...Author POV...
Wira dan Lyra tengah melakukan perjalanan kembali ke tempat tinggal mereka, apartemen Wira. Tapi sebelumnya, sesuai request istrinya, mereka singgah dulu ke rumah Lyra untuk mengambil beberapa barang yang tertinggal. Jujur Lyra terlihat senang, bisa pulang ke rumah walaupun hanya sebentar. Jarak hotel dan rumah Lyra memakan waktu setidaknya empat puluh lima menit, membelah padatnya kota Jakarta.
Mobil mewah merk Toyota Land Cruiser keluaran terbaru milik Wira sudah terparkir tepat di pinggir jalan, di ujung gang sebelum memasuki rumah Lyra. Gadis itu berulang kali meminta maaf karena gang menuju rumahnya cukup sempit, mobil Wira yang besar tidak mungkin masuk kesana. Jadi lelaki itu harus panas-panasan di pagi menjelang siang ini. Malam tadi, Lyra berniat pagi-pagi sekali harus sudah meninggalkan hotel, tapi apa daya, usai sholat subuh lelaki itu menyerangnya dengan berbagai alasan dan mau tidak mau, senang tidak senang, Lyra hanya bisa pasrah meladeni kemauan suami.
“Mas Wira, tadi kan aku bilang nunggu di mobil aja, ini agak jauh loh jalannya, nanti kamu keringatan, kulit kamu yang putih itu bisa gosong,” walau tak tega, sebenarnya Lyra cukup senang, mengerjai putra kedua Pak Pranaja itu harus berjalan kaki serta panas-panasan. Untunglah dia kini hanya mengenakan kaos santai, dan celana jeans. Serta jam tangan mahal yang berada di pergelangan tangan kanannya yang mengkilap terpantul cahaya sinar matahari.
“Ya kalau suaminya berkeringat, istri harus pengertian di usap-usap gitu pakai tissu atau apalah,” Wira menjawab tidak menatap Lyra sedikitpun dia sibuk melihat ke kiri dan ke kanan. Baru kali ini dia masuk ke lingkungan yang terasa asing baginya.
“Lagian aku juga mau ketemu Ibu kamu, nggak sopan bawa anaknya tanpa permisi,” lanjut lelaki itu. Eh jantung Lyra tiba-tiba hampir copot, lelaki ini sweet juga ternyata.
Langkah Lyra semakin cepat, tapi justru membuat napasnya semakin ngos-ngosan. Dia punya banyak tenaga karena tadi sudah sarapan bubur ayam dan gado-gado di restoran hotel.
Wira tertinggal di belakang, sudah tahu panas dia malah sibuk dengan ponselnya. Lyra berhenti tepat di depan sebuah rumah sederhana berpagar hitam, ada teras seadanya di depan rumah. Dinding-dinding pembatas antara satu rumah dan rumah lainnya di hiasi dengan beberapa susunan bunga di dalam pot.
“Assalamualaikum Ibu,” Lyra membuka pagar, karena pintu utama terbuka dia langsung masuk. Wira yang sibuk menunduk karena ponselnya tidak menyadari sang istri sudah hilang dari pandangannya. Wira kebingungan, rumahnya yang mana?
Lelaki itu cukup kesal, dan Lyra harus menerima konsekuensi karena telah meninggalkan suaminya seperti orang hilang.
Beberapa pasang mata termasuk ibu-ibu yang sedang berbelanja ketika mereka melewati sebuah warung, tentu bergosip dan silau akan sinarnya seorang Wira Mahesa Paranaja, ada lelaki tampan yang masuk ke lingkungan mereka.
“Waalaikumsalam, Kamu sama siapa? kok sendiri? suamimu mana?” tanya Ibu. Lyra menepuk jidatnya, dia lupa Wira tertinggal di belakang.
“Astaghfirullah!” lantas ia keluar lagi, terlihat lelaki itu tengah menelpon seseorang, meletakkan ponselnya di telinga.
“Mas! sini loh, makanya jangan hape terosss... nggak tau istrinya udah belok kemana,” sebenarnya itu adalah sindiran cukup pedas dari Lyra yang kesal karena suaminya sibuk dengan hape, entah sedang berbalas pesan dengan siapa.
Wira mendekat, benar ternyata teriknya matahari membuat dahi lelaki itu berkeringat. Lyra merapatkan kedua bibirnya kala melihat itu, Wira berkeringat, ia ingat tentang... sepertinya Lyra juga sudah tertular virus mesum dari suaminya.
“Istri durhaka harus siap-siap menyesal nerima hukuman, ninggalin suami kayak orang tolool di tengah jalan.” Wira menggerutu saat sudah berada di teras.
Lyra mengambil selembar tissu dari tas selempangnya, meletakkan di dahi Wira yang berkeringat. Menyekanya hingga kering, sepertinya Lyra harus memeriksa kesehatan jiwanya nanti, dalam hati ia mulai memuji ketampanan lelaki itu, dan kadar tampannya bertambah karena hiasan bulir-bulir keringat.
Seketika, mata mereka bertemu, saling bertatapan. “Maaf loh, biar cepet nyampe tadi, sengaja jalannya cepet.” sahut Lyra. Wira tidak peduli, dia benar-benar kesal.
“Mas baju kamu sampe basah gini, harusnya kamu nunggu di mobil aja tadi.” Lyra menutup hidungnya, dan menunjuk bagian ketiak lelaki itu memang jelas basah karena keringat. Padahal Lyra tidak mencium bau sama sekali, hanya berniat menjahili suaminya saja.
“Nggak usah sok nutup hidunglah, udah dua malam ini kamu tidurnya dibawah ketiak siapa?”
Karena pertanyaan Wira, Lyra kalah telak. Hanya bisa terdiam malu merona tidak tahu menjawab apa.
“Ayo masuk, Mas, maaf rumahnya sempit.” tidak mau membahas lagi soal ketiak, ia memilih menyudahi saja.
Di dalam, Ibu sudah menunggu mereka di ruang tengah, dua gelas es jeruk sudah di hidangkan. Wira langsung menyodorkan tangannya untuk bersalaman dengan Ibu mertua.
“Duduk Nak,” ucap Ibu pada Wira. Sementara Lyra si istri durjana sudah duduk duluan sambil menikmati es jeruk tanpa tahu menawarkan suaminya yang sudah telan-telan ludah saat melihatnya meneguk itu.
“Bu yang satunya itu, untuk saya kan?” akhirnya dengan muka tebal, Wira bertanya. Rasa dahaga akibat di siksa istri karena berjalan-jalan panas-panasan sudah tak bisa lagi ia tahan.
“Iya, silahkan diminum. Ya Allah Nduk kamu gimana sih? minum sendiri suaminya nggak di tawarin?” Wanita paruh baya itu dengan medok Jogjanya, menatap Lyra dengan sangat tajam.
“Maaf lupa, ini Mas,” nyengir saja tanpa bersalah. Wira langsung meneguknya habis tanpa sisa.
“Mau lagi? masih ada lagi loh, sebentar Ibu ambil. Eh iya kalian sekalian makan siang disini ya? Ibu udah masak,” Ibu langsung berjalan menuju dapur sebelum mereka menjawab.
“Hei, ingat ya. Kamu... kamu udah ngelakuin kesalahan dua kali siang ini, dua kali.” Wira menyentuh paha Lyra, menyadarkan istirnya itu.
“Maaf loh, belom terbiasa kalau udah punya suami.” ucap Lyra penuh penyesalan.
...🌸🌸🌸 ...
Wira tengah duduk di tepi ranjang berukuran single, ranjang setelan, ada atas dan bawah. Ia menatap sekeliling kamar sederhana berukuran empat kali empat milik Lyra.
Lyra sangat-sangat bersyukur, hal yang dia khawatirkan ternyata sudah di cegah oleh Ibu. Di kamarnya ada beberapa bingkai yang berisi foto dirinya dan Juna serta teman-teman mereka yang lain, saat itu adalah moment dimana mereka memenangkan sebuah kompetisi kelompok anak manajemen antar universitas. Foto itu tidak ada lagi disana, masalahnya di dalam satu bingkai ada foto yang digabung, dan ada Lyra dan Juna hanya berdua saja. Ibu tentu tak ingkn mengakibatkan kesalahpahaman pada menantunya yang ternyata Kakak dari Juna, sudah mennyingkirkan foto itu sebelum mereka tiba.
“Kok baju-bajunya nggak di bawa semua?” usai puas menatap sekeliling kamar, lelaki itu memperhatikan gerak-gerak istrinya.
“Buat jaga-jagalah,” sahut Lyra.
“Jaga-jaga apa?” Wira seakan tak terima dengan jawaban istrinya.
“Jaga-jaga kalau tiba-tiba kabur pulang ya masih ada baju.” jawabnya enteng, sambil mengangkat kedua bahunya.
Wira hanya menggelengkan kepalanya saja, tak tahu apa yang ada di dalam isi kepala istrinya.
“Aku pastikan kalau kamu mau kabur kesini, ya harus sama aku.” ucapnya sambil melipat kedua lengannya di dada.
“Nggak bisa Mas, tempat tidurnya sempit nggak cukup buat berdua.” Lyra beralasan.
“Dan kita kan nggak tau apa yang akan terjadi ke depan, lagian, pernikahan kita kan cuma...” Wira langsung bangkit dari duduknya, mendekap mulut istrinya dengan tangan kanannya. “Jangan sampe di dengar Ibu, lupakan soal itu mulai hari ini!” bisik Wira, entah mengapa ia sangat benci jika Lyra membahas hal itu.
...🌸🌸🌸 ...
...Lupakan Lyra, lupakan!!!...
...Jangan bikin Mamas naik darah ya Lyra....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Nindi Silvana
hahahaa yaampun lyra kamu lucu sekali😂
2022-06-03
0
Nhi..Queen..syaa
keluarga besar Rizkitaa halu ternyata dari Jogja ya yg ku tau Lyra n Meira yg lain blm tau lagi proses 1 per 1 insyaallah mau di lebes abis khusus yg terbit di NT
2021-11-07
0
Juliezaskia
😍😍😍😍💕💕💕
2021-09-27
0