............ ...
Aora menarik Mirai keluar dari ruangan monitoring. Orang-orang yang ada di ruangan mulai heran dengan sikap dingin Mirai.
"Sebenarnya, apa yang tengah dipikirkan Mirai? " tanya Hanna dengan ekspresi cemas.
Tidak ada jawaban dari Nn. Shiyuu, ia juga terlihat bingung dengan apa yang di katakan Mirai barusan.
Bagaimana mungkin seorang tim medis mampu mengeluarkan kata-kata dingin di hadapan pasien yang kritis.
................. ...
Aora membawa Mirai ke tengah taman kecil, di samping gedung rumah sakit. Tangannya masih setia menggenggam tangan Mirai, menuntunya ke bawah pohon besar di dekat taman itu.
Langkah cepatnya mulai berhenti. Punggung Aora sempat berpacu, menandakan nafasnya tidak stabil. Perlahan ia mulai menarik nafas panjang dan mulai tenang.
"Sekarang, coba kau beritahu alasanmu kenapa kau tidak mau menolong gadis kecil itu? " tanya Aora sambil berbalik menghadap Mirai
Tangannya memegang bahu Mirai lembut. dengan tatapan penuh harap, Mirai memberikan penjelasan bagus tentang kondisi saat ini.
" Apa...... Gadis itu memang tidak bisa kau selamatkan? "tanyanya pelan, suaran beratnya mulai terdengar ririh.
Aora menatap Mirai dengan mata merah kecoklatannya lekat, sambil menunggu jawaban dari Mirai.
Mirai membalas tatapan Aora dengan pandangan dingin, mata seindah lafender itu seakan tidak ada emosi.
"Sudah aku katakan tadi, bukannya aku tidak bisa menolongnya dengan kenkou milikku. Aku hanya tidak mau menyelamatkannya" ucap Mirai Tegas
"Untuk apa aku menyelamatkan bocah, yang bahkan desanya sudah musnah itu? " jawab Mirai memalingkan wajahnya, ia seakan tidak perduli dengan ekspresi Aora.
Aora diam membeku, tangannnya yang sedaritadi memegang bahu kecil Mirai mulai terlepas. Mata coklat kemerahannya bergetar, seakan tidak percaya akan jawaban gadis di depannya itu.
Mirai pun berjalan meninggalkan Aora yang mematung.
"Jika kau menganggapku gadis baik hati dan hangat, kau salah besar! Aku bukan gadis seperti itu" pungkas Mirai
"Aa.... Satu lagi, janganlah kau menganggap persepsimu bahwa keadilan itu hanya bisa diberikan 'tangan' yang hangat. Bukan berarti, penderitaan yang kau alami adalah satu-satunya yang paling pahit di dunia ini.
Kau seharusnya tidak melihat dari sisi yang bercahaya saja, melainkan dari sisi gelapnya juga" pungkas Mirai sambil meneruskan langkahnya meninggalkan Aora
Aora hanya bisa membeku atas apa yang di ucapkan Mirai, ia merasa tidak mengenal sosok dihadapannya itu.
..........
Hari telah berganti. Mirai tengah mengunci pintu Apartemennya dan bersiap berangkat kerja. Ia melangkahkan kaki menuju tangga hendak turun ke bawah.
Tok.... Tok... Tok...
Terdengar langkah kaki pelan yang turun dari lantai atas, orang itu adalah Aora.
Tidak ada dapaan 'yo' khas Aora, atau omelan Mirai setiap bertemu Aora di pagi hari. Mereka hanya diam mematung tanpa bertegur sapa.
Mata seindah lafender bertemu dengan mata merah kecoklatan, sama-sama tanpa emosi dan dingin.
Aora pun mengalihlan pandangannya dari Mirai, ia tengah mengabaikan gadis yang berdiri di depannya. Ia pun melewati Mirai dan turun kebawah tanpa ada sepatah kata terucap.
Dingin......
Itulah yang terlihat dari Aora, sikap Manisnya seakan sirna dan diganti tatapan tajam dari matanya.
Jadi seperti ini sikap dingin Aora, begitu gelap?
.............. ...
Mirai datang ke rumah sakit seperti biasa. Keadaan salah satu ruangan di sana masih nampak sepi. Maklum.... Belum ada aktivitas berarti di jam 7 pagi. Hanya beberapa tim medis yang mulai bekerja.
Dari jauh, Hanna tengah membawa beberapa dokumen di depan Mirai. Tidak ada senyum ceria dan sikap lincah Hanna yang biasa ia tunjukkan ke Mirai, ia hanya menyapa Mirai dengan menundukkan kepala sedikit. Lalu meninggalkan Mirai sendiri.
Orang-orang membisikkan sesuatu, dan memandang Mirai penuh penghakiman. Rumor tentang seorang tim medis berhati dingin cepat menyebar di kalangan rumah sakit, tentu itu ditunjukkan ke Mirai.
T- tatapan dingin orang-orang itu seakan semuanya ditujukan padaku.....
Tubuh Mirai bergetar dan membeku, tatapan orang-orang seakan menghakimi keputusannya tengah ditujukan kepadanya. Ia pun berlari menjauhi orang-orang itu.
Brakkkkkkk..........
Suara Hanna membanting dokumen tepat dihadapan Shiyuu.
"Aku tidak habis pikir, masih ada orang dingin tidak berperasaan seperti Mirai. Aku sudah menganggap ia temanku sendiri, tapi apa-apaan sikap nya itu? Jika ia mampu menyembuhkan anak kecil itu, kenapa ia tidak melakukan apapun! " Protes Hanna
Shiyuu berdiri menghampiri Hanna yang tengah kesal, Ia menepuk pundak Hanna lembut.
"Terkadang apa yang di perlihatkan seseorang tidak mewakili diri sebenarnya orang itu. Hanya perasaan saling menegerti saja yang bisa melihat ke dalam jiwa seseorang. Jika kau menganggap Mirai teman, kau seharusnya dapat melihat ke dalam jiwanya." Pungkas Shiyuu sambil meninggalkan Hanna yang kebingungan.
.............. ...
Di atab rumah sakit yang luas, seorang gadis berambut panjang tengah duduk di salah satu bangku kayu. Pandangannya seakan kosong, hanya menatap langit biru di hadapannya.
"Mirai........ " sapa seseorang dari belakang sambil menepuk pundaknya lembut.
Mirai menoleh ke asal suara, sambil menatap orang yang memanggil namaya. Namun dalam sekejap ia membalikkan pandangannya, menatap kembali apa yang ada di depannya.
" Jika kau juga menganggap aku adalah orang yang dingin tidak berperasaan, tidak mau menolong nyawa seorang anak yang bahkan mampu aku tolong. Aku tidak akan menyalahkanmu.
Apapun yang orang pikirkan aku tidak peduli. Aku akan tetap pada pendirianku, tidak akan menyelamatkannya meski aku bisa" pungkas Mirai.
Shiyuu mulai duduk di samping Mirai, ia turut menatap Awan di hadapannya dan mulai memejamkan matanya.
"Benarkah? " ucap Shiyuu pelan
Angin berhembus pelan, membuat rambut kedua wanita cantik itu terhempas pelan.
"Aku tahu. Dibalik sikap dinginmu itu, kau diam-diam memperhatikan gadis kecil itu. Kemarin aku tidak sengaja melihatmu masuk ke ruang isolasi, aku juga melihatmu memegang tangan gadis itu dan menatapnya ririh" ungkap Shiyuu
"Itu tak seperti yang kau lihat! " Mirai memalingkan wajahnya dan menyangkal perkataan Shiyuu
"Kau tahu? Jika kau menyembunyikan perasaanmu di lubuk hati terdalammu kau justru merusak dirimu dari dalam.
Mirai cobalah kau berbaginya denganku, aku tidak akan memaksakan pendapatku padamu..... Entah kau akan menyelamatkannya atau tidak. Itu keputusan mu, aku hanya ingin menjadi pendengar untuk kisahmu" ucap Shiyuu lembut.
Mirai mulai menatap ke dua tangannya sambil mencoba menimbang tawaran Shiyuu. Menceritakan beban dihatinya tidaklah buruk
"Nn. Shiyuu, apa kau pernah mengalami keadaan dimana kau mampu menyelamatkan seseorang tapi kau justru tidak bisa berbuat banyak? " tanya Mirai sambil merunduk.
" Dibanding banyak orang yang aku selamatkan. Justru lebih banyak orang juga yang tidak bisa ku selamatkan dengan tangan dan kemampuanku ini! " mata Mirai mulai bergetar.
Shiyuu terdiam sejenak, menghela nafas pelan dan mulai bicara.
"Meski ingin, tidak semua hal di dunia ini yang kau bisa tanggung sendirian.
Itu juga berlaku dalam menyelamatkan nyawa pasien. Meski kau memiliki kemampuan medis terhebat pun, akan ada waktu dimana pasien meninggal tepat di depan matamu. Meski kau sudah mengeluarkan seluruh kekuatanmu" ucap Nn shiyuu
" Kau benar, tapi terkadang kau tidak dapat melihat wajah kesakitan dan penderitaan pasien yang tidak dapat kau tolong itu.
Hingga perasaan yang buruk tiba-tiba muncul dibenakmu. Perasaan dimana kau ingin sekali mengakhiri penderitaan mereka dengan tangan yang seharusnya memberikan kesembuhan padanya" ucap Mirai sambil mengepalkan kedua tangannya.
"Tanganku ini. Mungkin lebih banyak membunuh dari pada menyelamatkan orang-orang kesakitan itu. Meski secara langsung ataupun tidak" ucap Mirai
Shiyuu menoleh ke arah Mirai. Ia memperhatikan wajah cantik yang di penuhi kesedihan dan penyesalan dalam dirinya. Ia seakan melihat Jiwa Mirai begitu rapuh di balik penampilan dingin dan tangguhnya itu.
"Kau tidak sepenuhnya salah Mirai, jika ada yang ingin disalahkan. Kau bida menyalahkan dunia penuh pertikaian ini.
Peperangan yang mengatas namakan rakyat, tapi justru membunuh rakyat itu sendiri. Dunia dipenuhi dengan orang yang haus akan kekuatan sehingga banyak korban di pihak yang tidak berdaya menjadi korban" ucap Shiyuu mencoba menghibur.
Mirai mulai menunduk sedih
"Anak itu.......
Aku seakan dapat merasakan hal yang menimpanya di dalam diriku. Dia mungkin kehilangan orang tua, teman, dan bahkan orang-orang desanya.
Jika pun dia berhasil aku selamatkan, akankah dia dapat tersenyum kembali layaknya sedia kala? Setelah kehilangan orang-orang berharga baginya?
Mungkin ia akan menyesal, selamanya ia akan dihantui pikiran kenapa ia sendiri yang selamat. Ia mungkin akan mederita dan kesepian di dunia kejam penuh pertempuran ini" ucap Mirai ririh
Mirai mulai mengangkat wajahnya, kembali menatap langit biru di depannya itu.
"Oleh karena itu, dibandingkan aku menyelamatkan hidupnya dengan tangan yang hangat, dan membiarkannya menjalani kehidupan yang penuh kesepian dan berjuang keras sendirian.
Aku lebih memilih membunuhnya dengan tangan dinginku sendiri, meski secara tidak langsung"
"Kau tahu Mirai? Jika kau membunuhnya dengan tidak mengobatinya, bukankah itu berarti kau juga Merenggut masa depan anak itu?
Kau tidak mempercayainya? Percaya bahwa ia dapat melawan itu semua. Belum tentu masa depan anak itu sepenuhnya buruk. Aku tidak menyangkal jika kemungkinan dia akan menderita di dunia ini. Seperti gelapnya malam akan ada cahaya bulan dan bintang yang menemani.
Namun.....
Tidak ada yang pasti di dunia ini. Mungkin saja ia akan bertemu seseorang yang memberikan cahaya untuknya"
"Aku tidak mau anak itu menjalani jalan yang aku tempuh, yang penuh dengan kegelapan dan kesepian! " ucap Mirai
"Mirai, percayalah........
Anak itu bertahan dalam kondisi seperti itu, tentu ada tekat kuat dalam hidupnya., Kau hanya perlu memberikan kepercayaan akan masa depannya. Seperti arti namamu Mirai."
Mirai hanya bisa termenung, ia mengerti apa yang berusaha Nn. Shiyu katakan padanya. Ia juga mengetahui, bahwa ia tak pantas mengabaikan seorang pasien yang membutuhkan uluran tangannya. Terlepas apa yang mungkin terjadi di masa depan, yang menanti anak itu di jalan yang penuh kerikil.
Mungkin ia tidak mengingat sepenuhnya masa lalunya, namun ia dapat merasakan sekaligus bercermin di diri gadis kecil itu,
Mirai mengetahui bagaimana dunia kejam ini dapat mencabik-cabik gadis kecil sebatangkara dengan rasa kesendirian, tanpa ada orang terkasih yang menemani.
Nn. Shiyuu pun bangkit dari tempat duduknya. Ia menepuk bahu Mirai.
"Apapun keputusan yang kau perbuat, aku tidak akan menyalahkanmu. Nasib anak itu sepenuhnya ada di tanganmu.
Apapun keputisanmu, aku berharap kau tidak pernah menyesali jalan apa yang sudah kau pilih.....
Entah itu, membantu anak itu keluar dari rasa sakit dan kesepian yang ia terima atau masa depan yang kau percayakan padanya. "
Ia pun meninggalkan Mirai sendiri dan berjalan menuju pintu keluar
Mirai tampak bimbang sambil mengigit bibir bawahnya. Tangannya yang dingin mulai gemetar.
Tes..... Tes... Tes...
Butiran kristal putih membasahi tangannya, dalam diam ia menangis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 226 Episodes
Comments
Sikilman
langsung labil setelah diberikan wejangan. 😛😛😛
2022-02-06
1
Daratullaila🍒
Hai author aku mampir lagi membawa like, semangat up nya💪
Jangan lupa baca episode baru CIC
Salam dari Calon Istri Ceo☺💖
2020-12-20
1