"Jadi begitu, ya."
"Hahaha ...." Ia berhenti sejenak dan menghelakan napasnya. "Tak kusangka dia akan pergi mendahuluiku," gumam pak Opin sembari duduk berhadapan dengan kami ikut meminum teh yang tersedia di meja.
"Aku turut berduka, jujur aku juga lebih terkejut melihat kejadian itu tepat di depan mataku. Andai aku bisa lebih kuat...."
Aku mengepal kedua tanganku, merasa kesal akan diriku sendiri.
"Kuat pun kamu tidak bakal bisa menghentikannya. Mustahil gerombolan musuh yang beribuan itu kamu kalahkan," ucap Raisa dengan nada yang dingin.
"Hahaha ... Sudahlah kejadian seperti ini sudah biasa terjadi. Yang lalu biarlah berlalu, sekarang yang harus dilakukan adalah menatap ke depan. Dayshi Andrian itukah namamu."
Ekspresi muka pak Opin kini benar-benar berbeda dari biasanya dia tampak serius sekali.
"Dayshi, tidak Andrian kamu ingin keluar dari sini kan?"
Sebuah pertanyaan yang baru saja pak Opin lontarkan sungguh membuatku kaget hingga mataku menjadi bulat dibuatnya.
"A, apa yang kamu bilang tadi?!"
Aku yang terkejut seketika berseru bersamaan dengan Raisa.
"Jika kalian benar-benar ingin keluar dari dunia ini, kalian dengarkanlah baik-baik. Ingat apa itu Yum. Yum yang seperti air itu bukan hanya kamu saja yang mendapatkannya, seperti Raisa, dia juga mendapatkan Yum dari pengawas.
"Setiap pengawas akan mencari seseorang yang pantas untuk mendapatkan Yum itu. Tapi, pernah suatu hari ada seorang pengawas yang memberikan Yum itu kepada seseorang yang benar-benar gila.
"Gila di sini bukanlah kehilangan akal sehat, melainkan dia gila akan kekuasaan, rakus, dan licik. Pada awalnya orang itu sebenarnya tampak biasa saja seperti kalian, tetapi entah mengapa orang tersebut tidak keluar dari dunia ini padahal dia adalah orang yang paling tercepat menyelesaikan semua tantangan dengan baik bahkan gagal sekali pun dia tidak pernah.
"Hingga pada suatu hari, dia menghilang, entah keberadaannya tidak diketahui. Dan, kami para pengawas mengira dia telah kembali dari dunianya.
"Dua tahun sejak kepergiannya dia kembali lagi menunjukkan keberadaannya, tetapi sayang orang itu telah menjadi sosok yang mengerikan. Dia terbang bersama ras Naga yang berada di dunia bawah, Underworld.
"Naga yang berada dibawah kendali Dia, menghancurkan sebagian wilayah Brooklyn dan menjadikan Wilayah Brooklyn terbagi atas dua kekuasaan.
"Pertama kekuasaan di bawah kendali dia yang kini disebut wilayah Utopia dan satunya lagi wilayah Dystopia yang kini berada dalam kekosongan. Para ksatria telah dilumpuhkan dari dalam dan ksatria yang terkuat pun telah menghilang tidak tahu akan keberadaannya.
"Andrian, dari semua yang kuceritakan ini sebenarnya berhungan dengan tantangan yang baru saja kamu dapatkan. Kamu harus mengalahkan Dia, Si Raja Gila."
Pak Opin mengambil tehnya dan menghirupnya hingga habis.
"Jadi pak Opin, kita harus mengalahkan orang yang disebut Si Raja Gila itu agar dapat keluar dari dunia ini?" aku masih dalam keadaan penasaran.
"Iya, kamu harus melawannya!" jawab pak Opin.
"Tunggu, Raisa mau bertanya!" Seru Raisa, sedikit menghirup tehnya.
"O oh, silahkan"
"Jadi, berapa banyak orang dari luar dunia yang masuk kesini?"
"Aku tak mengetahuinya"
"Hah, bukannya kamu pengawas yah"
"Itu dulu, sekarang aku hanyalah seorang penduduk di dunia ini. Dan sekali aku mati maka aku juga tidak akan bangkit di dunia ini,"
"Hmm, kenapa tidak bertanya ke pengawas yang lainnya?" Raisa menghirup tehnya hingga habis kemudian mengisi cangkir kosongnya lagi hingga penuh.
"Maaf, peraturan melarang untuk melakukan hal tersebut."
"Oh begitukah." Raisa menghirup tehnya kembali.
"Terus yang tadi di sebut Si Raja Gila itu bukannya juga berasal dari dunia yang seperti Raisa!" Raisa manatap serius pak Opin, ia meletakkan cangkirnya yang telah kosong kembali.
"Hahaha ... Iya, dia juga berasal dari dunia seperti kalian."
"Omong-omong siapa nama asli dari si Raja Gila itu?" tanya Raisa.
"Hmm, siapa yahh ... Hahaha aku dah lupa nama aslinya," pak Opin menggaruk kepalanya yang botak itu
Sepertinya pak Opin sudah tak bisa mengingat dengan jelas masa di mana ia menjadi seorang pengawas karena sekarang ia hanya orang biasa yang tinggal dalam dunia ini, bisa dikatakan kalau di dalam game dia hanyalah seorang NPC (non player charakter) yang menjalankan tugasnya sebagai kepala daerah.
Raisa yang mudah terbawa suasana, kini malah melototi pak Opin dengan tajamnya. Hingga pak Opin berbisik-bisik mendekat ke telingaku
"Kamu punya teman yang ganas yah"
"Hahaha" mendengar pak Opin mengatakan itu, aku tertawa kecil.
"Kalian, bisik-bisik tentang apa di depan Raisa!" Seru Raisa
"Nggak ada apa-apa kok," kataku.
"Tapi sepertinya kita masih belum cukup kuat untuk mengalahkan Si Raja Gila itu. Perbedaan kita dengan Dia masih terlalu jauh. Apalagi kini Dia sudah mulai bergerak lagi, kita tak boleh terus berdiam diri seperti ini," lanjut aku.
"Benar, kita harus lebih cepat untuk meningkatkan kemampuan kita," sahut Raisa
"Oh iya, aku lupa bilang. Semakin kalian pintar menguasai materi maka kalian juga semakin hebat dalam kemampuan kalian apalagi kalau kalian dapat terampil membuat suatu kekuatan. Pokoknya kalian harus cepat-cepat belajar dari apa yang harus kalian pelajari dari awal masuknya dunia ini," ujar Pak Opin.
"Asyiaap!" seruku setuju. Aku merasa sudah dilanda kekonyolan dari pak Opin.
"Pak Opin. Anda kenal Alice? Soalnya di lembaran kertas pak Dinata menyebut namanya," tanya Raisa.
"Alice kah ...." Pak Opin tampak berusaha mengingat sejenak. "Oh iya Alice si cebol itu yah. Yaah, gitu-gitu dia juga ksatria terhebat, julukannya Sang putri elemen. Hahaha tetap aja lucu kalo ingat dia."
"Oh, jadi anda sudah kenal dia yah. Kayaknya anda cukup akrab dengan dia. Jadi sekarang dia di mana?"
"Sssst, jangan membicarakan itu di sini. Soalnya itu sangat rahasia, tidak ada yang boleh mengetahui keberadaannya." Pak Opin memberikan kode style satu jari di depan bibirnya.
"Oh begitu yah, yah Raisa juga sudah cukup mengerti."
"Baguslah kalau begitu, jadi bagaimana denganmu Andrian masih ada hal yang ingin kamu tanyakan?" tanya pak Opin
"Yaah, sepertinya untuk hari ini sudah cukup aku sudah tidak ada pertanyaan lagi," aku kemudian berdiri menghilangkan rasa penat karena sudah terlalu lama duduk membicarakan hal yang cukup membuatku serius. Raisa juga kemudian mengambil teko dan mengisi cangkir kosongnya kemudian menghabiskannya kembali, padahal tadi dia telah menambah dua kali.
"Uaakh ... aah."
pak Opin menguap, mulutnya sangat lebar ternyata.
"Hahaha, ini benar-benar menyenangkan sudah lama aku tak pernah berbicara seserius ini," ucap Pak Opin yang juga berdiri dan meregangkan tangannya untuk menghilangkan rasa penanya.
"Oh iya. Hahaha, kalian untuk sementara bagaimana kalau tinggal di sini dulu. Sekalian aku juga mau ajak kawan. Terus kita bakal berangkat bersama."
"Ke mana?" tanyaku berbarengan dengan Raisa.
Kok, aku bisa selaras begini dengan Raisa ?
"Hahaha ... ya pastilah ke tempat yang kalian ingin kunjungi."
Telingaku terasa berkedut.
"Tempat yang ingin kita kunjungi, maksudmu tempatnya Alice Sang Putri Elemen itu!" seru aku.
"Hahaha, iya , siapa lagi kalau bukan dia,"
"Woah, beneran nih!" kataku dengan nada heran, senang, dan seolah tak percaya.
Meski wajahnya terkelas aduhai konyol, ternyata pak Opin ini orangnya baik banget, ya.
"Hahaha ... Iya, beneran," jawab Pak Opin meyakinkan.
"Woi woi woi. Kalian terlalu bersemangat, suara kalian terlalu keras. Gimana kalau ada yang dengar, bisa-bisa kita bakal diikutin. Kalau hal itu sampai terjadi kita bakal benar-benar repot tahu!"
Raisa cukup was-was melihat sekitar. Pasti ia takut jika ada orang lain yang mendengarkan pembicaraan ini.
"A ... aaah."
Aku menghembuskan napas karena tak dapat berkata, bersamaan dengan pak Opin.
Aduh, Raisa memang orang yang sangat waspada. Jadi takut aku, gak bisa berbohong atau menyembunyikan sesuatu kepadanya.
"Hmm, soal tawaranmu yang tinggal di sini Raisa terima, bagaimana denganmu Daisy?"
Daisy apanya, eeeh.
"Namaku Dayshi bukan Daisy! Yah mengenai tawarannya juga tidak merugikan malahan menguntungkan sekali. Jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Aku dengan sangat senang hati menerima tawaran pak Opin," ucapku sambil tersenyum mengalihkan pandang dari Raisa ke arah pak Opin.
"Ehm. Hahaha, Dayshi mulai perhitungan ya. Jadi begitulah pak Opin kami dengan senang hati menerima tawaran anda."
"Baguslah kalau begitu," Ucap pak Opin.
"Huaah, beneran melelahkan juga hari ini," kata Raisa sembari beranjak dari tempat duduknya dan pergi keluar mencari udara segar, begitu pun juga denganku yang pergi keluar mengikuti Raisa. Pak Opin juga tampaknya ingin keluar, tetapi dengan alasan yang lain.
"Aku pergi dulu yah, ada hal yang akan aku kerjakan. Kalian bisa ke dalam. Di sana ada dua kamar yang kosong silahkan kalian pilih sendiri ... Oh iya aku mau bilang HP Si Raja Gila itu 999.999.999," kata pak Opin yang suaranya makin mengecil karena semakin jauh.
Sembilan sem ... bi .... A, apa?!
"Raisa, kamu dengar apa yang tadi dia katakan?" tanyaku kepada Raisa memastikan apa yang baru saja pak Opin katakan hingga tadi aku tersentak diam tenang merasa sangat terkejut.
"Iya, Raisa dengar kok. Ada dua kamar kosong kita disuruh milih, terus Hp Si Raja Gila itu 999.999.999," Sahut Raisa dengan nada datarnya seolah-olah dia tak memiliki rasa terkejut. Hanya saja mata Raisa terlihat kosong memandang jalan tempat pak Opin tadi berucap.
"Buset dah kok rasanya kamu lagi baca mantra gitu, serba sembilan. Dan lagi bisa-bisanya kamu mengucapkannya dengan nada datar," ucapku yang masih dalam keadaan terkejut.
"Dayshi ..." panggil Raisa yang kemudian terdiam sendiri entah apa yang dipikirkannya. "Gak jadi deh. Ayo ke dalam, aku mau cepat cari kamar nih pengen mandi."
Raisa bergegas masuk, aku mengikutinya dari belakang.
Yah kalau mau mandi yah ke kamar mandi lah. Kenapa ke kamar aja.
"Oke deh." Pokoknya ikutin aja deh.
...***...
Seusai mandi Raisa masuk ke kamarku.
"Raisa? Ada hal apa yah,"
Aku bertanya-tanya. Karena tidak biasanya Raisa akan seserius ini hingga datang ke kamarku. Namun, sepertinya aku dapat menebak Raisa kalau dia akan bicara tentang si Raja Gila itu.
Aku yang tengah duduk di kasur, menatap aneh wajah Raisa yang perlahan juga datang mendekatiku, dia sangat dekat kepadaku. Rasanya aku jadi tidak bisa berpikir dengan tenang, pikiranku entah mengapa jadi kemana-mana.
"Raisa!" ucapku yang mulai salah tingkah.
Dengan perlahan-lahan Raisa mulai memegang pundakku, wajahnya mendekati wajahku. Aku semakin deg-degan, jantungku rasanya mau copot dari tangkainya. Dengan perlahan juga aku menyingkirkan kedua tangan Raisa di pundakku.
"Raisa! Ada apa sih, kok kamu jadi aneh begini." Aku semakin panik.
Apa yang sebenarnya Raisa pikirkan.
...•...
...•...
...•...
...•...
...•...
...•...
...•...
...•...
...•...
...Jangan lupa tinggalkan jejak dengan dilike, vote dan dikomentar. Agar author bisa tambah semangat. 😁...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
anggita
like👌
2021-06-22
0
Ashidart
1636
2021-01-26
0
dionyzeus
semangat
2020-11-29
1