Part 19

...Episode ini agak nyesek...

...Lyra POV...

Makan malam berjalan dengan lancar dan mereka menyambut kedatangan kami cukup ramah, tapi tidak ada Juna disana. Antara lega dan juga perasaan bersalah menekanku. Awalnya saat sudah berada di meja makan, aku khawatir tentang jenis makanan yang hidang. Apalagi ini sama halnya dengan sajian makanan saat di hotel. Aku takut, takut mempermalukan diriku sendiri. Tapi aku bersyukur Wira yang pengertian langsung menarik kursi tepat di sampingku. Jadi, sejak awal makan dia melayaniku, memotong-motong steak yang menjadi menu utama malam itu menjadi lebih kecil-kecil agar mudah aku santap.

“Mesranya kalian, semoga bisa cepat kasih Ayah dan Ibu cucu ya,” ucap Ayah mertuaku, tersenyum ke arahku penuh arti. Dan aku hanya mengangguk kaku. Bukan berarti mengiyakan permintaannya.

“Aamiin, doakan aja Ayah,” sahut Wira.

Setahuku mak lampir... eh maksudku, Mbak Wini sudah menikah, dan usianya pasti juga jauh di atas Wira. Apa mungkin, pernikahannya belum dikaruniai anak sehingga Ayah berharap pada kami.

“Oh iya Wira, dua minggu ke depan kosongkan jadwal kalian, Ayah sudah siapkan tiket bulan madu kalian ke Paris selama satu minggu. Nggak perlu khawatir soal apapun, termasuk hotel dan transportasi selama disana, kalian tinggal berangkat dan perisiapkan diri.”

Mendengar Paris di sebutkan oleh seorang Pak Pranaja pengusaha ternama di berbagai industri pasti benarlah kota Paris di Eropa itu. Bulan madu kesana? dua minggu ke depan? semoga tidak berbenturan dengan jadwal sidangku.

“Paris? apa nggak terlalu jauh, Ayah?”

Wira protes. “Satu minggu juga terlalu lama, aku nggak bisa meninggalkan pasien selama itu.” lanjutnya. Sementara aku diam saja tak berani menjawab apapun. Sesekali aku beranikan diri melihat Ibu mertua dan kakak ipar yang berada di hadapan kami, masih seperti biasa memandangku dengan tatapan tidak suka.

“Kamu sudah terlalu lama bekerja, sesekali pergilah berlibur, apalagi sekarang bersama istri, bisa lebih bebas kan?”

“Iya Ayah,” Wira mengiyakan. Itu artinya kami benar-benar akan berangkat?

...Author POV...

Tujuan Pak Pranaja mengundang anak dan menantu barunya makan malam adalah untuk memberitahukan hal itu, tentang bulan madu mereka. Usai makan malam, sekitar jam sembilan, Wira naik ke lantai dua menuju kamarnya, untuk mengambil sesuatu. Sebelumnya lelaki itu sudah mengajak Lyra untuk ikut, tapi istrinya menolak. Mungkin karena masih kesal, ataupun malas menaiki anak tangga yang cukup banyak dan tinggi. Jadi Lyra memilih menunggu di ruang keluarga dengan perasaan resah, gelisah dan takut. Ada beberapa orang wanita paruh baya berpakaian seragam mondar mandir dan Lyra yakin mereka adalah asisten di rumah ini.

Mendengar langkah kaki di belakangnya, Lyra menoleh, berharap itu suaminya. Ternyata bukan, oh tidak... itu mak lampir.

Lyra mencoba tersenyum ramah meski tidak di indahkan oleh Wini. Dan Wini duduk tepat di hadapan Lyra, di sofa yang cukup empuk dan lebar.

“Lain kali... tolong penampilan itu di jaga, kamu pikir nggak malu-maluin pake baju out mode dan murahan begitu? suami kamu banyak duit kan? jangan mau kalah sama mantan-mantannya yang doyan foya-foya pake tabungannya Wira. Kalau masih mau bertahan jadi bagian keluarga ini, ubah penampilan, ngerti?”

Wini singgah hanya untuk mengucapkan kalimat menyakitkan itu untuk Lyra.

“Kalau kira-kira nggak bisa mengimbangi, menyerah aja. Toh kalian nikah juga karena salah paham, jangan ngerasa jadi cinderella, hanya karena Ayah berpihak sama kamu!”

Setelah itu pergi begitu saja. Sementara Lyra hanya bisa terdiam, menahan air matanya. Menunduk dan melihat penampilannya sendiri saat ini.

“Mbak...” Wira turun dari tangga berpapasan dengan kakaknya.

“Iya... istri kamu, di ubah penampilannya jangan gitu. Apalagi nanti kalau ada kumpul keluarga, kamu tau kan Ibu gimana? ya, Mbak sih cuma ngasih tau ya, bukan bermaksud apa-apa.”

“Iya Mbak, itu urusanku. Mbak nggak perlu ikut campur. Aku permisi.”

Wira mengambil langkah cepat, menuruni tangga. Melihat Lyra yang tengah berjalan cepat ke arah pintu keluar sambil mengusap wajahnya. Istrinya menangis, dia sadar itu.

“Lyra, mau kemana? kamu kenapa?”

Mendengar suara Wira, Lyra berlari tertatih karena wedges yang ia kenakan cukup menghalanginya. Hingga ia memilih meninggalkan benda itu begitu saja, dan berlari dengan kaki telanjaang. Melewati pintu gerbang utama, dua orang satpam yang berjaga hanya terperangah melihatnya tanpa berani mengejar dan melihat tuan muda mereka juga tengah berlari, Wira tak mungkin melepaskan Lyra begitu saja.

...Wira POV ...

Aku meremaas kasar rambutku, apa yang terjadi selama aku di kamar tidak lama hanya sepuluh menit aku meninggalkan Lyra. Sudah ada kejadian seperti ini.

“kenapa istri saya nggak di tahan? kalian kerja cuma mau makan gaji buta?” aku menumpahkan kekesalanku pada dua satpam yang tidak tahu diri itu.

“Maaf Tuan, kami nggak berani ikut campur, kami hanya takut salah bertindak,” sahut salah satunya. Terserahlah yang ku rasa mereka tidak ada gunanya sama sekali.

Lyra sudah menghilang dari pandanganku, aku tak tahu dia sembunyi dimana, lingkungan komplek perumahan ini pastinya cukup luas, aku tak yakin dia ingat jalan keluar.

Ku raih ponsel dari saku celanaku, langsung menghubunginya, satu panggilan, dua panggilan hingga yang ketiga, Lyra tidak merespon sama sekali.

Aku tahu penyebab kekacauan ini siapa, pasti Mbak Wini yang entah mengatakan apa kepada Lyra. “Salah satu dari kalian cepat cari istri saya sampe ketemu!!” hentakku, pada mereka. Aku memilih masuk ke dalam rumah, menunu kamar si penyebab kekacauan ini.

“Mbak!! keluar kamar cepat!!” menggedor pintu kamarnya cukup keras.

“Ada apa? bukannya kalian udah kembali?”

“Mbak ngomong apa sama Lyra? tolong lah, jangan ikut campur sejauh ini dalam rumah tanggaku, rasanya aku bersumpah, kalau bukan karena ayah, aku nggak akan bawa dia menginjakkan kaki di rumah ini!” meski emosiku memuncak, aku tetap memelankan suaraku agar tidak terdengar yang lainnya.

“Mbak cuma bilang... ya jaga penampilan, itu aja. Sebelum Ibu yang ngingatin, mungkin dengan kata-kata yang lebih pedas, ada baiknya kan Mbak duluan yang ngasih tau? kamu kenapa jadi marah-marah sama Mbak?”

“Lyra kabur! aku nggak tahu dia dimana sekarang, semua salah kamu! sialaan!” tak tahan aku tidak memaki, aku cukup kesal. Meski aku belum meyakini perasaan yang aku miliki untuknya, tapi aku cukup takut kehilangannya. Dan aku nyaman berada di dekatnya, hatiku tentram semenjak dia hadir. Apalagi dia membawa aku jadi lebih dekat kepada-Nya.

“Kekanak-kanakan banget ya main kabur-kabur, terserah lah, Mbak nggak tau, itu urusan kalian!”

Inilah mengapa kami bertiga tak pernah akur sejak kecil, kami memiliki sifat keras kepala. Tak ada yang mau mengalah, tak ada yang mau merasa bersalah. Minta maaf saat lebaran hanya sebagai formalitas aja. Aku benci keluarga ini!

...🌸🌸🌸 ...

...Jangan marah ama author karena bikin kabur si Lyra ya... hihi 🙈...

Terpopuler

Comments

ww

ww

nying bnyak bacottt cemen lg, dasar kismim

2022-11-27

0

ww

ww

mampus lu

2022-11-27

0

Nindi Silvana

Nindi Silvana

disini mba WINI masih ngeselin ya, di judul Juna mba WINI baik cuman ceplas-ceplos aja😂🤭

2022-06-03

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!