...Wira POV...
Rejeki suami yang sedang menuju sholeh, pikirku. Tak ku sangka Lyra akan menyerahkan seluruhnya untukku. Dia benar-benar perawan, ku rasakan susah payah menerobos kedalamnya yang ku rasa hangat dan cukup sempit. Tak pernah ku rasa bercinta senikmat itu, hingga aku bersusah payah merayunya setelah sarapan tadi untuk mengulang adegan malam tadi.
“Mas Wira, sakit!!”
“Awas minggir, aku mau udahan. Kamu lakuin sendiri aja kayak tadi di kamar mandi, kalau tau sakit banget kayak gini, aku nyesal !!”
“Mas, aduh!!”
“Please berehenti!!”
Aku ingat, entah berapa kali dia mencoba menghalangku untuk menerobos, hingga akhirnya dia menyerah. Saat aku mengusap lembut pada pipinya, mengecup keningnya. Tak ku sangka ternyata seperti ini suasana membobol segel perawan. Tidak ada desahan bergairah, teriakan mesra ataupun erangan-erangan menggoda seperti yang sering aku dengar saat melakukan kegiatan ini dengan Hanna. Mungkin, karena dia sudah tidak perawan. Jadi, tak lagi merasakan sakit dan tersiksa seperti Lyra.
Akhirnya aku dapatkan sekali lagi pagi itu walaupun akhirnya dia mengomel karena harus mandi lagi dan masih mengeluh sakit. “Mas Wira nggak tau di untung, udah di kasih sekali nagih. Terpaksa mandi lagi, kan!” dia keluar dari kamar mandi dengan ocehannya. Sudah mengenakan pakaian lengkap, sementara kepalanya berbalut handuk.
“Udah aku bilang kan, biar nggak sakit lagi, kita harus sering-sering mengulangnya,” aku beralasan se logis mungkin, untuk menaklukkan seorang mahasiswi tingkat akhir yang segala sesuatunya harus ada alasan yang masuk akal.
Tadi, dia sempat menolak. Namun ku paksakan dengan menggendong tubuhnya ke atas ranjang.
“Alasan!” hentaknya. dia tengah bercermin sejenak, lalu meraih tas notebooknya dan membawanya ke atas meja kerja yang tersedia di kamar hotel itu.
Ku perhatikan dia tengah membuka notebooknya dan juga mengeluarkan beberapa buku dari ranselnya, ku rasa tak ada suasana pengantin baru sedikitpun saat ini. Dia malah sibuk dengan pelerjaannya yang aku tak tahu apa itu. Aku mendekat ke arahnya, berdiri tepat di belakangnya.
“Ngapain, sayang?”
Dia justru terlihat gugup, gelagapan. membuka buku yang berjudul Manajemen Pemasaran. Entah karena aku berdiri tanpa jarak di belakangnya, atau karena menyebutnya dengan kata sayang. Dan yang ku tahu, perempuan akan salah tingkah jika di perlakukan dengan lembut apalagi dengan embel-embel panggilan mesra seperti itu.
“Mau revisi skripsi.”
Akhirnya dia menjawab.
“Jangan dekat-dekat, jangan mulai lagi. Rambutku masih basah, belum kering.”
Lantas dia menunjuk kepalanya yang masih berbalut handuk putih. Ingin aku tertawa melihat wajahnya yang panik, dia pikir aku mau apa?
Aku tidak mengindahkan kata-katanya, aku masih berdiri di belakangnya, pandangan ku tertuju pada tengkuknya yang putih halus dan di tumbuhi rambut-rambut halus yang menggemaskan. Dia berbeda dengan Hanna, yang selalu agresif ketika kami sedang berdua. Mungkin Lyra masih malu-malu atau memang bukan tipe perempuan seperti itu. Tapi justru tingkahnya yang seperti ini membuatku semakin tertantang untuk meluluhkan hatinya.
“Kamu pikir aku mau apa? ternyata bukan cuma laki-laki yang suka berpikir mesum, perempuan juga ya,” aku mengulang kalimat yang hampir serupa dengan pagi tadi yang aku ucapkan.
“Aku nggak mikir apa-apa loh, cuma aku lagi nggak mau di ganggu, Mas. Aku di kejar deadline. Senin, harus menghadap dosen lagi, minggu depan aku harus sidang.” dia menjelaskan sedetil mungkin, tanpa menoleh ke arahku sedikitpun.
“Siap, aku nggak bakal ganggu. Semangat.” aku membalas ocehan panjangnya. Sambil mengusap tengkuknya. Aku sebenarnya berniat menyentuh kepalanya tapi karena handuk yang di balut cukup tinggi itu menghalangi.
“Geli Mas, jangan gitu.” dia mengelak, dan aku hanya tertawa sebagai respon. Aku kembali ke atas ranjang berbaring disana sambil menatapnya. Kini aku sudah berstatus sebagai suami, entah hanya sementara atau selamanya. Aku hanya bisa belajar untuk menjadi lebih baik, untuknya dan untuk diriku sendiri.
...Lyra POV...
Dia si raja gombal, mantan pacarnya pasti banyak. Sudah pasti sering menghadapi mahkluk yang namanya perempuan, meluluhkan dan menaklukkan. Siall ternyata aku tak bisa fokus mengetik skripsiku, sejak dia menyebutku dengan kata sayang. dengan suaranya yang cukup lembut.
Fokus Lyra fokus!
Jari-jariku mulai mengetik kata demi kata, hingga merangkai kalimat. Kalimat yang terangkai tanpa terasa sudah memenuhi satu halaman. Konsentrasiku terpecah saat mendengar deringan ponselku yang terdengar cukup jauh. Dimana aku letakkan ponselku?
Aku menoleh, saat deringan semakin jelas terdengar. Ponsel bututku sedang berada di tangan Mas Wira.
“Ibu.” ucapnya dan aku mendekat, dia menyodorkan ponsel ke arahku. Aku sedikit menjauh saat menerima panggilan telepon, takut-takut Ibu membicarakan hal yang rahasia.
Panggilan berlangsung selama lima menit, benar dugaanku Ibu pasti menanyakan hal yang memalukan. Mau tidak mau aku menjawab bahwa aku memang sudah tidak perawan lagi. Aku terkejut mendengar respon ibu di seberang sana yang mengucapkan kata ‘Alhamdulillah’ ya ampun Ibu yang benar saja segitu bahagianya nggak tau apa anaknya menderita kesakitan karena benda mengerikan itu masuk menerobos tanpa memberi ampun. Aku heran dengan gaya-gaya berpacaran orang-orang yang sering melakukan sekss bebas, dimana nikmatnya? ya walaupun, malam tadi itu perlakuannya padaku cukup lembut dan menghanyutkan aku sempat terbuai dengan...
Ya Allah, mikir apa sih aku.
Aku kembali lagi, ku lepas handuk di kepalaku, lalu aku langsung beranjak ke kamar mandi hendak mengeringkan rambutku yang sudah setengah kering dengan hairdryer yang tersedia disana. Sepuluh menit lamanya aku melangsungkan kegiatan itu hingga rambutku benar-benar kering.
Aku bercermin, sambil menyisir rambut. Aku tahu Mas Wira memperhatikanku diam-diam mencuri-curi pandang. Sesekali aku juga meliriknya yang sok cuek, hingga saat ini mata kami saling bertemu. Aku ketahuan!
“Ehm... Mas,” untuk menghilangkan rasa canggung, aku berpura-pura ingin menanyakan sesuatu tapi apa ya?
“Ya?”
“Kapan kita pulang kerumah? sebelum pulang ke rumah, kita singgah ke tempat Ibu dulu. Barang-barangku masih banyak disana.” Sebenarnya ini yang ingin aku katakan dan tanyakan sejak malam tadi.
“Besok, oke.” jawabnya singkat sekali, lagi sariawan apa?
“Mas, kita pulang kerumah orang tua kamu, atau...”
“Ke apartemenku, kita tinggal berdua, karena belum bertiga.” ucapnya santai, seketika aku ingin berjingkrak kegirangan. Aku pikir Mas Wira akan mengajakku pulang ke istana Pranaja dimana disana ada nenek sihir dan mak lampir yang cukup mengerikan.
Ups... ya ampun, aku menggunjing mertua dan kakak iparku sendiri. Tapi awal kesan pertama bertemu ya memang seperti itu. Mereka tak ramah dan memandangku sebelah mata.
...Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Nhi..Queen..syaa
pesona mu ndok ndokk,,
pesona wong deso
2021-11-07
0
IKA ATIKA
ikut bahagia y lyra wira😍
2021-10-19
0
Juliezaskia
alhamdulillah...😀😀😀😁 ngakakk
2021-09-27
1