Hari itu Vero bersikap berbeda dari hari biasanya. Ia bersikap baik dan lembut pada suaminya. Ateng pun mulai merasa bahagia akan perubahan drastis sikap istrinya itu yang biasanya temperamental. Hingga pada suatu malam tepatnya ketika makan malam, Vero tiba-tiba mengutarakan persoalannya.
"Pi ... akhir-akhir ini Mami agak takut, lho!" ujarnya membuat Ateng sedikit kaget.
"Takut kenapa, Mi?" tanyanya dengan rasa penasaran.
"Semenjak Satpam kita berhenti, Mami sering kebayang peristiwa ular kemarin," jawab Vero.
"Maksud Mami?" tanya Ateng dengan rasa penasaran.
"Iya, untunglah pada waktu itu ada Pak Anwar yang nolongin Mami. Coba kalau seandainya waktu itu Pak Anwar nggak ada ... entah apa yang akan terjadi sama Mami. Iiihhh ... Serem!" ujarnya sambil membayangkan hal-hal aneh.
"Iya, gimana, ya? Kalau untuk mendapatkan seorang satpam terpercaya, sepertinya akan membutuhkan waktu yang agak lama. Kita tidak mungkin asal terima orang untuk menjadi satpam di rumah kita," ujar Ateng tampak berpikir.
Tiba-tiba mereka berdua pun terdiam sejenak mencari solusi untuk mendapatkan satpam baru yang terpercaya dalam waktu yang singkat.
"Mami ada kenalan yang bisa jadi Satpam, nggak? Bisa teman atau kerabat jauh," tanya Ateng sambil menikmati makanan.
"Ehmm ... kayaknya nggak ada deh, Pi. Teman-teman Mami semuanya orang-orang berkelas, nggak ada orang miskin," jawabnya.
Selang beberapa menit kemudian Vero memberikan sebuah ide.
"Pi, bagaimana kalau Pak Anwar kita suruh tinggal disini? Diakan teman dekatnya Papi," ujar Vero memberi saran.
"Iya juga sih. Tapi, saya tanya aja dulu Pak Anwar nya, soalnya diakan sibuk," sahut Ateng sambil terbayang bisa setiap hari bertemu dengan Anwar di malam hari.
"Iya, Papi tanya aja dulu! Siapa tahu dianya bersedia, soalnya Mami trauma kalau lagi sendirian di rumah. Nggak ada cowok yang jagain rumah, serasa ada aja perampok yang hendak masuk," ujar Vero menakut-nakuti Ateng.
Setelah itu mereka pun melanjutkan makan malamnya.
Keesokan harinya Anwar datang agak telat. Ia masuk ke kantornya dan memeriksa pembukuan. Tak berapa lama kemudian tiba-tiba karyawannya datang.
"Tok tok tok."
"Iya silahkan masuk!" sahutnya.
Karyawannya itu pun masuk ke dalam kantor.
"Pak, tadi sejam yang lalu ada seorang ibu-ibu cantik menunggu Bapak, dia bilang namanya Bu Sheila" ujar karyawannya itu.
"Dimana dia sekarang?" tanya Anwar.
"Dia sudah pergi. Mungkin dia merasa bosan menunggu Bapak tak kunjung datang" jawab karyawannya itu.
"Ooo, biarin aja!" sahut Anwar.
"Siapa lagi itu, Bu Sheila?" bisik Anwar dalam benaknya.
Restorannya pun mulai tampak dipenuhi dengan pembeli, ada yang makan di sana, dan ada juga yang dikemas untuk di bawa pulang. Bahkan, pesanan secara online pun cukup banyak.
Kesibukan membuat waktu berjalan begitu cepat. Tak terasa, jam pun menunjukkan pukul lima sore. Tiba-tiba Ateng datang ke kantornya. Melihat Ateng datang, Anwar pun menyambutnya dengan ramah. Ia kemudian mengajak Ateng duduk di atas sofa. Ketika mereka hendak memulai pembicaraan, tiba-tiba karyawannya yang lain datang ke kantornya.
"Tok tok tok."
"Iya, silahkan masuk!" ujar Anwar.
"Pak Anwar ... ada seorang wanita yang mencari Bapak di luar," ujar karyawannya.
Anwar berdiri kemudian melihat dari balik kaca kantornya. Dan ternyata wanita itu tiada lain adalah Rina.
"Bilang sama dia! saya sudah pulang satu jam yang lalu," sahut Anwar kepada karyawannya itu.
Karyawannya itu pun pergi keluar menemui Rina. Ia memberitahu kepada Rina sesuai dengan apa yang telah dikatakan oleh Anwar padanya. Mendengar ucapan karyawannya itu, Rina pergi keluar meninggalkan restoran dengan wajah cemberut. Anwar terus memandangi Rina hingga ia benar-benar telah menghilang dari pandangannya.
Setelah memastikan Rina telah pergi, Anwar kembali melanjutkan obrolan dengan Ateng yang sempat terputus.
Dari pembicaraan mereka, ternyata Ateng memintanya untuk pindah ke rumahnya atas permintaan istrinya sendiri. Disamping itu, ia juga merasa rindu dengan Anwar karena berbeda tempat mengakibatkan mereka berdua jarang bisa bertemu. Kemudian Ateng menceritakan kekhawatirannya mengenai istrinya itu, karena satpam di rumahnya telah berhenti seminggu yang lalu.
Ateng lalu memohon agar Anwar bisa tinggal di rumahnya. Sedangkan untuk urusan restorannya itu Anwar bisa menyerahkan kepada supervisor restoran, serta memantau restorannya bila ada waktu senggang di siang hari. Karena merasa Ateng telah berjasa padanya, akhirnya ia memperkenankan permintaan Ateng untuk tinggal bersama di rumahnya.
Setelah selesai berbincang, tak terasa hari pun mulai gelap. Anwar bersiap-siap mengemasi barang-barangnya dibantu oleh Ateng. Kemudian mereka pun memasukkan barang-barang itu bersama-sama ke dalam mobil. Setelah selesai, mereka berdua masuk ke dalam mobil lalu berangkat menuju rumahnya Ateng.
Diperjalanan, Anwar lah yang mengemudikan mobil. Disaat ia mengendarai mobil, tiba-tiba Ateng bersandar di bahunya sembari mengutarakan kerinduannya kepada Anwar. Ia pun membiarkan Ateng bersandar di bahunya sambil mengobrol. Hingga tak terasa, akhirnya mereka berdua tiba di rumah mewah milik Ateng. Mobil itu masuk ke halaman rumah dan parkir di sana. Anwar dan Ateng keluar dari mobil dan berjalan menuju pintu rumah.
Waktu itu Vero sedang mempersiapkan kamar untuk Anwar. Sesekali ia teringat dirinya ketika sedang di pijat oleh Anwar. Sedang asyik-asyiknya ia berkhayal sambil merapikan kamar, tiba-tiba bel rumah berbunyi.
"Ting tong."
Vero tersentak dari khayalan indahnya itu. Ia menjadi deg-degan dan tak percaya diri bahwa sebentar lagi ia akan bertemu dengan Anwar. Ia pun menarik nafas dalam-dalam kemudian menghembuskannya. Setelah itu Vero berjalan mendekati cermin, kemudian menatap dirinya di depan cermin.
"Kenapa aku merasa tidak percaya diri? Aku cantik, postur tubuhku pun tampak ideal," ujarnya lirih.
Vero memberanikan diri berjalan menuju pintu rumah.
Setibanya di depan pintu rumah, ia kemudian membuka pintu dan tampak Ateng berdiri bersama Anwar dibelakangnya. Anwar saat itu tampak begitu gagah dengan kemeja formal berwarna biru yang ia kenakan. Ia pun tersenyum menatap Vero. Melihat senyumannya Anwar, Vero menjadi grogi. Ia berusaha mengendalikan pikirannya agar tidak terlihat kaku. Vero lalu mempersilahkan mereka berdua untuk masuk.
"Mi, tolong antarin Pak Anwar ke kamarnya!" ujar Ateng.
"Ayo Mas, silahkan istirahat ke kamar!" sahut Vero mengajak Anwar dengan ramah.
Anwar berjalan mengikuti Vero dari belakang. Tak berapa lama kemudian mereka pun tiba di kamar. Vero langsung membuka pintu kamarnya. Tampak kamar yang akan Anwar tempati begitu indah dengan hiasan dinding yang unik. Vero memperhatikan Anwar yang terkesima dengan kamar yang akan ia tempati itu.
"Kalau begitu saya tinggal dulu, ya. Selamat beristirahat!" ujar Vero.
Ia kemudian meninggalkan Anwar yang tampak kelelahan. Anwar mengeluarkan pakaian dari dalam travel bag lalu memasukkannya ke dalam lemari. Setelah itu, ia duduk di atas kasur yang empuk dan mahal. Anwar kemudian merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur sambil memandangi kamarnya yang terlihat begitu indah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments