya," ucap Rani.
Khanza menunduk malu mendengar Rani mengenalkan dirinya sebagai calon menantu, sedangkan Raffa menatap ekspresi wajah ketiga orang di hadapannya yang menampilkan raut wajah kaget.
Dara menarik ujung pakaian Ayah mendongak, lalu berbisik, "Kita pulang saja. Jangan merusak acara orang lain."
Ayah menggeleng keras. Dia sudah tiba di sini dan bagaimanapun caranya dia harus bisa mencapai tujuannya. Sama seperti Ayah, Ibu mencubit Dara yang seenaknya minta pulang. Tujuan mereka belum tercapai.
"Mari kita mulai acaranya. Khanza, Raffa mendekatlah pasangkan cincin ini." Yuda, Ayah Khanza angkat bicara. Khanza kembali ke posisi semula.
Ayah maju selangkah. "Pertunangan ini tidak bisa dilanjutkan. Raffa harus bertanggungjawab perbuatannya pada anak saya."
Semua menatap bingung atas perkataan Ayah. Raffa berkeringat dingin mendengar kata 'bertanggungjawab' itu merupakan pantangan bagi Raffa. Dia tidak akan mengingkari perkataannya sendiri. Dia menghujamkan pandangan tajam pada Dara. Raffa marah karena sudah mempercayai perkataan wanita licik seperti Dara.
"Apa maksud Anda tuan," ucap Yuda. Dahinya berkerut kebingungan karena kedatangan tamu yang mengacaukan pertunangan putrinya.
"Raffa harus bertanggungjawab karena sudah menghamili anak saya." Perkataan Ayah sukses membuat semua menutup mulut tak percaya, terlebih Rani yang menatap anaknya meminta penjelasan.
"Anda jangan bercanda tuan saya tahu betul bagaimana sikap anak saya. Dia tidak mungkin melakukan hal seperti itu," ujar Rani.
"Anak Anda, Raffa. Dia sudah menodai anak saya dan sekarang anak saya hamil."
"Saya tidak percaya." Menatap Raffa. "Yang mereka ucapkan bohong, 'kan, Raf."
"Apa ini saya merasa dipermalukan." Yuda berkata.
"Ayo Khanza kita pulang," lanjutnya.
"Tunggu, Pah. Aku mau dengar dari mulut Raffa sendiri, jika yang dikatakan Ayah Dara hanya bualan belaka."
"Saya tidak membual dan ini adalah bukti jika anak saya hamil." Menaruh kertas di atas meja. Khanza mengambilnya dan membaca isi surat tersebut.
"Raffa kenapa kamu diam. Semua tidak benar kan." Khanza mencari jawaban dari sorot mata Raffa.
"Mereka pasti bohong, Khanza. Kamu tenang tante sangat tahu bagaimana sifat Raffa. Dia sangat mencintaimu, dia gak akan mengkhianati kamu, sayang." Rani menggenggam tangan Khanza.
"Jawab Raffa! Jangan diam saja kamu bisu." Rani menuntut jawaban dari Raffa.
"Diam artinya iya. Kalian sudah melihat buktinya, anak saya hamil dan itu anak Raffa." Ibu memperburuk keadaan.
"Raffa jawab," lirih Khanza mulai menangis.
Raffa mendekati Khanza, kemudian merengkuh Khanza ke dalam pelukannya. Dia tidak bisa melihat Khanza menangis dia sudah berjanji akan selalu membahagiakan Khanza apapun yang terjadi.
"Maaf," gumam Raffa di tangkap telinga Khanza, membuat tangisnya semakin menjadi. Kekasihnya sudah mengkhianati dirinya.
Yuda menarik kerah baju Raffa dan melayangkan pukulan mengenai pipi Raffa hingga tersungkur.
Suci, ibu Khanza mendekati anaknya. Mengusap lembut wajah anaknya yang berurai air mata.
"Saya membatalkan pertunangan ini. Ayo kita pulang." Yuda menarik tangan istri dan anaknya meninggalkan kediaman Raffa.
"Om saya bisa jelaskan, tolong jangan pisahkan saya dengan Khanza. Kami saling mencintai," ucap Raffa menghalangi langkah Yuda.
"Saya tidak bisa menerima kamu yang tidak bisa setia pada satu wanita." Yuda melangkah pergi.
Khanza mengikuti langkah Yuda. Ia sempat melirik ke arah Dara yang juga menitihkan air mata.
Raffa menghampiri Mamanya yang terduduk lemas.
"Ma, ini semua jebakan. Ya, aku akui meniduri wanita itu, tapi aku tidak yakin jika anak yang dikandung wanita itu adalah darah dagingku," ucap Raffa menyakinkan Mama.
"Kamu jangan memutar balikkan fakta. Jelas anak saya sudah tidur sama kamu, pastilah ini anak kamu," ucap Ibu marah.
"Siapa tahu dia tidur dengan pria lain." Ayah melayangkan tamparan setelah Raffa mengatakan hal tersebut.
"Ayah Ibu sudahlah ayo kita pulang saja," ucap Dara terdengar lirih.
"Tidak bisa! Raffa harus menikahimu. Anakmu butuh status di masyarakat, kau tidak ingin bukan jika anakmu lahir tanpa status yang jelas."
"Saya tidak akan pernah menikahi dia."
"Maka saya akan menyebar berita jika Presdir Gerdion lari dari tanggungjawab."
"Hal seperti itu tidak akan tersebar."
"Berita besar seperti ini akan sangat menguntungkan bagi lawanmu untuk menjatuhkan dirimu." Ayah menyeringai menunjukkan rekaman suara Raffa saat menolak bertanggungjawab.
Raffa melotot tak percaya. Ia telah kecolongan satu langkah.
"Kalian begitu licik," ucap Rani.
"Berapa juta yang kalian inginkan dari kami," lanjutnya.
"Kami tidak butuh uang Anda nyonya. Kami hanya ingin Raffa menikahi putri kami yang mengandung anaknya."
Raffa terpojok tidak bisa menolak perkataan Ayah atau citranya akan hancur dan perusahaan keluarganya akan goyah dan ia diserang dari berbagai arah oleh lawan bisnisnya.
"Oke saya akan menikahi Dara tiga hari lagi."
"Lusa atau saya akan menyebar berita ini," ancam Ayah.
"Deal! Dua hari lagi, silakan keluar dari rumah saya," perintah Raffa.
Ayah meninggalkan kartu nama di atas meja, kemudian keluar diikuti Ibu dan Dara yang masih menitihkan air mata.
Pandangan Raffa jatuh pada Mama yang terdiam.
"Ma," ucapnya.
***
Happy reading.
Huhu kira-kira Dara mau nikah gak ya sama Raffa. Kasian Khanza dihianati.
Salam sayang dari aku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
YK
memang terlalu bodoh. kan bisa lari dulu sama pembokatnya. trus balik pas pembacaan wasiat dari pengacara. Tokoh utamanya LUAR BIASA BEGONYA.
2023-11-23
0
Nova Septiarini
orang kaya gak punya pengawal atau bodyguard apa yak?😄
tinggal rebut aja rekamannya susah amat😅😅😅
2021-08-02
0
Noor Dech
kesel
bahagia
haru..
greget
kasian
campur aduk dehh jadinya
2021-05-20
2