Dering ponsel membangunkan tidur lelap sang pria. Di sambarnya ponsel tersebut dan menempelkannya di telinga.
"Raffa?! Di mana kamu, pulang sekarang!" teriak suara di sebrang sana, hingga pria yang dipanggil Raffa itu menjauhkan ponsel dari telinganya. Semoga saja ia tidak tuli mendengar suara menggelegar sang Mama.
"Cepat pulang!"
Klik
Raffa mematikan sambungan telpon secara sepihak. Dapat di pastikan ia akan mendapat ceramah dari Mama sesampainya di rumah.
Pria brengsek yang tega memaksa kehendak pada seorang gadis bernama Dara adalah Raffaza Alfarezo, Presdir Perusahaan Gerdion. Siapa yang tidak mengenal Raffa? Pria penuh karisma dengan wajah rupawan serta sikap otoriternya. Pria dingin, arogan, dan tak tersentuh itulah yang orang anggap.
Raffa merasakan kepalanya sangat sakit. Rasa pusing seketika mendera dirinya saat ia berusaha bangun dari baringannya. Melihat sekeliling yang terasa sangat asing di penglihatan Raffa. Ia mendelik melihat pakaiannya berserakan di lantai, lalu melihat dirinya yang hanya tertutup selimut. Raffa berusaha mengingat apa yang telah ia lakukan, melirik ke samping matanya membulat melihat ada seorang perempuan yang tertidur. Pikirannya melayang mengenai apa yang terjadi diantara mereka berdua.
"Hey! Bangun, dasar jal*ng. Apa yang kau lakukan pada diriku, heh ...," ucap Raffa, terlihat ia mulai emosi mengetahui keadaannya.
Dara membuka matanya perlahan. Ia meringis merasakan sakit di sekujur tubuhnya terutama pada milik-nya. Dara menangis mengingat apa yang telah menimpa dirinya. Hatinya sakit, harga dirinya hancur, dan ia wanita yang telah ternodai, ia kotor. Dara berharap ini hanya mimpi, ia ingin menutup matanya kembali dan ketika bangun, ia berada di kamarnya.
"Bangun! Bodoh!" bentak Raffa marah.
Tidak. Ini bukan mimpi. Ya, Dara tidak mimpi, suara itu ... suara pria yang telah menghancurkan hidupnya. Dara bangkit lalu menarik selimut menutupi tubuhnya. Ia menunduk takut, bahunya bergetar, ia terisak tertahan, lelehan air matanya meluncur begitu deras. Pria di sampingnya membuat suasana kamar begitu menyudutkan dirinya.
"Katakan, berapa yang kau inginkan dariku." Membuka m-banking, lalu melakukan transaksi.
"Saya bukan perempuan seperti yang Anda tuduhkan, tuan," lirih Dara mengeluarkan suaranya.
"Cih, tidak ada wanita yang sukarela melakukan itu kalau bukan karena uang," desis Raffa.
Dara semakin terisak mendengar tuduhan Raffa yang tidak sesuai dengan apa yang terjadi. Ia korban, tapi kenapa ia seolah dianggap sebagai pelaku. Seharusnya Dara yang marah di sini karena ia telah dirugikan oleh Raffa. Ia telah dihancurkan sedemikian rupa hingga tidak ada yang bisa diperbaiki.
Kalau pun Dara melakukannya karena uang, sudah sedari dulu Dara melakuakan hal seperti ini. Ia tidak akan bersusah payah bekerja untuk mendapatkan uang. Bila perlu ia bisa menjadi sugar baby, tapi Dara masih bisa berpikir jernih untuk tidak melakukan hal terbodoh di hidupnya, sekarang ia telah di hancurkan oleh pria di sampingnya.
"Sebutkan nomor rekeningmu dan anggap tidak ada yang terjadi diantara kita" ujar Raffa.
Begitukah, bersikap seolah-olah tidak terjadi apapun, jalani hidup seperti sedia kala, tanpa mengingat malam yang begitu mengerikan. Tidak! Tidak semudah itu. Mau sekuat apapun Dara melenyapkan bayangan malam itu, ia tetap tidak akan bisa.
"Saya tidak butuh uang Anda, tuan. Biarkan saya pergi," pinta Dara memelas.
"Hah. Jangan sok suci kamu, saya tahu tipikal orang sepertimu. Kau pasti akan menuntut pertanggung jawaban dariku." Murka Raffa.
"Kau jal*ng licik yang memiliki seribu taktik di kepalamu."
"Berhenti menuduh saya jalang! Anda tidak sesuci yang dipikirkan. Ujung kuku saya bahkan lebih suci dari Anda!" lepas sudah apa yang sedari tadi Dara tahan. Ia tidak bisa menerima perkataan pria itu.
Plak
Bersamaan dengan tamparan yang dilayangkan Raffa, air mata Dara jatuh. Bukan lagi sakit yang Dara rasakan, ia sudah sering di tampar oleh orang tuanya dan Dara sudah kebal olehnya. Ia memang tidak merasakan sakit, tapi ia merasakan hatinya kembali hancur.
"Kau tidak bisa menyamakan saya dengan ujung kukumu itu. Kedudukan saya lebih tinggi dari dirimu."
Ya, Dara melupakan statusnya. Ia hanya sampah di keluarganya, bahkan pembantu di rumahnya memiliki kedudukan lebih tinggi. Dara hanya sampah yang seharusnya dibuang bukan dipelihara bak tikus penghuni sampah. Bagaimana bisa disandingkan dengan Raffa yang kedudukannya lebih tinggi secara sosial.
Zaman sekarang semua bisa dibeli oleh uang, jika pun Dara melaporkan hal ini pada pihak terkait ia hanya akan menanggung malu, uang bisa menutup kasus Dara tanpa meninggalkan jejak.
"Baiklah, ini pilihanmu, menolak uang dariku. Jangan sekali pun kau meminta pertanggung jawaban. Ingat tidak ada yang terjadi di antara kita." Raffa bangkit dan memakai pakaiannya, lalu pergi meninggalkan Dara dalam keterpurukan.
Dara menyembunyikan wajah di kedua lututnya. Menangis sejadi-jadinya dalam kesunyian kamar. Menyesali perbuatannya untuk menolong Kak Syifa yang berakhir dengan tragis. Tangisnya terdengar sangat menyayat hati. Tidak ada yang bisa Dara jadikan sandaran di saat ia terpuruk, kecuali sahabatnya, Fera, tapi ia tidak bisa mendatangi Fera. Sahabatnya itu ngekost dan tidak akan menerima tamu di saat langit masih gelap.
Pulang? Pilihan terakhir Dara, entah apa yang akan Dara dapatkan dari kedua orang tuanya saat mereka mengetahui Dara pulang pada dini hari.
Dara memunguti pakaiannya yang berserakan di lantai dengan meringis tertahan. Tangisnya pecah kembali memandang bercak darah di seprai. Kesuciannya telah direnggut paksa dan ia cuma bisa memandang nanar pada seprai tersebut.
Dara segera berpakaian dan meninggalkan kamar, pulang ke rumah.
Sementara itu Raffa yang baru tiba di rumah sudah di borong berbagai pertanyaan oleh sang Mama.
"Bagus, ya. Pulang di jam segini, ternyata masih ingat punya rumah. Dari mana kamu hah, sama siapa? Ngapain aja, sampai baru pulang. Jawab Mama, jangan diam saja," cerca Mama.
"Tadinya mau pulang ke apartemen."
"Oh ... gitu ya, mentang-mentang sudah punya apartemen sendiri, jadi gak mau pulang ke rumah."
"Lagian Mama, anak baru pulang udah banyak tanya. Kepala Raffa jadi pusing."
"Jawab Mama dari mana?"
"Main ke rumah temen, karena keasikan ngobrol sampai lupa waktu," bohong Raffa. Ia tidak mungkin menceritakan yang sebenarnya kepada Mama.
"Kenapa telpon Mama gak diangkat?"
"Silent."
"Kebiasaan kamu, ya. Khanza telpon Mama sambal nangis karena khawatir sama kamu. Awas saja kalau calon menantu Mama sakit karena mikirin kamu yang keluyuran."
Raffa akan berubah sikap menjadi pria penuh kasih sayang dan humble di mata keluarganya, terutama sang Mama tercinta dan wanita pengisi hatinya, Khanza Abir. Kekasih yang sangat dicintai Raffa, perempuan rendah hati dengan sikap simpatinya yang tinggi. Khanza, bisa dikatakan idaman para lelaki karena dia terbilang perempuan pekerja keras, diusianya saat ini, ia berhasil meraih gelar Asia Young Designer of The Year sebagai desainer muda tersukses. Tidak diragukan lagi bagaimana kemampuan Khanza dalam dunia desain. Sayang seribu sayang kekasihnya telah mengkhianati Khanza.
***
Happy Reading.
Jam segini enaknya tuh di kamar. Baca novel sampe mata ngantuk trus tidur deh karna keasikan baca. Nanti bangun ngedumel data nya lupa gak dimatiin😅
Salam sayang dari aku
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
Ana Fitria
dasar b*nci hobi banget nampar cewek
2023-10-22
0
vina argani
astagaaa...Raffa..
2022-07-14
0
Hestiku
hmmmmm..baru baca kok udah hot hot pop
2022-05-23
0