Mereka berdua masuk ke dalam rumah. Anwar duduk di sofa mewah sedangkan Ateng pergi mengambil minuman hangat. Anwar menoleh ke sekeliling ruangan tamu yang terisi dengan perabot-perabot dan lukisan yang indah. Tiba-tiba matanya tertuju ke sebuah lukisan seorang wanita yang ada di dinding.
"Siapakah wanita yang ada dalam lukisan ini?" ucap Anwar dalam hatinya.
Tak berapa lama kemudian Ateng datang membawa minuman hangat untuknya. Anwar mengalihkan pandangannya menuju Ateng.
"Tidak perlu repot-repot, Pak," ujar Anwar.
"Nggak apa-apa. Silahkan diminum!"
Anwar lalu meminumnya, sedangkan Ateng memandangi pakaiannya yang basah karena terkena percikan air hujan.
"Baju Bapak basah, sebaiknya di ganti saja," ujarnya sembari pergi menuju kamar.
Tak berapa lama kemudian Ateng kembali membawa baju sweater miliknya.
"Tidak perlu repot-repot, Pak!"
"Tidak apa-apa! Ini, ganti bajunya! Ntar panuan, lho," ucapnya sambil mengulurkan baju sweater.
Anwar merasa tidak enak dengan perlakuan khusus Ateng padanya, padahal mereka baru berkenalan kemarin. Namun, Ateng memperlakukannya seolah-olah ia sudah seperti teman lama. Anwar menerima baju sweater itu kemudian ia pun mengenakannya.
Setelah selesai berpakaian, mereka kembali berbincang-bincang sembari menunggu hujan berhenti. Dari situlah mereka saling kenal satu sama lain. Istri Ateng ternyata juga keturunan etnis Tionghoa. Istrinya memiliki sifat temperamental, itulah sebabnya ia jarang berbicara dengannya. Setiap diajak mengobrol, pasti berakhir dengan pertengkaran dan itu terjadi berulang-ulang. Ia menikahi istrinya karena di jodohkan oleh orang tua demi memperkuat posisinya di perusahaan.
Setelah itu, mereka berdua beralih membicarakan hal yang lain.
"Pak Anwar, belum kepikiran untuk buka sebuah restoran?"
"Kepikiran, sih! Bahkan, cita-cita saya kalau modal udah cukup akan buka kedai kecil dulu di pasar."
"Bagaimana kalau buka restoran besar saja?" tanya Ateng membuatnya sedikit kaget.
"Buka restoran besar! Itu butuh modal besar, Pak. Sewa tanah, biaya membangun," jawab Anwar.
"Bapak nggak perlu khawatir! Urusan restoran biar saya yang urus. Bapak cukup menjalankannya saja, juga tambah menu-menu yang lain biar terlihat lebih rame. Nanti keuntungannya baru kita bagi sama rata," tuturnya.
"Baiklah! Bapak tentukan saja harinya kapan bisnis itu dimulai. Saya hanya bisa berterimakasih atas semua kebaikan Bapak," ujar Anwar tampak begitu bahagia.
Tak terasa hujan pun berhenti. Anwar lalu pamit pergi meninggalkan rumah Ateng.
************
Malam itu Anwar sedang beristirahat di kosannya. Ia berbaring sembari mengingat tawaran yang telah diberikan oleh Ateng padanya mengenai bisnis restoran itu. Ia sempat berpikir kenapa Ateng begitu baik padanya padahal ia baru saja kenal dua hari yang lalu. Namun, Ateng memperlakukannya seolah-olah ia sudah seperti teman lama. Bahkan Ateng sampai mau mengucurkan dana besar membangun sebuah restoran untuknya.
"Kenapa Pak Ateng begitu baik padaku? Ada apa sebenarnya?" ucapnya menerawang.
Anwar merasa sikap Ateng terlalu berlebihan dan agak misterius. Tapi, beberapa menit kemudian Anwar meyakinkan dirinya sendiri untuk tetap berprasangka baik pada Ateng.
"Mungkin Pak Ateng merasa kasihan mendengar kisah masa laluku yang telah ditinggal oleh istri karena istriku tak sanggup hidup dalam kemiskinan," ujarnya lirih.
Anwar lalu memejamkan kedua matanya. hendak tidur. Malam ini ia tidur lebih awal dari malam sebelumnya sebab besok ia harus segera pergi melihat restoran barunya bersama Ateng.
*********
Keesokan harinya Anwar bersiap-siap hendak pergi ke rumah Ateng. Di saat ia sedang menyetrika pakaiannya, tiba-tiba ponselnya berdering.
"Kriiiiiiiiiiiiiiiing!"
Ia pun melihat nama yang tertera di layar ponselnya dan sesuai dugaannya ternyata Ateng lah orang yang sedang menghubunginya.
"Ya ampun! Cepat sekali Pak Ateng menghubungiku," ujarnya lirih sembari mengangkat panggilan itu.
"Halo, Pak Anwar." sapa Ateng.
"Iya, Pak. Ada apa?" jawabnya.
"Ada dimana rumah kontrakannya Bapak? Saya sekarang lagi di tepi jalan." ujarnya.
"Oh, iya. Tunggu, saya akan segera keluar!" sahut Anwar bergegas.
Anwar menyudahi menyetrika pakaiannya. Ia bergegas mengenakan pakaian kemudian keluar dari rumah. Tampak mobil mewah di tepi jalan tak jauh dari rumah kontrakannya. Di dalam mobil sudah ada Ateng yang sedang menantinya.
Melihat Anwar yang berdiri di depan pintu, Ateng pun menjalankan mobilnya bergerak memasuki halaman rumah Anwar.
"Pak Anwar ... ayo masuk! Kita akan segera berangkat," panggil Ateng sembari melambaikan tangan kanannya mengajak masuk.
Anwar lalu masuk ke dalam mobil mewah itu. Ia pun duduk di samping Ateng kemudian mengemudikan mobil.
Di dalam mobil mereka berbincang-bincang sambil menuju restoran baru milik Anwar. Setelah mereka tiba di restoran, mereka pun keluar dari dalam mobil. Tampak sebuah restoran mewah bertingkat yang akan di tempati Anwar tertulis di atasnya Restoran Anwar. Anwar terlihat begitu bahagia saat menyaksikannya.
"Terima kasih, Pak! Sekali lagi, terima kasih!" ucapnya sambil menyalami kedua tangan Ateng.
"Mulai besok Bapak tinggal di restoran ini saja!" pintanya.
Kemudian Ateng memeluk Anwar yang tampak begitu bahagia.
"Nggak apa-apa! Semua ini kelak akan menjadi miliknya Bapak. Pak Anwar cukup menjalaninya saja dengan tekun," ujar Ateng sambil mengusap-usap punggungnya.
Setelah puas berpelukan mereka pun lalu masuk ke dalam restoran itu. Ateng kemudian menjelaskan setiap ruangan beserta fungsinya. Di dalam restoran itu juga terdapat beberapa kamar yang luas beserta tempat tidur yang besar dan sebuah lemari. Di restoran itu juga tersedia dapur yang lengkap disertai dengan peralatan memasaknya. Ateng pun tiba-tiba memikirkan sesuatu.
"Pak Anwar, sepertinya Bapak butuh karyawan, deh. Kira-kira berapa orang karyawan yang Bapak butuhkan?" tanyanya.
"Terserah Pak Ateng saja!"
"Dua puluh. Cukup mungkin, ya," tebak Ateng.
"Iya itu udah cukup. Tapi ... gimana gaji karyawannya?" tanya Anwar bingung.
"Masalah gaji karyawan Pak Anwar nggak usah pikirin. Pak Anwar cukup fokus membuat bakso dan menambah menu makanan lainnya."
"Terima kasih, Pak Ateng! Mudah-mudahan Tuhan akan membalas semua kebaikannya Bapak," ujarnya.
lalu Ateng mengajak Anwar berkeliling kota, hingga tak terasa hari pun telah menjelang malam. Ateng mengajak Anwar menginap di hotel karena tubuhnya kelelahan dan tak sanggup mengemudi lagi. Anwar pun mengiyakan permintaan Ateng karena segan dengan Ateng yang terlalu baik padanya. Mereka menuju sebuah hotel bintang lima untuk menginap disana.
Setibanya di sana, Mereka memesan sebuah kamar dan menginap disana. Pegawai hotel itu memberikan kunci kamar kepada mereka. Mereka lalu di antar oleh salah satu karyawan hotel, hingga akhirnya mereka tiba di kamar. Ateng membuka pintu kamar. Tampak kamar hotel yang luas dengan tempat tidurnya yang mewah.
Anwar duduk di kasur empuk sambil memandangi perabotan di sekelilingnya dengan perasaan bahagia, karena selama ini ia hanya tidur di kasur santai tipis di kontrakannya. Ateng lalu duduk di sebelahnya sembari menatap wajah Anwar yang tampak bahagia. Sedang asyik-asyiknya Anwar memperhatikan di sekelilingnya, tiba-tiba ia sadar kalau Ateng sedang menatap wajahnya dari tadi dengan tatapan misterius.
"Apa ada yang salah, Pak?" tanya Anwar dengan perasaan grogi.
"Nggak ada apa-apa. Saya hanya senang saja lihat Pak Anwar bahagia," sahutnya.
"Ini. Minum bareng, yuk! Untuk meresmikan hubungan kita," sahut Ateng sambil menuangkan minuman kedalam gelas dan mengulurkannya kepada Anwar.
Anwar mulai bingung dengan apa yang di ucapkan Ateng.
"Hubungan apa yang Pak Ateng maksud?" ujarnya penuh tanda tanya.
"Menurut Pak Anwar hubungan apa lagi?" jawabnya.
"Pasti hubungan pertemanan," bisik Anwar dalam hatinya.
Anwar pun menerima gelas yang berisi minuman itu dan meminumnya. Mereka sama-sama meminumnya sambil tos (mengadukan ke dua gelas).
Selang tak berapa lama, Anwar mengganti pakaiannya dengan baju tidur. Sedang Ateng pergi membuka lemari dan mengganti pakaiannya dengan baju tidur. Setelah itu, mereka duduk di atas kasur. Sesaat Ateng terlihat ingin mengatakan sesuatu.
"Ada apa lagi, Pak? Bapak Ateng mau bilang apa?" tanya Anwar keheranan.
"Pak Anwar. Sebelumnya, saya ingin mengatakan sesuatu. Tapi saya takut Bapak akan menjauhi saya setelah mendengar pengakuan ini," ucapnya dengan terbata-bata.
Anwar mulai penasaran, dengan apa yang ingin dikatakan oleh Ateng.
"Nggak apa-apa, Pak. Katakan saja! Saya janji tidak akan marah dengan apa yang akan Bapak katakan." ucap Anwar.
"Pak Anwar, sebenarnya ... sebenarnya ...,"
Tiba-tiba Ateng berhenti berbicara seolah-olah mulutnya sedang terkunci.
"Sebenarnya apa, Pak? Katakan saja! Saya janji saya tidak akan marah," ucap Anwar kembali meyakinkannya.
"Sebenarnya wajah bapak mirip sekali dengan dengan kakak kandung saya yang telah meninggal lima tahun yang lalu," ucapnya lirih membuat Anwar menjadi bingung.
"Maksud, Bapak?" tanya Anwar kembali.
"Sebenarnya ... saya sudah menganggap Bapak sebagai kakak saya semenjak kita pertama kali bertemu. Namun, saya tidak berani menceritakannya karena takut Bapak marah kemudian meninggalkan saya untuk selamanya," ucapnya dengan suara terbata-bata.
Ateng lalu mengambil dompetnya kemudian mengeluarkan secarik photo dirinya bersama almarhum kakaknya.
"Ini Pak! Pria yang di sebelahnya itu adalah almarhum kakak saya yang telah lama meninggal dunia," ucap Ateng mengulurkan gambar itu kepada Anwar.
Anwar menerima gambar itu kemudian memperhatikan wajah pria yang ada didalamnya. Wajah pria itu terlihat begitu mirip dengannya hanya cara berpakaian nya saja yang berbeda.
"Wajah orang ini benar-benar mirip dengan wajahku," bisik Anwar dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Yazka al ghifary
lanjutt
2020-12-12
0