...Lyra POV...
Ternyata kemarin dia berulang tahun? tepat di hari kami menikah. Dan kalau dia sudah punya teman sarapan, kenapa dia mengajakku? suasana macam apa ini? seperti adegan di drama Korea ada satu cowok di rebut oleh dua cewek? astaga apa yang aku pikirkan, aku tidak merebutnya sama sekali.
"Lyra!" hentaknya saat aku berbalik niat meninggalkannya.
Dia menarikku lagi, "Abaikan orang lain, apapun ceritanya kita tetap harus sarapan bersama!" bisiknya di telingaku.
Aku hanya bisa menurut, rasa minder menjalar di seluruh tubuhku saat melihat bagaimana penampilan perempuan yang bernama Sarah tadi. Akhirnya kami tetap ke kantin bertiga. Aku memilih menu nasi soto ayam sebagai sarapan.
"Mas, kamu jangan makan yang berat-berat... maaf banget ya aku nggak bawain bekal buat kamu hari ini," tutur gadis yang kini duduk tepat di samping Wira. Sementara aku, dihadapan mereka seperti orang bodoh.
"Kamu nggak perlu repot-repot bawain aku sarapan, aku nggak pernah minta," Wira memindahkan tangan Sarah dari lengannya, sesekali dia menatapku. Aku justru mengalihkan pandangan ke arah lain, menganggap mereka tidak ada. Entah hubungan apa yang mereka punya, sumpah aku tak mau tahu!
Dapat ku lihat wajah Sarah yang begitu kesal, saat Wira menghempas tangannya dengan kasar.
"Kenalkan ini, istriku," aku membulatkan mataku saat Wira berkata demikian.
"Oh jadi ini? Jangan bercanda Mas Wira, Om Prana nggak mungkin milih menantu yang—"
"Jaga ucapan kamu!"
Belum sempat Sarah melanjutkan kalimat yang mengarah pada penghinaan untukku, Wira langsung memotongnya. Tatapan Sarah padaku cukup tajam, sebenarnya Sarah ini siapa sih? pasti bukan calon istri yang dia sebutkan, karena dia mengatakan calon istri nya tidak ada disini.
Aku masih menundukkan kepala, jelas saja Sarah berniat menghinaku, lihatlah penampilanku tak sebanding sedikitpun dengannya.
Lantas si gadis tak tahu malu itu, tak juga pergi dari sekitar kami. Dia sibuk dengan ponselnya, Wira masih menatapku dengan tatapan iba. Jangan! aku tak perlu di kasihani.
Pesananku datang, aku makan dengan lahap, sebelumnya aku seduh dulu teh hangat yang begitu menggiurkan. Aku tak peduli dengan dua insan yang ada di hadapanku.
"Makan yang banyak," tutur Wira. Aku hanya mengangguk.
"Mas Wira, aku duluan ya. Ada kerjaan dari Dokter Daffa," Sarah menyentuh dagu Wira sebelum pergi.
Dasar perempuan murahan! cibirku dalam hati. Dapat ku lihat wajah Wira pun cukup kesal atas perlakuannya.
"Dia cuma rekan kerja, asistenku," Wira menjelaskan tanpa aku minta. Wajahnya merasa bersalah, dia belum menyentuh nasi uduk pesanannya sama sekali. Sementara aku sudah menikmati beberapa suapan.
"Oh ya, rekan kerja di tempat umum berani nyentuh-nyentuh dagu? gimana di ruang tertutup ya? btw aku nggak nanya kan tadi, kenapa di jelasin?” jawabku. Aku tak mau tahu, terserah itu siapa.
"Dia udah aku anggap seperti adik sendiri, dan aku ngasih tau, kamu jangan salah paham, dan perlu kamu tau, aku udah putus dari pacarku. Apapun ceritanya kami nggak akan menikah."
Apa katanya? putus? oh baguslah. Pikirku, entah mengapa aku senang mendengarnya.
"Oh begitu, putus karena...? Ehm... jadi kenapa makanannya nggak di sentuh?” Aku tak jadi meneruskan kalimatku, rasanya lancang sekali aku bertanya.
"Hilang selera," ujarnya.
"Jangan gitu, kalau aku yang sakit dan pingsan, ada kamu yang gendong, tapi kalau kamu yang pingsan, aku nggak sanggup."
Untuk pertama kalinya aku mengajaknya bercanda, dan untuk pertama kalinya juga aku melihatnya tertawa seperti itu karena kalimatku barusan, ternyata dia tak sedingin yang aku kira. Masih bisa tertawa jika di ajak bercanda, ya niatku hanya sekedar menghiburnya saja. Aku paham hatinya sedang tidak baik, dari raut wajahnya.
"Perawat dan semua pekerja di rumah sakit ini, digaji oleh Ayahku. Kurang aja banget mereka kalo mengabaikan saat aku pingsan," lagi-lagi nada bicaranya terdengar angkuh. Namun ada seulas setelah ia mengatakan itu.
Apakah hubungan kami sebagai suami istri nantinya akan berjalan layak seperti pasangan lain? atau setidaknya sekedar berteman saja dulu, untuk tahap pengenalan. Karena kurasa, terlalu jauh jika langsung ke tahap pasutri normal.
"Oh ya, selamat ulang tahun," ucapku. Dia tersenyum cukup lebar, dan yang dia lakukan adalah meraih sendok dan garpu untuk mulai makan, ku rasa selera makannya yang katanya hilang, sudah kembali.
“Makasih, kadonya?” dia berkata tanpa menatapaku.
Apa katanya? kado? apa yang layak ku berikan untuk orang kaya sepertinya?
“Nanti, aku nabung dulu.” ujarku.
Dan dia menertawakanku, apa yang lucu? oh mungkin kah dia barusan menghinaku karena kalimatku.
...Wira POV...
Sarah merusak suasana, cepat atau lambat aku akan memindahkannya ke tempat lain, menjauh dariku. Sarah memang cantik, namun hati dan gairahku tak terusik sama sekali olehnya. Meski akrab, aku hanya menganggapnya adik, tidak lebih.
Lyra terlihat bingung atau mungkin kesal karena aku menagih kado? polos sekali dia, tidak pahamkah kado yang aku maksud. Dan akan ku tagih lagi di hari resepsi kami nanti.
“Bukan kado mahal yang aku minta, tapi cukup berharga,” jawabku memecahkan keheningan sejenak diantara kami.
“Hem, iya.” jawabnya singkat, dan meneruskan makannya yang hampir selesai. Entahbdia mengerti atau tidak dengan yang ku maksud tadi.
Aku bertanya-tanya dalam otakku, sejak kapan seorang perempuan yang belum mandi dan tidak ber make up sama sekali bisa terlihat segar dan menarik seperti ini?
“Katanya nggak punya banyak waktu, tapi makannya nggak di terusin, malah ngelamun?” Lyra melambaikan tangannya tepat di hadapan wajahku yang tengah menatapnya.
“Ngantuk,” jawabku asal. Aku seduh capucinno hangat milikku. Setelah itu beranjak bangun.
“Kamu udah selesai ‘kan? ayo kita kembali!” ajakku langsung berjalan dan dia mengikutiku.
“Bayar dulu lah, belum di bayar nih!” serunya, dia polos, lupa atau apa? kenapa aku harus bayar makan disini?
Aku berbalik dan berhenti sambil menunggunya, “Apa nanti perlu sopir untuk mengantarkan Ibu pulang?” tawarku, entah sejak kapan aku memiliki hati seperti malaikat, ingin terlihat baik di mata ibunya yang baru ku kenal.
“Eh... nggak perlu, nanti di jemput sama temanku,” jawabnya. Dan aku tak mau tahu lagi siapa teman yang dia maksud, laki-laki atau perempuan ku rasa itu bukan urusanku.
“Oke!”
...Bersambung...
...Tungguin up selanjutnya ya!...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Nindi Silvana
pintar sekali Wira minta kado yg sangat berharga😂
2022-06-02
0
Dieah Komalasari
syuka thor lanjut
2022-02-07
0
secret admirer
kayaknya ini juna sama Wira adek kakak nih
2021-12-12
0