...~Dayshi POV~...
‘Hoam’ kuterbangun dari tidurku yang begitu nyenyak ini. Semalam aku tertidur sebab mendengarkan cerita Raisa yang bagaikan cerita ibuku di kala dulu aku sedang ingin tidur.
Hutan yang menyedihkan. Walau pagi hutan ini tetap gelap, suara serangga kecil pun tidak terdengar apalagi suara kicauan burung. Aku berdiri dari tempatku duduk.
Cahaya lentera masih belum padam. Aku meregangkan badanku seperti pemanasan sebelum olahraga. Lalu kulihatlah Raisa yang masih tertidur dengan nyenyak di bawah pohon lain.
Rambut hitam kecoklatannya yang pendek sampai di leher, pipi yang begitu kembem seperti anak-anak, mukanya pun begitu imut saat tertidur.
Aku begitu gemas melihatnya dan tanpa sadar aku bergerak mendekatinya kemudian jongkok lalu tanganku mengelus kepalanya. “Dia ini benar-benar lucu,” ucapku tanpa sadar dan tersenyum tipis melihat Raisa.
Plak
“Hm, apa-apain sih kamu ini. Dasar gak sopan!” Raisa menepis tanganku dan bangkit mengomeliku dengan pipinya yang merah merona.
“Hehehe, galak amat sih. Tadi aku bangun lalu liat bunga kecil nan bercahaya di tengah hutan yang gelap ini.” Aku kembali berdiri.
“Idih, sejak kapan kamu bisa muji orang hah. Dasar gak tahu malu,” Raisa melipat tangannya dan mengembungkan pipinya kesal.
“Idiih, emangnya aku lagi muji kamu apa?” balasku tak mau kalah bersilat lidah dengannya.
“Terus mana bunganya yang kamu bilang itu?”
“Ada kok, nih lagi di depanku.” Aku menatapnya dengan senyum tipis.
“Apa! Tuh kan! ” Seketika Raisa menatapku dengan tatapan seperti hewan buas yang kelaparan. Karena takut Raisa ngomel panjang lebar aku pun langsung mengalihkan pembicaraan yang lain.
“Oke oke, sorry deh. Jadi gimana caranya kita keluar, Sa? Hutannya aja gelap gini.”
“Mudah saja, kan ada itu.” Raisa menunjuk sebuah lentera yang berada di dahan pohon tepat di atas kepalaku. Aku mendongak ke atas dan mengambil lentera itu.
“Benaran nih, hanya sebatas lentera doang. Terus gimana cari jalan keluarnya? Belum lagi kalau lenteranya kehabisan bahan bakar, gimana coba?”
“Kamu ini, sekali-sekali gunakan otakmu untuk berpikir dong! Asalkan ada cahaya, Raisa pastikan kita dapat keluar dari sini,” ucap Raisa yang kemudian mengambil lenteranya dari tanganku.
“Pokoknya kamu ikuti saja Raisa. Tapi pertama-tama Raisa mau mencari tanaman untuk bahan ramuan, sekaligus nanti kita cari jalan keluar dari sini,” lanjut Raisa mengambil beberapa arang bekas kayu bakar dan berjalan pergi meninggalkan tempat ini, begitu pula denganku yang ikut di belakangnya.
“Oke lah kalau begitu. Tapi kamu ini, cari bahan apa lagi sih?” tanyaku sambil berjalan mengikuti langkah kecilnya dari belakang.
“Dasar cerewet! Kamu ini yah, jadi laki kok kepoan amat sih. Pokoknya gak usah resek dan ikutan apa yang Raisa bilang. Kalau kamu gak mau, Raisa bakal ninggalin kamu,” cetus Raisa yang mulai ngambek lagi.
“dasar ambekan,” batinku dalam hati dan tertawa kecil sebab melihat Raisa yang ngambek begitu lucu.
Raisa mengambil beberapa daun dan memasukkannya ke dalam plastik yang sudah ia sediakan dari awal.
“Itu bahan-bahan yang kamu maksud, Sa. Untuk buat ramuan? Perasaan itu daun biasa aja?” tanyaku penasaran.
“Memang! Ini cuman daun biasa aja, tapi daun ini bermanfaat untukku biar gak dehidrasi.” Raisa masih sibuk memetik daun muda yang ada di hadapannya.
Aku memegang lentera yang Raisa serahkan agar aku dapat menerangi daun yang ia petik.
“Dehidrasi? Bukannya kalau dehidrasi minum air yah? Lagian kan di dunia ini gak bakalan ngerasain lapar sama haus kan?” tanyaku yang masih penasaran.
“Itu sih kamu, kita ini berada di dunia yang sama tapi beda tantangan. Walaupun begitu, mungkin peraturannya juga sedikit berbeda denganku.
"Terus aku ngumpulin daun ini di kantong plastik dan mengikatnya dengan kuat untuk mendapatkan air. Soalnya daun juga dapat berkeringat dan mengeluarkan air.” Raisa mengambil lenteranya kembali.
Ia kemudian berjalan perlahan sambil merendahkan lenteranya untuk melihat keadaan tanah di sekitarnya.
“Kamu lihat ini, tanah di sini agak lembab. Mungkin di sekitar sini terdapat sungai.”
“Pengetahuan kamu luas yah,” kataku kagum terhadap Raisa. Walaupun dalam batin aku juga menertawakan Raisa yang telah capek-capek merontokkan daun sebelumnya.
“mungkin, Karena pengetahuan itu kudapat dari membaca buku.” Raisa menoleh ke arahku, lalu tersenyum manis yang belum pernah aku lihat sebelumnya.
“Kamu benar-benar menyukai buku ya?” tanyaku yang tanpa sadar, aku tersenyum juga dibuatnya.
Raisa hanya membalasnya dengan senyum manisnya lagi dan melanjutkan perjalanan hingga kami menemukan sebuah sungai, udara di sekitar sungai ini benar-benar sejuk bahkan Indra perabaku pun tak sanggup untuk menahannya. Untuk mengatur suhu, kami selalu meniup tangan kami agar tidak terlalu merasa kedinginan.
Jalan setapak mengambil air tuk persediaan, Raisa berdiri dan melihat sekitar sungai. Rerumputan segar pada bagian tepi yang ditambah dengan bebatuan berlumut.
Tak ada ikan di dalamnya hanya air yang bagai dalam kulkas. Dingin membuat tangan Raisa terhentak sesaat ingin mengambil air dengan botol.
Aku yang memakai kameja putih polos dengan kain yang agak tebal mungkin tidak terlalu merasa kedinginan, ditambah lagi aku juga memakai syal merah dan celana kain hitam polos serta cape warna biru yang menutupi seluruh tubuhku.
Beda dengan Raisa yang memakai dress out cut hitam sepinggang dengan rok pink yang lebar di bawahnya. Semua yang ia pakai adalah kain yang tipis, membuat Raisa di mataku terlihat kedinginan.
Melihat Raisa gemetar entah itu rasa kedinginan atau lainnya, aku pun memberikan syalku kepadanya, juga cape yang menutupi kamejaku.
“Gimana, dah agak mendingan? Ternyata kamu juga bisa ceroboh yah, pergi ke hutan pakai pakaian kayak gitu,” ucapku yang sedang memakaikan Raisa jubah tanpa lengan sebagai penghangat tubuhnya.
“Makasih sama syal dan jubahmu, aku juga adalah manusia biasa yang terkadang dapat ceroboh,” jawab Raisa dengan nada malasnya. Ia lantas berjalan mengikuti arus sungai.
“Oooh begitukaah. Terus kita yang kedinginan-kedinginan kenapa malah lewat tempat yang lebih dingin lagi, Raisa?” aku semakin penasaran.
“Dasar. Nih sungai gunanya untuk keluar dari hutan ini, dengan mengikuti arus sungai itu artinya kita pergi ke dataran yang lebih rendah. Paham!”
Raisa meninggikan suaranya, kesal karena aku terlalu banyak mengoceh dan Raisa tidak terlalu suka sama orang yang banyak tanya.
“Siap, iya Bu, aku dah paham.” Serentak aku pun menjawabnya seperti pemimpin upacara kepada pembinanya dan aku mulai meresleting mulutku.
...➕➖❌➗...
Setengah jam kemudian akhirnya aku dapat melihat beberapa berkas cahaya yang menerangi hutan. Suasana di hutan mulai tampak ramai oleh kicauan burung dan hewan-hewan lainnya yang ada di hutan ini.
Kami terus berjalan mengikuti arus sungai dan berhasil menemukan cahaya yang lebih terang. Perasaan kami seketika lega dan Raisa pun mematikan penerangan lenteranya dan mencari bahan lain untuk membuat obat-obatannya.
“Dayshi! Sekarang aku mau cari bahan dulu, kamu tunggu di sini yah,” ujar Raisa sambil melihat-lihat sekeliling hutan di sini. “Dan lagi aku mau bilang sama kamu, coba kamu berpose dua jari dengan matamu harus berada di antaranya,” lanjut Raisa.
Aku mengikuti saran Raisa. Sebuah cahaya biru muncul di perantara dua jariku, aku terkaget serta kagum.
“Wah, ini apa Raisa?”
“bukannya kamu bisa melihatnya sendiri? Itu adalah cara lain untuk menaikkan status kamu, caranya simpel kamu cukup mempelajari hal apa saja yang kamu lihat di jarimu itu. Hmm, sebut saja sebuah trik untuk menambah poin status, ” jelas Raisa kepadaku.
Pupil mataku yang hitam seketika mengecil karena merasa senang. Raisa pun pergi mencari bahan-bahannya sementara aku mulai menaikkan poin statusku.
Banyak hal yang kulihat dari trik ini, seperti dapat melihat ukuran-ukuran benda tanpa perlu mengukurnya.
Aku juga mengetahui tangga konversi melalui trik ini, seperti cara pelafalannya hanya perlu segala jenis yang ada di sekitar dan menjadikannya sebuah kalimat.
Dari situlah aku mengerti dengan tangga konversi untuk satuan panjang, untuk konversi yang menyerupai bentuk tersebut tinggal diubah pada bagian belakangnya. Seperti meter ke tangga konversi satuan massa (berat) berarti gram.
Selang beberapa menit kemudian akhirnya Raisa telah mengumpulkan semua bahan yang Raisa butuhkan, Raisa memanggilku dari kejauhan tetapi aku terus saja keasyikan menaikkan poin status hingga Raisa melempar sebuah batu kecil ke dahiku dan aku terkejut setengah mati dibuatnya.
...➕➖❌➗...
“Fantastis” itulah ucapan yang keluar dari mulutku akibat terlalu kagum kepada Raisa. Sekarang Raisa terus berjalan melewati arus sungai ini hingga kami keluar dari hutan ini. Perasaan lega, sangat lega di hatiku dan mungkin Raisa juga merasakan hal itu.
Di luar dari hutan ini kami melihat pemandangan rumput dan pohon kecil di sekitarnya yang membentang luas diiringi dengan sungai kecil dari hutan belakang kami.
Dari sini kami pun mulai membicarakan hal apa yang akan kita lakukan, apakah aku akan tetap bersama Raisa untuk melakukan perjalanan di dunia ini.
Kalau bersama, yang manakah yang diutamakan untuk menyelesaikan tantangan kami. Ataukah kami akan berjalan di jalan masing-masing untuk menyelesaikan tantangan kami sendiri?
Di luar hutan ini lah kami akan menentukan sebuah pilihan karena tak jauh dari hutan ini ada sebuah kota yang akan aku tuju. Benar, itu adalah kota Flamesea, kota di mana aku memulai tantangan awal ini.
...°°°...
Sekedar informasi.
Sejak awal Dayshi masuk ke dunia fantasi. Pakaian yang ia kenakan di dunianya tetap terikut oleh Dayshi begitupun dengan Raisa
Poin status yang dimaksud Dayshi di sini adalah poin EXP (Experience) atau poin pengalaman[12.1].
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Riki Prananda
🤯
2022-02-16
1
5.13.13.1
Ikutin Terusssss
2022-01-20
0
Ashidart
1502
2021-01-26
0