Hari itu Ateng mencurahkan segala isi hatinya mengenai wajah kakaknya yang meninggal memiliki kemiripan dengan wajah Anwar. Karena rasa rindu dan sayangnya kepada mendiang kakaknya itu, ia pun menganggap Anwar adalah kakak kandungnya yang telah hidup kembali tepat di hari pertama kali mereka bertemu.
Mendengar pengakuan dari Ateng, Anwar pun mulai mengerti maksud ucapannya dan berusaha untuk memahaminya.
"Oh, Nggak apa-apa, Pak. Rasa sayang itu adalah karunia dari Tuhan. Saya nggak akan marah, kok! Tapi, untuk sekarang kita jalani saja dulu hubungan kita ini sebagai teman, yah," sahut Anwar sambil tersenyum.
"Berarti, Bapak sama sekali nggak marah dengan pengakuan saya?" tanya Ateng penasaran.
"Kenapa saya harus marah? Bapak sudah banyak membantu saya," jawabnya sambil tersenyum.
"Pak Anwar, boleh nggak saya minta satu permintaan saja?" pintanya.
"Iya. Katakan saja, jangan sungkan-sungkan!" ucap Anwar.
"Bolehkah, saya memeluk Bapak sekali saja?" tanya Ateng sembari berharap keinginannya di penuhi.
Anwar pun mengedipkan matanya pertanda boleh. Ateng tampak gembira, ia mendekati Anwar kemudian memeluknya dengan erat. Anwar merasakan perasaan aneh saat dipeluk oleh Ateng. Tapi bagaimana lagi, Anwar merasa berhutang budi dengan Ateng yang telah banyak membantunya. Dan ia tidak bisa memberikan apa-apa kepadanya, kecuali memperkenankan keinginan Ateng untuk memeluk dirinya.
Setelah itu mereka berdua berbaring di tempat tidur. Mereka pun berbincang-bincang mengenai masalah pribadi. Ateng menceritakan kalau pernikahan dirinya dengan istrinya hanyalah korban dari perjodohan orang tua. Istrinya sama sekali tidak mencintainya, dan ia tidak pernah bisa memberikan kebahagiaan kepada istrinya.
Mereka berdua tampak asyik mengobrol sambil tiduran. Hingga tak terasa Anwar mengantuk dan tak menunggu waktu lama ia pun tertidur lelap. Menyadari Anwar telah tertidur, Ateng memejamkan kedua matanya, hingga akhirnya ia pun ikut tertidur.
*********
Keesokan harinya, Anwar terjaga dari tidurnya yang kesiangan. Ia menoleh ke sebelah dan ternyata Ateng telah berangkat kerja.
"Mungkin, Ateng nggak sampai hati membangunkan diriku yang tertidur pulas," bisik Anwar dalam benaknya.
Anwar pergi ke kamar mandi. Setelah selesai mandi ia menoleh ke meja. Tampak ponsel Ateng tertinggal di atas meja.
"Pak Ateng terburu-buru berangkat rapat sampai ponselnya pun tertinggal," ujarnya lirih.
"Sebaiknya aku antar saja ke rumahnya, siapa tahu ia mengira ponselnya tertinggal di rumah," pikirnya.
Setelah itu Anwar pergi menuju rumah Ateng dengan menggunakan kendaraan umum.
Setibanya di rumah Ateng, ia pun menekan bel yang berada di dekat pintu.
"Ting tong."
Anwar menunggu seseorang membuka pintu, namun tak seorang pun yang datang membuka pintu untuknya.
"Kenapa tidak ada yang membuka pintu? Apa di rumah sedang tidak ada orang?" bisik nya.
"Tidak mungkin rumah sebesar ini tidak ada pembantu sama sekali."
Anwar kembali menekan tombol bel.
"Ting tong."
Beberapa saat kemudian seseorang pun datang membuka pintu rumah. Tampak seorang wanita cantik berdiri di depan pintu. Seketika Anwar teringat dengan lukisan wanita cantik yang ia lihat sewaktu bersama Ateng.
"Wanita ini pasti istrinya Pak Ateng." ucap nya dalam hati.
Ternyata wanita itu tiada lain tiada bukan adalah istrinya Ateng yaitu Veronika.
"Ada perlu apa, ya?" tanya Vero kepada Anwar.
"Bapak Ateng nya ada? ini ponsel miliknya tertinggal ditempat kerja," ujar Anwar.
"Oh, kamu Pak Anwar, teman kerjanya itu?" tanyanya.
"Iya!" jawab Anwar.
Anwar memberikan ponsel itu kemudian Vero pun menerimanya.
"Kalau begitu saya pamit dulu," ujar Anwar sambil melempar senyuman kepada Vero.
Ia pun pergi melangkahkan kaki meninggalkan Vero. Namun, baru beberapa langkah dari rumah tiba-tiba ...
"Tolooong ...!"
Mendengar teriakan itu, Anwar terkejut dan langsung berlari kembali masuk ke dalam rumah. Anwar pun kaget mendapati Vero terjatuh kesakitan dilantai.
"Ada apa, Bu?" tanya Anwar dengan cemas.
"Itu u--u--ulaarr!" ujar Vero terbata-bata sambil menunjuk ke arah karpet.
Anwar bergegas mendekati karpet. Di sana tampak seekor ular tanah berukuran besar dan panjang sedang bersembunyi di balik vas bunga. Anwar dengan sigap mengangkat vas bunga itu kemudian melipat karpet itu berkali-kali hingga menjadi bagian kecil. Setelah itu, ia pun membawanya berlari kemudian melemparnya ke luar rumah. Ular tanah itu akhirnya keluar lalu menjalar menuju semak-semak dan menghilang.
Setelah ular pergi, Anwar kembali dengan membawa karpet itu. Ia bergegas menemui Vero ingin melihat keadaannya. Waktu itu tampak Vero terduduk dilantai mengerang kesakitan.
"Ibu kena gigit?" tanyanya bersimpati.
"Nggak! Kaki saya terkilir karena terjatuh, kaget melihat ular tadi," jawab Vero sambil mengurut kakinya.
Vero berusaha berdiri namun ia terlihat begitu kesulitan.
"Sini, biar saya bantu," ujar Anwar sembari merangkul Vero.
Vero berjalan sambil tangannya bergantung di bahu Anwar. Mereka berdua berjalan hingga akhirnya mereka pun tiba di kamar. Sesampai di kamar, Anwar membantu Vero berbaring di atas kasur.
"Ada minyak urut, Bu?" tanyanya.
"Ada, itu di atas meja!" Tunjuk nya ke arah meja.
Anwar kemudian mengambil minyak urut yang terletak di atas meja, kemudian menyentuh pergelangan kaki Vero yang terkilir. Ia memijatnya dengan lembut, setelah itu memutar kalinya yang terkilir ke arah berlawanan.
"Aaaaaaa!" jerit Vero.
"Bagaimana, Bu? Udah baikan?" tanya Anwar penasaran.
Vero kemudian menggerak-gerakkan pergelangan kakinya dan ....
"Iya, udah baikan," jawabnya tampak gembira.
Setelah itu, Anwar menekan betis Vero.
"Kalau yang ini, terasa sakit juga?"
"Iya, agak sakit," jawab Vero.
Anwar kemudian memijat-mijat betis Vero yang sakit sambil sesekali mengobrol. Sedangkan Vero tampak memperhatikan wajah Anwar. Vero merasa nyaman dengan pijatan Anwar, ia pun tampak mulai tertarik dengannya.
Sedang asyik-asyiknya mereka berdua mengobrol, tiba-tiba terdengar suara bel rumah.
"Ting tong."
Mereka berdua tersentak kaget mendengar suara bel menandakan seseorang telah datang. Mereka berjalan menuju ruang tamu. Vero kemudian membuka pintu rumahnya, tampak dua orang wanita seusianya berdiri di depan pintu.
"Bu Rina, Bu Sarla, ayo silahkan masuk!" ujar Vero.
Ia pun mengajak temannya itu masuk berpura-pura ramah, padahal dalam hatinya merasa jengkel dan kesal karena perbincangannya dengan Anwar telah diganggu. Dua orang temannya itu melirik Anwar yang berdiri di belakang Vero. Mereka masuk dan duduk di sofa sambil sesekali melirik Anwar.
"Bu Vero, saya pamit dulu. Masih banyak pekerjaan yang belum selesai," ucap Anwar.
"Terima kasih atas Ponselnya," jawab Vero.
Anwar pergi keluar meninggalkan para wanita paruh baya itu.
"Mbak Vero, itu mas ganteng yang tadi, siapa ya?" tanya Sarla.
"Oh, itu teman kerja suamiku. Tadi ponsel suamiku ketinggalan, jadi dia antar ke sini," sahut Vero.
"Kerjaannya apa, ya?" tanya Rina.
"Anu ... dia pemilik sebuah restoran ternama di mall," jawab Vero
"Dia sudah punya istri?" tanya Rina penasaran
"Nggak, dia nggak punya istri," jawab Vero.
Vero mulai merasa risih di tanya-tanyai masalah pribadi Anwar, padahal ia sama sekali belum kenal betul dengan Anwar kecuali melalui Ateng. Dua orang wanita itu tersenyum saling melirik satu sama lain seperti merasa senang. Vero kemudian mengalihkan obrolan mereka ke topik pembicaraan yang lain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
NurHafni
Ih Janda kok nyosorin laki2 duluan.
2021-02-08
0