Heart Prison

'Seperti hati yang terpenjara'

Safir Juliet berkedip menyesuaikan jumlah cahaya yang masuk ke dalamnya. Dia memindai seisi ruangan yang hanya terlihat putih. Bau obat tercium di indra penciumannya.

Sepasang suami istri menatap cemas pada wanita muda yang sedang berbaring di ranjang rumah sakit. Juliet masih kebingungan kenapa dia bisa terbaring di sana. Apa yang terjadi?

Juliet berusaha mengingat alasan kenapa dia bisa terbangun di ruangan yang tidak kenal, tetapi dia tidak berhasil mengingat semuanya. Wanita muda itu hanya menatap sepasang suami istri tersebut yang merupakan orang tuanya.

"Syukurlah! Kau sudah sadar, Sayang?!" Emma menghampiri putrinya sambil mengusap rambut coklat yang terlihat lepek.

"Mama? Ada apa ini? Kenapa aku bisa disini? Kita dimana, Ma?" Banyak pertanyaan keluar dari mulut Juliet.

Emma melirik pada suaminya yang sejak tadi hanya terdiam. "Kita berada di rumah sakit. Kemarin malam kau pingsan di kamar mandi," jawab Emma.

Juliet memijat kepalanya yang terasa sakit, dia teringat sesuatu setelah ibunya mengatakan alasan dia berada di tempat tersebut.

'Kamar mandi?' 

Seketika tubuh Juliet menjadi kaku, dia melirik takut pada kedua orang tuanya. Air mata Juliet meluncur begitu saja. Juliet sudah bisa menebak bahwa kedua orang tuanya memahami apa yang sedang dia alami sekarang.

"Pa, Ma. Tolong maafkan aku!" Tangisan Juliet tidak terbendung. Emma segera memeluk putrinya yang sedang terpuruk.

"Sst. Tidak apa-apa," hibur Emma kepada putri sulungnya.

"Maaf karena aku tidak bisa menjaga diriku sendiri," tangis Juliet, wanita muda itu semakin tergugu.

"Dokter sudah mengatakan semuanya," ucap Collin, pria itu membuka suaranya yang terdengar berat.

"Julie- …." Emma berkata ragu, "kami bersedia untuk merawatnya," tambahnya.

Juliet tidak mengerti pada ucapan ibunya. Wanita itu masih mencerna ucapan sang ibu. Apa sebenarnya yang ingin disampaikan Emma.

"Mama mohon. Jangan menyakiti dirimu dan dia. Papa dan Mama akan menerima dia. Jadi tolong jaga dia untuk kami." Emma mengusap perut Juliet sampai sang puteri terkesiap.

"Kami tidak pernah mengajarimu untuk membunuh makhluk tidak berdosa." Emma menangis karena tak kuasa menahan kesedihannya.

Sekarang Juliet mengerti apa yang dimaksud ibunya. Dia meraba perut yang terasa sakit saat bersentuhan dengan tangannya. Mungkin kedua orang tuanya menyangka bahwa Juliet ingin menggugurkan bayinya secara paksa atau berniat mengakhiri hidupnya.

"Katakan pada kami siapa pemilik anak ini? Kita hanya perlu meminta pertanggung jawabannya," ucap Collin dengan tenang.

Mendengar itu Juliet segera menggelengkan kepalanya dengan cepat. Tidak, Juliet berpikir jangan sampai J tahub tentang kehamilannya. Pria itu tidak boleh tahu bahwa benih pria itu tumbuh di rahimnya.

"Tidak, Papa. Aku tidak mau!" raung Juliet, "aku tidak ingin bertemu lagi dengan orang itu."

"Kenapa, Nak?"

Juliet sangat memahami orang tuanya merasa cemas. "Aku sangat membencinya!" raung Juliet sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan.

"Apakah itu J? Apa yang sebenarnya terjadi? Kau tidak mencintai bahkan membencinya, lalu kenapa kau bisa- …." Collin tidak kuasa untuk meneruskan ucapannya. Bagaimana bisa Juliet bercinta dengan J tanpa cinta?

Juliet kembali mengingat malam itu, saat tubuhnya dijamah secara paksa. "Dia memaksaku," jawab Juliet dengan suara yang tersendat.

Collin dan Emma merasa terkejut, sungguh mereka merasa bersalah karena tidak mengetahui yang sebenarnya. Mereka kira keadaan Juliet baik-baik saja setelah putus dari J.

"Ini tidak bisa dimaafkan. Dia harus mempertanggung jawabkan semuanya!" geram Collin.

"Tidak, Pa. Jangan, kumohon!!" Juliet meraih lengan sang ayah. "Aku tidak ingin bertemu lagi dengannya."

"Tidak bisa! Kriminal seperti dia tidak boleh dibiarkan!!" Collin melepaskan tangan Juliet dan segera pergi dari ruang rawat putrinya.

Pria itu segera keluar, dia bahkan mengabaikan Milliet yang sedang menunggu di luar kamar. Gadis itu juga mendengar semua percakapan keluarganya.

"Ma, tolong hentikan Papa!!" Juliet memelas pada ibunya. Sungguh dia tidak akan membiarkan J kembali hadir dalam kehidupannya.

Sementara itu di sebuah rumah mewah bergaya klasik, seorang pria muda tengah sibuk berkutat dengan layar laptop serta beberapa berkas yang menumpuk di sisi meja.

Sesekali pria itu menyesap kopi yang tersisa kurang dari setengah dari gelasnya. Ruangan mewah dengan segala perabotan mahal menghiasi setiap sudut ruang tersebut.

"Tuan J. Ini sudah lebih dari 8 jam anda bekerja. Sebaiknya anda beristirahat!" Seorang wanita lanjut usia mengingatkan J karena sejak pagi pria itu belum berhenti dari pekerjaannya.

"Tidak apa, Corina. Pekerjaan ini tidak akan selesai hanya dengan menatapnya saja. Orang-orang kantor bisa berpikir aku ini pria yang malas." J berkata panjang lebar. Corina tersenyum, J selalu mau berbicara dengan pelayan seperti dia.

"Tuan Diaval akan kembali dari Belanda. Mungkin Tuan muda juga akan membantu anda," ucap Corina. J mengalihkan tatapan pada Corina yang tersenyum sendu.

"Diaval?" tanya J, dia menghembuskan napas lelah.

"Tuan J tenanglah, semua akan baik-baik saja." Corina tersenyum tulus pada J.

"Kuharap begitu, Corina."

Corina merasa J akan menghadapi masalah baru dengan kedatangan adiknya yang sudah dua tahun tinggal di luar negeri. Diaval seorang pemuda berusia 22 tahun, J dan adiknya tidak pernah rukun karena satu hal dan lainnya yang menyebabkan mereka tidak bisa seperti kakak adik pada umumnya.

Tok-tok …

Seseorang mengetuk pintu, pria tua pelayan yang merupakan suami dari Corina masuk setelahnya. 

"Tuan J, ada tamu untuk anda," ucap Miguel--suami Corina.

"Siapa, Miguel?" tanya J penasaran.

"Mm, Tuan Collin Harrison." Terlihat raut terkejut di wajah J, tetapi dia selalu bisa mengendalikan diri sehingga dengan cepat mimik wajah pria itu kembali datar.

"Aku akan menemuinya di ruang tamu," jawab J.

J segera pergi menemui sang ayah dari mantan kekasihnya, entah apa maksud dari kedatangan pria itu. Apa mungkin ini tentang Juliet? J sudah memastikan bahwa itu memang tentang wanita muda tersebut.

J memang tidak pernah bertemu dengan Collin sebelumnya, tetapi saat Leoncio mengatakan nama belakang Collin dia langsung teringat pada Juliet yang memiliki nama yang sama.

"Tuan Harrison- …."

Belum selesai J menyapa, pria setengah baya itu langsung menarik kerah kemeja yang dia kenakan. "Katakan apa yang lakukan pada puteriku, ********?" bentak Collin.

J terdiam dan tidak memberi perlawanan. Jika seandainya Collin menghajarnya pun dia tidak akan menolak. Dia sangat paham maksud Collin melakukan itu, mungkin Juliet sudah mengatakan semua pada orang tuanya.

"Kau sudah membuat puteriku menderita," geram Collin, dia melepaskan cengkraman di kerah J, bagaimanapun kekerasan tidak akan menyelesaikan masalah. Keadaan Juliet tidak akan kembali seperti semula bahkan jika J mati sekalipun.

"Dengar!! Kau harus pertanggung jawabkan semua perbuatanmu, terlebih untuk bayi yang sedang dia kandung." Raut wajah Collin mengeras saat mengatakan itu. Dia tidak suka berbasa-basi.

Wajah J terlihat menunjukkan bahwa dia sangat terkejut, tetapi ada ekspresi yang tidak terbaca. Pria itu sangat pintar menyembunyikan semua perasaan dalam sebuah topeng datar di wajahnya.

"Karena kau dia hampir menggugurkan kandungannya dan membunuh dirinya sendiri!" teriak Collin.

"Apa?" J mengepalkan tangan dengan kuat sarat emosi yang dia tahan. Tanpa mengabaikan sopan santun terhadap tamunya J segera pergi dengan raut wajah yang mengeras.

J melajukan mobilnya dengan sangat cepat. Amarahnya memuncak, rasanya tangannya ingin sekali mencekik leher Juliet. Itulah yang dirasakan J saat ini. Dia benci pada Juliet, dia benci mendengar apa yang dilakukan wanita itu.

J masuk ruang rumah sakit di mana Juliet berada. Wanita itu sedang sendiri tanpa ada ibu atau adiknya yang menjaga, mungkin mereka pergi ke kantin untuk makan malam.

J terlihat emosi dia menarik tubuh Juliet. Tangan kanannya sedikit menekan leher Juliet. Wanita itu sangat terkejut, dia sangat takut. Untuk pertama kalinya dia melihat wajah J dengan ekspresi yang sangat menakutkan. 

"Apa benar kau ingin membunuh bayi itu?" geram J tanpa mempedulikan Juliet yang hampir kehabisan napas. Juliet berusaha melepaskan diri, dia berusaha menggelengkan kepalanya walaupun itu sangat sulit.

"Jika itu benar, maka aku pasti melenyapkanmu dengan tanganku sendiri." Mata J menggelap seperti diliputi dendam dan amarah.

J menghempaskan kembali tubuh Juliet di ranjang rumah sakit. Juliet terbatuk dengan napas yang terengah. Dia meraup udara sebanyak-banyaknya untuk mengisi paru-paru.

"Aku mungkin seorang seorang iblis seperti yang kau pikirkan. Aku tidak menyangka kau akan tega membunuh makhluk yang tidak berdosa!! Kau lebih buruk dariku!" Suara J terdengar bergetar menahan amarah.

Juliet meraung, dia tidak punya niat sama sekali untuk membunuh bayinya. Sepertinya semua orang termasuk J sudah salah paham pada dirinya. Akan tetapi Juliet tidak ingin menjelaskan apapun pada pria berwajah dingin itu.

"Tubuh ini milikku, aku berhak melakukan apa saja semauku," ucap Juliet dingin, "lagipula aku memang tidak menginginkannya," dusta Juliet, di dalam hatinya dia sangat menyesali dan ribuan kali meminta maaf pada calon makhluk yang masih berupa gumpalan darah.

Amarah J semakin memuncak, sungguh dia ingin sekali menghabisi Juliet detik ini juga. "Aku membenci semua wanita seperti dirimu."

"Aku lebih membencimu. Aku tidak ingin semua yang berhubungan dengan dirimu tertinggal dalam tubuhku. Manusia kotor sepertimu bahkan tidak pantas untuk berada di dunia ini!!" teriak Juliet. Sungguh dia bukan orang yang suka merendahkan orang lain, di hadapan J emosinya selalu tersulut. Juliet terpaksa supaya J juga membenci dirinya dan segera pergi dari kehidupannya.

"Kau pantas mati!!" geram J.

"Kalau begitu kau bisa membunuhku bersama bayi ini dengan tanganmu sendiri," ucap Juliet sambil mendekat pada J seolah dia memang siap untuk mati.

"Cih, kalau begitu bagaimana kalau kita mati bersama, dan aku anggap itu impas- …." 

"Hentikan!!!" Teriakan seorang wanita memotong pertengkaran J dan Juliet. Sepasang manusia yang saling membenci itu hanya bisa terdiam dan mengalihkan perhatian mereka.

"Pertengkaran kalian tidak menyelesaikan masalah. Ini rumah sakit dan kalian saling berteriak, seharusnya kalian merasa malu." Emma yang datang tiba-tiba bersama Milliet langsung melerai saat mendengar keributan di ruang rawat putrinya.

Emma menghampiri Juliet kemudian menarik tubuhnya menjauh dari J. "Istirahatlah, Julie!!" titahnya. Dia tidak tega melihat Juliet yang terlihat lemah dan begitu pucat, tetapi dia juga mengerti jika J juga marah karena ucapan putrinya.

"Kami tidak mengharapkan apapun darimu, Nak! Aku dan Collin hanya berharap kau bisa bertanggung jawab." Mendengar ibunya berbicara Juliet hanya bisa menangis, dan J melihat hal itu dia tidak menyadari bahwa Emma juga sedang menatapnya.

Emma melihat raut wajah yang tidak terbaca dari ekspresi pria muda tersebut. Akan tetapi sebagai seorang ibu dia merasakan sesuatu seperti luka dan rasa sakit yang begitu mendalam.

"Aku akan menikahinya!" ucap J, setelahnya pria muda itu segera pergi meninggalkan Emma dan kedua putrinya.

Emma hanya bisa terdiam, ada rasa lega dalam hatinya. Juliet menangis histeris karena tidak ingin hal itu terjadi. Kenapa takdir seperti tidak adil untuk dirinya.

"Julie, ini adalah jalan terbaik untuk kalian. Setidaknya hargailah karena dia bersedia untuk bertanggung jawab," ucap Emma sambil mengusap kepala putrinya.

"Bayi kecilmu akan membutuhkan papanya," tambah Emma. Juliet hanya bisa mengangguk karena ucapan ibunya memang benar tetapi dia sulit menerima takdir yang dia dapatkan.

Hidup bersama dengan J sangat sulit untuk dibayangkan. Bagaimana hidup mereka dalam satu atap dengan perasaan benci satu sama lain. Itulah yang ada dalam pikiran wanita berusia 21 tahun tersebut.

Senja kembali datang tepat waktu tanpa pernah merasa lelah. Dia tidak tahu apakah hari ini begitu cerah atau kah ada badai yang sedang terjadi. Matahari akan selalu pergi menyisakan kegelapan.

J kembali ke tempat itu, sebuah pantai yang selalu dikunjungi saat dia merasa sedih atau terluka. J hanya mampu memandang langit mendung tanpa ada cahaya jingga yang bisa dia lihat.

"Kau benar-benar mengutuk hidupku."

"Kenapa aku harus bertemu lagi dengan wanita kejam seperti dirimu- …."

"Mama …."

To be continue

Kehidupan J King akan segera terungkap sedikit demi sedikit ya ...

Jangan lupa untuk gabung di grup ku ...

See you next chap

I Love Uuu all 💕💕💕

Terpopuler

Comments

🌹Milea 🖤

🌹Milea 🖤

smoga juliet bisa smkin memahami dan mngerti j king

2020-09-16

0

Angely

Angely

mungkin J trauma dengan kisah mama nya... hingga dia jadi sosok pria dingan, ekspresi datar dan sedikit bicara? Julie... sabarlah... seiring berjalannya waktu J dan kamu pasti bisa berdamai☺

2020-09-10

0

Agus Maulia Hanafiah Lia

Agus Maulia Hanafiah Lia

eh semua nya.... masuk Grup chat yok... biar bisa saling sapa antar.... kita salam kenal 😍😍😍😍🙏🙏🙏🙏🙏

2020-04-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!