...Pencet likenya dong jangan pelit...
...Lyra POV...
Apa katanya? dia ingin membuatku menangis malam ini? jangan harap! meski polos, aku tidak terlalu bodoh untuk tak bisa mengartikan maksud dari ucapannya. Aku tak akan menyerahkan sesuatu berharga milikku, hanya untuk suami tiga bulanku. Tidak akan.
Aku berpura-pura tegar, meski tanganku yang sedang ia gandeng kini cukup dingin. Jujur aku takut, aku rasa dia pasti lah laki-laki normal yang menginginkan haknya sebagai suami. Dan juga yang aku tahu bahwa laki-laki bisa melakukan itu meski tanpa cinta, berbeda dengan wanita yang selalu mengatasnamakan cinta untuk segalanya.
Ya Allah lindungi Hamba!
Kami sudah tiba di kamar yang cukup mewah dan indah. Pertama kalinya seumur hidup, aku berada di kamar hotel semewah ini. Begitu masuk, aku tak langsung menemukan tempat tidur seperti kamar-kamar hotel biasa yang pernah aku singgahi saat liburan bersama teman atau sepupuku. Kami harus melewati beberapa ruangan dulu, ku rasa ukuran kamar hotel ini sama lebarnya seperti rumah orang tuaku.
Sudah melewati ruangan yang di lengkapi dengan dua sofa dan meja serta di lapisi karpet dan dihiasi dengan lampu indah menggantung, lalu ada satu set meja makan dengan empat kursi, ada dapur mini juga. Ini hotel atau rumah? aku cukup takjub hingga tanpa sadar, masih membiarkannya menggandeng tanganku. Saat sadar, langsung aku lepaskan.
“Kamarnya dimana?” tanyaku polos tanpa maksud apapun, aku hanya heran mengapa sudah memasuki ruangan berlapis-lapis tak juga menemukan kamar.
“Kenapa? udah nggak sabar mau naik ke tempat tidur?” dia berbalik, bertanya dengan seringai mesumnya. Aku bergidik, antara geli dan ngeri melihat raut wajahnya saat ini.
“Nggak, heran aja. Hotel nggak ada kamarnya,” sahutku cepat. Lantas ia berdiri di belakangku, memegang kedua pundakku, mengarahkanku untuk berjalan ke sudut kanan, terdapat sebuah pintu. Wira membukanya dan menampilkan sebuah kamar di sertai tempat tidur king size, tempat tidur mengahadap jendela yang cukup lebar. Memperlihatkan pemandangan gedung-gedung tinggi kota Jakarta, aku yakin kalau malam pasti akan sangat indah disini.
“Ini,” ucapnya. “Silahkan kalau kamu mau istirahat,” lanjutnya, mempersilahkanku masuk. Tapi... dia juga masuk, aku belum siap berbagi ranjang dengan orang asing. Tapi untunglah ada sofa disana. Jadi malam nanti aku bisa tidur disana saja.
“Iya, maklum, baru pertama kali masuk ke kamar se mewah ini.” Jujur saja aku katakan tanpa harus ada yang ku tutupi.
“Kita bisa sering-sering kesini kalau mau,” ucapnya santai. Dia berbaring di atas ranjang, badannya setengah di atas, dan satu kakinya terjulur ke bawah.
“Nggak usah,” sahutku lagi, memilih berjalan mendekat ke jendela.
“Kakimu masih sakit?”
Ternyata dia ingat tentang kakiku yang sakit, bahkan aku saja sudah melupakannya. Ya meski pergelangan kaki ku agak sedikit ngilu karena sempat terjatuh saat Wira memaksa menarikku tadi untuk menghindar dari mantannya yang mengerikan itu.
“Dikit,” ucapku tanpa menoleh, aku takut. Terlalu takut untuk bertatapan dengannya saat ini.
“Sini!” titahnya. Aku menoleh perlahan, hingga mata kami bertemu.
Dia sudah mengubah posisinya dari berbaring kini duduk di tepian ranjang, menepuk sisi kosong di sampingnya.
Aku menggeleng, menolak cepat ajakannya yang aku tak tahu kemana maksudnya.
“Jangan takut, nggak sekarang, tenang aja. Aku cuma mau liat kaki kamu,” ternyata dia punya sisi prikemanusiaan juga. ingin aku berteriak di telinganya, tolong jangan bersikap manis, bisa-bisa aku jadi sayang nanti. Oh Lyra, ku rasa mulai gila.
Seketika aku tersadar, dia kan seorang dokter, bentuk perhatian yang ia berikan tentu hanya sebatas kepeduliannya terhadap seseorang yang sedang butuh bantuannya. Ya pasti hanya itu tidak lebih, terlalu bodoh dan terlalu gila bagiku jika berharap lebih.
Aku sudah duduk di tepi ranjang sesuai titahnya, tak ku sangka dia berjongkok di hadapanku, menarik ke atas gaun mewah yang aku kenakan. “Sebelah kiri atau kanan?” ia bertanya.
“Kanan,” jawabku singkat. Dan dia mulai menyentuh pergelangan kaki kananku.
...🌸🌸🌸...
...Author POV...
“Ibu, tolong keluar dari sini! atau kami seret paksa!” ucap salah satu petugas keamanan yang bertugas di acara resepsi pernikahan mereka, kepada Hanna yang tak juga pergi meski Wira sudah meninggalkannya, seperti orang gila gadis itu terus memanggil-manggil nama Wira tanpa tahu malu.
Dengan terpaksa, Hanna keluar meninggalkan ballroom dengan emosi yang memuncak, dia cukup menghafal wajah Lyra. Air matanya masih berderai tanpa peduli banyak pasang mata yang melihatnya. Apalagi sebagai sesama dokter, tentu banyak dokter-dokter lain yang mengenalnya. Dia tidak peduli itu.
“Panggil Wira sekarang! bisa-bisanya pengantin meninggalkan acara!” Pak Pranaja yang masih bisa mengontrol emosinya karena acara sempat kacau karena kedatangan tamu yang tidak diundang, memberi titah kepada istrinya untuk menghubungi Wira.
“Iya Yah,” Bu Widia meraih ponselnya menghubungi Wira, tak butuh waktu lama, putra keduanya itu langsung menerima panggilan.
“Apa-apaan kalian ninggalin acara? turun sekarang Wira!” titah Ibunya langsung menutup panggilan.
“Dan kemana Juna? kenapa batang hidungnya nggak kelihatan sama sekali? dia pikir acara ini nggak penting? sebentar lagi keluarga Pak Caraka tiba, rencana kita kan mau ngenalin Juna ke putri mereka.”
Mereka berniat menjodohkan Juna yang selama ini mereka pikir tidak doyan dengan mahkluk yang namanya perempuan, karena Juna sama sekali tidak pernah terdengar kabar berpacaran, pergi berdua sama perempuan, atau keluar masuk hotel bersama perempuan seperti yang pernah di lakukan Wira. Jadi, kedua orang tuanya menyangka Juna tidak normal, dan harus segera di atasi sebelum semakin parah dan membuat aib dalam keluarga Pranaja.
Dengan gelagapan juga Bu Widia mencari nomor putra bungsunya itu, namun sayang tidak tersambung sama sekali. Sejak malam tadi, dia pergi meninggalkan rumah.
...Wira POV...
“Jadi, kamu baru pertama kali mendatangi hotel mewah?” aku memulai obrolan saat perjalanan kami kembali ke bawah, atas panggilan Ibu. Dan harus ku pastikan Hanna sudah pergi.
“Iya, paling ya hotel biasa,” sahutnya singkat.
“Memangnya pacar kamu nggak pernah ngajak open room di hotel berbintang?” tanyaku enteng, ya ku rasa pertanyaanku ini wajar.
Plak
Satu tamparan berhasil mendarat di pipiku, ku usap pipiku yang memanas karena telapak tangan Lyra. Seumur hidupku baru ini aku di tampar seorang perempuan terlebih itu istriku sendiri.
“Kamu!” hentakku.
“Maaf-maaf,” dia merasa bersalah terlebih melihat pipiku yang memerah.
“Kamu anggap aku perempuan apaan? dibawa open room segala ke hotel, aku nggak pernah punya pacar, aku nggak mau pacaran apalagi sampai masuk hotel berdua!” jelasnya penuh rasa kecewa atas tuduhanku.
“Ternyata masih ada perempuan bersih ya di dunia ini,” ucapku kemudian, ya ku rasa aku pantas mendapatkan tamparan tadi. Karena kalimatku tadi juga seperti tamparan keras untuknya.
“Ya ada lah! jangan anggap semua perempuan sama, mungkin gaya kalian pacaran begitu ya? pantas aja mantan kamu itu susah lupa, udah bobok bareng sih, wajar!” sindirinya sambil melirikku dengan tatapan tajam.
Pintu lift terbuka, dia berjalan mendahuluiku. Aku tidak menanggapi ocehannya barusan. Lyra benar-benar masih polos ternyata, dia mengaku tidak punya pacar dan tidak pernah pacaran. Jadi dia belum tersentuh oleh pria manapun kan? akankah impianku selama ini menjadi nyata? merasakan bagaimana membobol perawan. Membayangkannya saja membuatku ngilu. Malam cepatlah datang!
...Bersambung...
...Sejauh ini masih senang dengan karakter Wira? atau justru ilfeel? 🤣...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Nur Hidayah
dr wira pikiranya udah wira wiri belah duren
2024-11-22
0
Andaru Obix Farfum
aku kasih bunga 🌺🌻🌹🌷 kaaa
2022-12-08
0
Nindi Silvana
yaampun mas Wira, ternyata Hanna juga bukan perawan ya hahaha,yowes seng sabar Yo mas🤣
2022-06-02
0