...Wira POV...
Malam tadi, adalah malam yang cukup mengejutkan. Juna menemuiku dalam keadaan setengah sadar, ku rasa dia mabuk. Berulang kali dia mengucapkan nama Lyra.
“Lyra baik, jangan sakiti dia.”
“Kalau nggak bisa mencintai, jangan menyakiti ya Mas.”
“Kamu nggak pantas Mas buat Lyra.”
“Aku sayang sama Lyra lebih dari seorang teman, selesai wisuda aku berniat melamarnya, tapi ternyata kamu...”
Tak ku sangka mereka berteman cukup dekat, usiaku dan Juna terpaut sepuluh tahun. Dia cukup berani menantangku, menyatakan sayangnya pada istri orang, istriku. Malam itu, jika Juna dalam keadaan benar-benar sadar, ku rasa dia akan merasakan pukulan keras pada wajahnya dari tinjuku. Tapi bagaimana pun, Juna adalah adikku. Aku tak mau Ayah yang mulai sehat kembali sakit hanya karena pertengkaran konyol kami. Lebih baik aku mengalah, dan yang kulakukan adalah mendorong pundaknya secara kasar untuk keluar dari kamarku.
Hari yang kunantikan, akhirnya tiba. Aku pun tak mengerti mengapa aku begitu menunggu datangnya hari ini, hari peresmian pernikahan ku dan Lyra. Dan yang membuatku cukup takjub adalah Ayah yang berani menyediakan mahar dengan lima ratus gram emas, dan uang tunai lima ratus juta untuk Lyra.
Ayah tahu jelas tabunganku tak cukup untuk itu, maka beliau bersedia menyediakan. Beberapa hari yang lalu, bicara soal mahar, Ayah sempat bertengkar dengan Ibu. Ibu menetang, menurutnya itu cukup banyak. Tapi Ayah merasa itu pantas di dapatkan oleh Lyra yang sudah bersedia menyerahkan seluruh hidupnya untukku.
Sepertinya aku harus memeriksakan diriku besok ke dokter spesialis jantung. Saat ini, ku tatap Lyra yang sedang berjalan ke arahku, bak bidadari yang tengah menghampiri meski senyumnya terlihat cukup kaku. Dia cantik, dan membuat jantungku berdegup. Dia Lyra, istriku yang baru aku kenal belum genap seminggu.
Dan saat itu semua mata tertuju padanya, para undangan baik itu keluarga maupun rekan-rekan dokter dan rekan bisnis ayah tentu penasaran dengan sosok menantu kedua keluarga Pranaja. Dan Lyra berhasil membuat orang-orang terpukau saat menatapnya. Ku ulurkan tangan untuk membantunya menaiki tangga pelaminan, saat ini kami persis seperti pasangan bahagia lainnya. Aku tersenyum menyambutnya, dia juga tersenyum meraih uluran tanganku.
Rasa ingin memiliki, ingin mengatakan pada dunia bahwa Lyra milikku, tiba-tiba terlintas di benakku. Ku raih pinggangnya hingga kami tak berjarak. Dia menahannya. "Tolong akting berpura-pura romantis, bisa kan? ini banyak orang!" titahku, berbisik padanya. Dia mengangguk, "Iya," jawabnya.
"Kenapa ramai sekali, aku nggak nyangka tamunya sebanyak ini, aku nggak pede," Lyra menekuk wajahnya, sesekali dia angkat dan banyak kamera menangkap kemesraan kami saat itu.
"Kamu lupa kamu ini menantunya siapa?" lagi-lagi aku berbisik bergelagat mesra, bibirku tak berjarak di telinganya, sayang terlapisi hijab yang kurasa dibalut cukup tebal.
Dia tak menjawab apapun, tangannya bergerak untuk melingkar di lenganku. Aku menyapa keluarga dan kerabat-kerabat yang aku kenal dari jauh, dengan mengangkat satu tanganku dan tersenyum ke arah mereka.
Satu jam berlalu, kami masih sibuk berakting romantis. Lyra tak ku biarkan lepas dari genggaman tanganku. Saat aku berjalan menemui rekan-rekan dokterku yang lain, dia juga ikut denganku. Aku tahu dia tidak percaya diri dengan keadaan ini. Maka tak ku biarkan dia sendirian, hari ini aku di kejutkan dengan hal yang tidak biasa. Ku lihat Ayah sedang duduk santai diantara rekan-rekan bisnisnya, sesekali beliau tertawa lebar, rona bahagianya sungguh terlihat. Ini suatu anugerah, Ayah yang sudah hampir satu bulan berbaring di ranjang rumah sakit, saat ini sehat dan dapat hadir ke resepsi pernikahanku. Aku turut bangga dan bahagia.
"Ini masih berapa lama? kakiku sakit banget, pake heels," Lyra berbicara takut-takut.
"Mungkin sekitar satu jam lagi, bersabarlah!" dia mengangguk mengerti.
Saat seseorang menepuk pundakku, aku menoleh ke belakang. Aku kaget, tamu yang sama sekali tak ku undang datang ke tempat ini, Hanna.
Matanya merah, sepertinya dia habis menangis. Meski dia juga berdandan cukup cantik, tapi tak secantik perempuan yang sedang menggandengku saat ini.
"Aku nggak nyangka, balasan kamu ke aku sekejam ini Mas Wira! Dalam hitungan hari, kamu langsung nikah, dan resepsi besar-besaran. Padahal ini adalah mimpi kita dulu—"
"Jangan mimpi lagi, kita udah selesai. Jangan datang lagi ke hidup aku, untuk alasan apapun!" Ku gandeng tangan Lyra ku ajak dia berjalan cepat, tapi dia sulit mengimbangiku hingga dia terjatuh karena heels yang tidak biasa baginya.
Aku berjongkok dihadapannya, "Buka aja kalau itu menyiksamu," titahku lalu dia menurut. Aku berdiri, tangan kiriku tetap menggandengnya dan tangan kananku membawakan sepasang heels nya.
"Mas Wira! Aku masih cinta sama kamu!" Hanna si mantan yang tidak tahu malu itu berteriak, semua menoleh ke arahnya. Membuat acara yang awalnya berjalan baik kini suasananya berubah menjadi tegang.
Sialann! aku tak peduli, aku masih menuntun Lyra tidak kembali ke pelaminan, tapi keluar dari ball room melalui pintu belakang. Kebetulan, langsung ketemu lift.
Bersyukur Lyra hanya menurut tanpa bertanya apapun, ku rasa dia akan menjadi istri penurut yang tidak suka membuatku naik darah.
“Maaf, jadi kacau.” ucapku, kami sudah berada di dalam lift, ku tekan tombol angka tertinggi di hotel ini. Kamar yang akan kami tempati malam ini, atau mungkin untuk beberapa hari ke depan.
“Ternyata dia secantik itu, kenapa kamu putusin?” tak ku sangka dia memuji Hanna, tanpa cemburu sedikitpun.
“Dia selingkuh,” dua kata cukup membuatnya tercengang.
“Pak Dokter patah hati?” ucapnya dengan seringai mengejek, dia tersenyum kecil. Siaal! dia mengejekku.
“Nggak, aku nggak akan rapuh hanya karena perempuan murahan semacam itu,” jelasku dengan nada arogan.
“Yakin? coba di bedah dulu dadanya sendiri, lihat hatinya siapa tau hancur berkeping-keping,” dan dia tertawa setelah mengatakan kalimat konyol itu. Mengapa dia sebahagia ini? Ya awalnya saat mengetahui kelakuan Hanna, aku memang patah hati. Tapi tak seperti yang ia katakan barusan, hancur berkeping-keping? tentu tidak!
“Terus aja ketawa sepuasnya, sebelum kamu yang akan menangis, malam ini!” ucapku penuh ancaman, aku tidak serius dengan ucapanku. Ya tapi rencanaku memang ingin membuatnya menangis dan merintih malam ini, lihatlah nanti.
Lantas dia tidak lagi menjawab, diam seribu bahasa. Saat kami sudah tiba di lantai tujuan, ingin keluar dari lift, aku kembali menggandeng tangannya. Dia menepis tanganku, wajahnya cukup kaku dan aku tahu dia cukup kaget dengan ancamanku barusan.
“Makanya, jangan main-main dengan orang yang sedang patah hati, kalau bersedia jadi obatnya, ya nggak apa-apa juga!” ucapku kemudian menarik tangannya paksa, pintu lift hampir tertutup.
Ini dia dr. Wira Mahesa Pranaja, Sp. B. Dokter spesialis bedah paling ganteng se kota Jakarta. Tapi kata Lyra nggak ganteng2 amat, masih standar 😂
...Bersambung...
...Pencet likenya dong, udah di kasih visual loh 😂...
...Semoga terhibur!...
...Hayo, tim Wira atau Juna? ...
...🤭...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
nobita
klo aku sih tim Wira tentunya. aku seneng pria yg lebih dewasa pastinya... lebih mapan bisa melindungi dan mengayomi... waduh jd curhat... maap thor
2023-07-13
0
Yayuk Sulistyowati
Aku sih selalu di tim suami - istri sah. Tapi kalau sampai suaminya nyebelin, bawaannya pengen nimpuk pakai teflon
2023-02-06
0
Nindi Silvana
yaallah dokter mukamu kalem sekali tpi kelakuanmu ampun sekali 😂 aku tetap tim Wira, karena Juna udah baca hehee
2022-06-02
0