Andin meninggalkan Dara tanpa merasa bersalah sedikit pun dengan apa yang telah dilakukannya. Tidak ada rasa kasian melihat keadaan kakaknya. Yang ada dipikiran Andin hanya membayar uang kalah taruhan. Menutup mata akan kenyataan uang yang ia gunakan adalah hasil jerih payah kakaknya.
Dara tersadar dari pingsannya dan keadaannya masih sama berada di lantai, cukup lama Dara pingsan ia membawa tubuhnya duduk di ranjang kemudian mengambil kapas untuk membersihkan darah yang sudah mengering. Kepalanya masih terasa sakit dan air matanya mengalir deras. Rasanya sangat sakit.
Baru saja beberapa jam lalu Dara menyusun rencana untuk kehidupan barunya, tapi kini pupus sudah. Andin dengan teganya mengambil apa yang bukan haknya. Uang Dara yang sudah dikumpulkan bertahun-tahun demi masa depannya kini raib sekali rampas. Nanti di waktu yang akan datang Dara harus bagaimana menjalani kehidupannya.
Dara membaringkan tubuhnya, berusaha menutup mata meski tangisnya belum reda. Dara berharap besok pagi ia masih bisa melihat dunia walau alasan untuk ia hidup sudah tidak ada. Yang ingin Dara raih dan perjuangkan sudah tidak ada, alasan memilih pergi lebih tepat. Jadi lebih baik Dara tiada. Bahkan bila Dara sudah tidak ada pun tidak akan ada yang menangisi dirinya. Percuma saja Dara berpikir bahwa keluarganya akan menyesal setelah ia pergi. Mereka bahkan langsung mengadakan pesta merayakan kepergian Dara.
Tuhan belum mengizinkan Dara meninggalkan dunia yang penuh kekejaman ini. Tuhan memberikan Dara kesempatan menikmati hidupnya yang sudah tidak berarti.
Dara sudah berada di restoran. Ia berangkat lebih pagi meski Dara harus menunggu beberapa jam hingga restoran di buka. Tadi saat Dara terbangun dari tidurnya ia bergegas menemui Andin untuk meminta uangnya kembali, tapi Andin ternyata sudah pergi pagi sekali. Sepertinya Dara harus merelakan uangnya.
"Dara, pagi sekali kau datang." ucap Reza keluar dari mobilnya menghampiri Dara yang duduk pada bangku tak jauh dari pintu restoran.
"Ha, iya udah biasa," kikuk Dara membalas perkataan Reza. Tunggu sebentar, Reza yang datang bukan Pak Hadi kenapa? Ini pun masih pagi jika Reza ingin mengunjungi restoran cabang. Kata temannya Reza lebih sering menghabiskan waktu di restoran pusat. Apa ada sesuatu yang salah dengan Dream Love hingga pemiliknya turun tangan sendiri.
"Pak Reza, ko kemari? ehh maksudnya kenapa pagi-pagi sudah ke sini. Oh tidak bukan itu maksud Dara." Dara meringis malu menutup wajahnya dengan tangan. Bukan haknya menanyakan hal seperti itu pada atasannya. Reza pemilik restoran terserah dia mau melakukan apa.
"Kamu lucu sekali," tawa Reza membuka pintu restoran.
Dara menurunkan tangannya mengikuti Reza yang sudah masuk. Para pekerja lainnya belum datang menjadikan Dara dan Reza yang berada di sana hanya berdua.
"Maaf Dara lancang bertanya tadi," ucapnya.
"Tidak masalah. Mulai hari ini saya yang akan mengurus restoran ini dan Pak Hadi sudah saya pindah tugaskan di cabang lain." ujar Reza tersenyum manis yang dibalas Dara dengan senyum ragu-ragu.
"Dara pamit dulu ke belakang mau beres-beres." ucap Dara menunduk hormat meninggalkan Reza. Namun, baru selangkah Reza menghentikannya.
"Dara," panggil Reza.
"Iya."
"Kamu pucat sekali. Apa kamu sakit?"
"Tidak. Dara memang memiliki kulit pucat jadi kaya orang sakit hehe," ucap Dara disertai candaan.
Hebat sekali dengan penderitaan yang datang silih berganti Dara masih bisa bercanda menutupi lukanya.
"Tersenyumlah Dara kau terlihat cantik saat tersenyum," ucap Reza menatap lekat mata Dara.
Dara sempat tertegun dengan perkataan Reza segera ia memutus kontak mata mereka.
"Dara selalu tersenyum. Bapak saja yang belum tahu."
Ini pertemuan ke dua mereka, jadi sedikit Dara masih perlu mengakrabkan dirinya dengan Reza.
"Lebih baik kau bereskan ruangan saya. Kemarin ada sedikit kekacauan dan belum sempat saya bereskan." Dara mengangguk, mengambil peralatan pembersih lalu masuk ke ruangan Reza, sedangkan pria itu terlihat menelpon seseorang.
Dara dengan cekatan merapikan meja yang berantakan karena kertas di mana-mana mengembalikan barang yang tidak pada tempatnya membersihkan meja dari butiran debu kemudian menyapu lantai. Dara keluar membawa tempat sampah terisi penuh dengan kertas.
Fera yang baru sampai dan melihat Dara keluar dari ruangan atasannya menatap curiga. Setelah Dara kembali Fera menarik Dara menuju ruang belakang.
"Lo ko bisa dari ruangan Pak Reza?"
"Pak Reza minta dibersihkan ruangannya jangan berlebihan deh Fe." Menaruh kemoceng yang ia bawa.
"Ada batu di balik gajah," seringai mencurigakan terbit di bibir Fera.
"Ada gajah di balik batu, Fe. Kamu terbalik."
"Iya, itu maksud aku. Kamu mah gak bisa diajak kompromi." Fera mengerucutkan bibirnya.
"Sudahlah, Fe. Kita bantu yang lain saja, sebentar lagi restoran buka."
Dara menarik Fera untuk bergabung dengan yang lain mempersiapkan segala sesuatu.
Siang hari pun menjadi puncak kesibukan para pekerja restoran karena pembeli lebih ramai pada siang hari, apalagi para remaja yang baru pulang sekolah.
"Dara lo di panggil Pak Reza tuh di ruangannya." Salah satu temen Dara memberitahu. Menimbulkan benak tanya di setiap pekerja yang mendengar hal tersebut. Ada gerangan apa hingga Dara dipanggil di hari pertama sang atasan menggantikan manajer sebelumnya.
"Aku." Tunjuk Dara pada dirinya sendiri yang diangguki temannya.
Dara meletakkan nampan yang ia pegang, memberikan senyum tulus pada Fera yang menggeleng tak setuju Dara menemui Reza. Dia takut akan terjadi sesuatu.
Mengetuk pintu sopan, perlahan Dara mendorong pintu. Terlihat Reza yang duduk menopang dagu.
"Permisi, Bapak memanggil saya."
"Iya, kemarilah. Silakan duduk." Menunjuk bangku di depannya.
Dara menurut saja perintah Reza. Sebenarnya Dara bingung, tapi ia malu untuk bertanya masih teringat akan kejadian tadi pagi
"Makan lah." Reza menyodorkan makanan pada Dara yang hanya ditatap bingung. Apa Dara dipanggil untuk ini? Tapi kenapa, ini masih jam kerja dan di luar masih ramai, pekerjaan banyak. Atasannya malah bersikap santai.
"Maaf, Pak. Pekerjaan saya masih banyak. Saya bisa istirahat nanti," ucap Dara menolak.
"Makan lah Dara jangan membuat alasan, ini perintah."
"Saya makan di belakang saja, Pak." Masih berusaha menolak.
"Kamu tidak diperbolehkan membantah." Reza menyendok makanan dan mengulurkan dekat mulut Dara.
"Mau saya suapi," lanjutnya.
Dara menggeleng mengambil sendok berisi makanan dan memasukkannya ke mulut. Dara bingung harus bereaksi seperti apa, ia sangat canggung karena terus saja ditatap Reza. Menjadikan pipi Dara bersemu merah karena malu.
"Apa nanti malam kamu memiliki waktu luang?" tanya Reza.
Dara menghentikan gerakannya, lalu menggeleng.
"Kau ada acara malam ini?" Dara kembali menggeleng.
"Lalu."
"Saya harus bekerja." Reza membelalak tak percaya. Dara masih bekerja di malam hari, padahal dari pagi hingga sore ia bekerja di restoran.
"Apa gaji yang saya berikan terlalu sedikit?"
"Tidak, tidak ... sudah lebih dari cukup, Pak."
"Kenapa kamu masih bekerja."
"Kebutuhan." Singkat Dara dan Reza pun tak lagi menanyakan sesuatu.
***
Happy reading
Kembali up nih. Hayo siapa yang nunggu kelanjutannya. Hmm kira" ada apa ya dengan Dara dan Reza.
Salam sayang dari aku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
EndRu
di sini agak heran aku nih. masa ada keributan gitu. Bu Lastri sampai ga denger. ga nolongin. apa bi Lastri lagi g ada di rumah
2023-12-03
0
Nurani Rizsanti
semoga Dara ny Reza ya Thor , 😊
2022-01-11
1
Noor Dech
kok aku yg harapan y sama Reza...🥰
tp rasanya kelabu 😔
2021-05-20
2