"Jadi kamu sama sekali tak tahu dengan tempat asalmu?"
Tanya pria itu yang merupakan walikota tempat ini. Aku mengangguk begitu saja meski sebenarnya apa yang beliau tanyakan kurang tepat untuk aku jawab dengan benar.
"Ini menarik. Nak, Apa kamu tahu aku memiliki kekuatan untuk mendeteksi apa kata hati seseorang.".
Sial, ini benar-benar buruk. Untuk mengatakan hal yang sebenarnya aku tak yakin mereka akan mengerti
"Jangan khawatir, segala sesuatu tidak ada yang tidak mungkin. Ceritakanlah apa yang terjadi padamu," ucap lagi kepala desa tersebut.
Aku masih dalam keadaan ragu-ragu untuk menjawabnya.
Walikota itu kemudian menoleh ke arah si penjaga.
"Sepertinya percakapan kami bakal panjang. Aku akan membawa anak ini ke kediamanku, biar aku yang menjaganya."
"Eh, bapak yakin?"
Si penjaga itu kemudian melihatku.
"Nak, kau tampak gelisah. Apa kamu tidak apa-apa ikut bersama pak walikota."
Si penjaga ini ternyata cukup perhatian juga terhadapku. Aku tersenyum dan menganggukkan kepala. Aku tak ingin lebih merepotkan dia.
"I-iya, aku tidak apa-apa. Terimakasih atas bantuannya pak. Maaf kalau aku merepotkan bapak."
"Lah belum juga mau pergi, dah minta terimakasih duluan. Tenanglah, jangan terlalu dipikirkan. Kamu sama sekali tak merepotkanku kok. Aku senang membantu orang lain."
Aku tersenyum menanggapi komentar si penjaga.
"Oh iya, nama bapak siapa ya."
"Ah, aku lupa memperkenalkan diri ternyata. Aku Benits si penjaga kota."
"Oh pak Benits ya. Terimakasih ya pak Benits."
"Hahaha, iya-iya. Baiklah, aku akan meninggalkanmu Jika ada apa-apa datanglah ke tempat ku. Aku akan menyambutmu dengan senang hati."
Perubahan sikap dari pak Benits kepadaku menjadi lebih terbuka. Aku beruntung bertemu dengannya walau awal aku bertemu dengannya langsung di busur dengan ranting magicnya. Ranting itu tampaknya selalu ia bawa di samping pinggangnya layaknya sebuah pedang. Agak terlihat sedikit konyol sih di mataku.
"Sampai jumpa!"
Pak Benits melambaikan tangannya sembari pergi kembali menjalankan tugas di perbatasan kota. Aku ikut melambaikan tanganku kepadanya.
"Baiklah, sebaiknya kita berbicara di kediamanku. Biar kita bisa lebih berbincang dengan santai sambil meminum segelas teh hangat dan makanan-makanan ringan. Bagaimana nak, mau kan ke tempatku. Kamu bisa mendapatkan misi yang lebih bagus."
Eh, sudah sejauh mana bapak ini menyelam isi hatiku. Kekuatannya agak membahayakan untukku.
" Aku takkan memanfaatkanmu kok."
Orang ini! Ah, aku benar-benar tak bisa berkata-kata lagi, baik dari isi hatiku apalagi dari mulutku. Dia benar-benar seperti mengerti segala isi pikiranku.
"Sebelumnya, mari kita berkenalan terlebih dahulu. Agar kita bisa saling mempercayai satu sama lain. Aku adalah Dinatch, wali kota tempat ini, Kota Flamesea."
"Aku, Dayshi Andrian. Anak yang kesasar, tak tahu jalan pulang."
Seharian ini aku menjadi sangat pendiam sekali. Tenagaku seolah telah terkuras banyak padahal semalam aku sudah cukup banyak beristirahat. Hari ini sudah terlalu banyak orang yang aku jumpai karena keramahan penduduk kota ini. Aku jadi memikirkan dengan sikap diriku sendiri.
Aku adalah orang yang selama hidup di dunia nyata sangat kurang sekali berbicara dengan banyak orang. Bahkan memiliki teman akrab pun sulit untuk aku dapati. Entah sejak kapan aku menjadi orang yang lebih suka menyendiri. Bahasa kerennya, aku adalah seorang introvert.
Bagiku kehidupan yang terbaik adalah dimana aku bisa membaca buku dengan tenang. Cukup membaca cerita, aku sudah seperti ikut menjadi tokoh utama dalam buku tersebut. Hasilnya kehidupan di dunia nyata ku, aku kesulitan dalam berkomunikasi. Butuh dorongan lebih atau rasa penasaran tersendiri agar aku bisa berkomunikasi dengan lancar.
Maka dari itu, jika aku mulai merasa kurang nyaman. Cara berbahasaku pun menjadi lebih kaku. Aku mengkhawatirkan apa yang kukatakan ini terdengar baik atau tidak untuk diterima lawan bicaraku. Sehingga terkadang topik yang ingin kubicarakan menjadi lemot untuk diingat.
Ah, aku harus fokus dengan misiku. Aku tak boleh terus-terusan menjadi penakut seperti di dunia nyata. Sekarang aku adalah tokoh utama di sini. Jika aku diam saja, takkan ada cerita yang menarik untuk aku ingat di masa depan nanti. Aku tak ingin mengingat hidupku yang hanya terus membayangkan cerita-cerita orang lain. Aku ingin di masa depanku nanti, aku bisa mengingat akan cerita menyenangkan apa yang sudah aku jalani.
"Hmm."
Aku mengangguk, tampak lebih bersemangat dari yang sebelumnya.
"Baiklah, aku akan ikut dengan bapak. Aku penasaran dengan misi bagus apa yang bapak berikan dan alasan apa yang membuat bapak tertarik kepadaku."
****
"Minumlah secangkir teh ini."
Pak Dinath menaruh teh tersebut di hadapanku. Aku mengambilnya dan menyirupnya sedikit. Rasa manis dalam teh ini agak lebih menakjubkan, perasaan pekat dan lebih baik dihirup sedikit demi sedikit untuk menikmati teh tersebut.
"Sebenarnya apa yang pak Dinath ketahui tentang saya?"
Pak Dinath duduk di sofa saling berlawanan arah denganku. Ia meletakkan teko di meja setelah ia mengisi cangkirnya dengan teh.
"Ada sebuah informasi yang hanya beredar pada orang-orang tertentu. Informasi itu menjelaskan tentang orang-orang yang berasal di luar dari dunia ini.
"Orang-orang itu tersebar. Mereka hanya menjalankan apa yang menjadi misi mereka, dan kami yang merupakan penduduk asli dunia ini adalah orang yang akan membimbing mereka. Tiap orang yang memiliki derajat tertentulah yang akan mengurus orang-orang tersebut.
"Bukan tanpa alasan penduduk asli harus membimbing mereka, tetapi ini adalah sebuah kewajiban yang datang dari perintah pemimpin dunia yang merupakan sistem alam bawah sadar dunia ini.
"Orang yang memiliki hak untuk mengurus orang luar disebut juga sebagai pengawas atau supervisor. Seorang pengawas memiliki wilayahnya masing-masing dalam mengurus orang luar atau yang biasa kita sebut juga sebagai seorang player.
"Yah, tiap pengawas pasti memiliki caranya masing-masing dalam mengurus orang luar. Mereka hanya akan menyesuaikan dengan level dari orang luar itu."
"Ooh, jadi begitu. Tentu saja anda terlihat girang saat melihatku. Anda seorang pengawas juga kan."
"Iya, kamu beruntung bertemu denganku. Biasanya seorang pengawas takkan memberitahukan secara terang-terangan begini, apalagi untuk anak yang baru masuk dalam dunia ini."
Aku jadi ingin bertemu dengan mereka yang juga datang dari dunia luar.
"Meski begitu, kedatangan orang luar terbilang sangat jarang terjadi. Jumlah mereka dapat dibilang hanya puluhan dan itupun tersebar di belahan dunia. Jadi hampir dibilang mustahil orang luar akan saling bertemu."
Baik-baik jangan mematahkan semangatku mentang-mentang kau dapat mengetahui isi hatiku.
"Baiklah, saya mengerti. Jadi coba jelaskan, misi menarik apa yang akan anda berikan."
"Sebelum lanjut ke dalam misinya. Lebih baik kau mengerti dengan latar belakang misi ini terlebih dahulu. Aku akan menceritakan seputar kota ini."
Pak Dinath menyeruput tehnya kemudian meletakkannya kembali. Ekspresi beliau terlihat berbeda dari sebelumnya, beliau tampak akan meratapi apa yang akan ia ceritakan sendiri. Beliau memegang dadanya seolah merasa sedikit sesak.
"Flamesea adalah nama dari kota ini. Dahulu Penduduk dari kota ini sangatlah bahagia dan selalu merasa aman. Mereka merasa aman sebab ada yang selalu melindungi kota Flamesea ini.
"Semangat mereka tak pernah pudar ketika bersama para pejuang. Sebut saja para pejuang itu adalah para Ksatria yang melindungi kota ini.
"Hingga pada suatu ketika, para ksatria itu dibunuh dari belakang oleh seseorang yang merupakan penduduk Flamesea itu sendiri. Orang yang membunuh para ksatria itu ternyata sudah membentuk suatu organisai.
"Yang dimana organisasi itu bertujuan untuk mengkhianati kota Flamesea karena sangat tidak setuju dengan peraturan-peraturan yang ada di kota Flamesea ini.
"Dengan tujuan untuk mengubah peraturan di kota Flamesea ini. Akhirnya mereka membantu wilayah Netral untuk memperluas kekuasaannya ke kota Flamesea.
"Dimulai dengan membunuh para ksatria yang melindungi kota ini, kemudian menyerang kota Flamesea. Para penduduk kota ini pun menjadi panik karena para ksatria telah dihabisi oleh para kelompok itu.
"Setelah kejadian itu, kota Flamesea menjadi kota tak berpenghuni dalam beberapa saat. Hingga pada saat penduduk yang selamat dari penyerangan itu kembali, kota Flamesea terbangun kembali secara perlahan.
"Seiring waktu berjalan. Terdengar informasi di mana di negeri kerajaan sebelah telah dikuasai oleh wilayah Netral. Kasus kejadiannya beberapa ada yang serupa, yaitu penyerangan dari dalam.
"Sejak saat itu lah, kami yang merupakan penduduk lokal kota Flamesea mulai membangun suatu organisasi yang bertujuan meningkatkan pola pikir yang benar. Sehingga tidak ada lagi sifat seperti orang-orang yang menyerang para ksatria.
"Dari sinilah, kami mulai mencari para orang yang bergelar master dan membangun beberapa tempat yang dinamakan sekolah dan akademi. Kami juga mulai bekerja sama dengan kota kerajaan pusat di tanah kawasan ini, yang juga sekarang menjadi pengontrol.
"Sedangkan nama organisasi yang kubentuk dulu itu adalah Reunification. Organisasiku ini mulai berkembang sejak saat itu, bahkan kita juga sekarang sudah berhubungan baik dengan para master di kota kerajaan pusat.
"Kini aku juga telah mengumpulkan para master untuk datang ke kota ini. Yang nantinya para master itu akan kukirim ke beberapa tempat yang belum memiliki sistem akademi maupun sekolah."
****
"Apa mereka dapat mempercayaiku?"
"Yeah, kurasa bakal sedikit sulit. Orang-orang terdekat dan menginginkan untuk lebih menonjol di organisasi mungkin bakal mengeluh."
"Terus, kenapa tiba-tiba aku yang harus memimpin jalan penyebaran tempat para master atau guru-guru itu."
"Kau tidak usah terlalu memikirkannya sejauh itu nak."
Pak Dinath memegang pundakku.
"Aku yang bertanggung jawab sepenuhnya di sini. Mereka pasti akan mendengarkanmu."
Aku mengepalkan tangan, air yang keluar dari pori-pori kulitku terasa dingin. Aku, aku tak pernah berbicara di depan umum. Kenapa tiba-tiba sekali aku harus berbicara di depan banyak orang. Apa aku bisa?
Aku menelan ludah. Sebenarnya aku hanya tak ingin terlalu menonjol dan di perhatikan oleh orang banyak. Jika aku tampil lalu tiba-tiba aku terjatuh, atau aku kehabisan kata-kata, atau aku hanya mematung, belum nanti bicaraku akan terbata-bata.
Aku harus bagaimana? Mana di hadapanku nanti adalah para master. Atau kalau di duniaku mereka adalah para guru, yang ada aku hanya akan dipermalukan dan ditertawai. Bisa-bisa aku disuruh turun dan malah diajarkan bagaimana cara berbicara.
Oh tidaaakkk.
"Ba-baiklah."
Aaaakhhhhh. Kenapa aku malah bilang baiklah. Dasar dungu, mulut giblik, kenapa kamu malah mengiyaknnya saja.
Tidak-tidak-tidak, jika aku menolaknya juga mau bagaimana lagi. Tpi-tidak ada cara lainkah. Setidaknya biarkan aku bertarung saja sendiri meskipun di situ aku langsing mati.
Andai face to face. Satu lawan satu atau dua. Ya, aku maju-maju aja sih. Cuman ini. Uuukh.
Aku bisa gila.
"Hahahah! Sepertinya kau harus berusaha keras nak."
Ukh. Pasti dia membaca isi hatiku lagi. Dasar pak tua br-. Hmm.
"Ayo mau bilang apa tadi?"
"Ahaha, tidak-tidak-tidak."
Hampir saja kecoplosan. Kecoplosan dalam hati haha. Emang bisa ya.
*****
...➕➖✖️➗...
...Quest Utama...
...1. Bersihkanlah...
...2. Satukanlah...
...3 Jayakanlah...
...Misi dari pak Dinath, Sebarkan para master di alun-alun Mega pada pukul 10.00 pagi...
...Reward: 100 exp...
...➕➖✖️➗...
Oke, jadi misi yang harus kuselesaikan hanyalah berbicara di depan publik dan membagi para master tersebut sesuai tempat dan lokasi yang sudah ditentukan. Yah setidaknya aku mengetahui jumlah lokasi penyebaran mereka.
Alun-alun kota Flamesea. Sebuah tempat yang cukup ramai. Jarak lokasi dari tempat pak Dinath juga dibilang cukup dekat, meski begitu jalan yang memasuki pohon-pohon rimbun ini ternyata adalah tempat masuk Alun-alun kota, jembatan gantung dari kayu itu cukup menenangkan hati.
Rumput yang tumbuh subur, daunnya hijau segar dengan embun pagi yang masih terlihat, jenisnya ini hampir mirip seperti rumput di stadion lapangan sepak bola.
Ketika sudah sampai dan turun dari jembatan gantung alan kecil yang mengelilingi alun-alun ini terhiaskan akan bebatuan dan kerikil kecil. Ketika kumemperhatikan pertengahan alun-alun ini, tampak jelas terlihat sebuah panggung kecil yang muat dinaiki dua orang dewasa.
Jadi di situ ya nanti aku akan bertempur.
Perhatianku beralih kepada sekumpulan para master yang masih mengobrol di tengah alun-alun ini. dengan perasaan gugup Aku mulai berjalan ke arah panggung kecil.
Kamu pasti bisa. Aku sudah berlatih semalaman di hadapan cermin. Satu jam dua jam, aku benar-benar hanya bengong dan melihat wajahku yang memerah. Itu sungguh memalukan.
Tapi, tidak sekarang. Aku pasti bisa bicara di depan orang banyak. Hahaha. Pasti bisa, jangan ragu.
Meski aku bilang begitu sebenarnya tanganku sudah gemetaran tidak karuan.
Tenanglah-tenaga hahahah. Aku kan sudah mempersiapkan cadangan. Kertas pidato sudah kupersiapkan baik-baik jika nanti aku tak berkutik.
Baiklah, sekarang saatnya.
Kumpulan terong-terong itu tampaknya mulai memperhatikanku.mereka heboh sekali hanya karena melihatku. Apa aku seburuk itu ya. Apa wajahku sudah kayak tomat.
Astaga pikiran. Jangan kemana-mana dulu dong.
"Ba-baik."
Beberapa orang masih sibuk dengan urusannya sendiri. Tapi kebanyakan dari mereka tampak mengetahui akan maksud kedatanganku ke atas panggung. Mereka tampak begitu menghargaiku.
Terimakasih banyak waha orang-orang yang baik.
A-apa yang harus aku bilang selanjutnya ya.
Astaga, aku sudah di atas panggung malah langsung buyar gini. Mati akuu.
Tunggu. Waktu seperti inilah yang sudah aku awas-awasi. Tenang aku kan masih punya kertas pidato. Ini sudah kupersiapkan dengan matang-matang hahaha.
"Ba-baik.."
Kenapa tanganku gemetaran gini sih. Mana berkeringat gini, kan jadi basah kertasnya. Gimana caranya aku baca kalau kayak gini.
"Apa dia yang pak Dinath maksud?"
"Iya, sepertinya dia anak itu."
"Lihat itu, lucu sekali."
"Apa anak itu yang pak Dinath harapkan untuk membagikan kita."
"Jangan bercanda, bocah ingusan itu bisa apa coba?"
"Aku lebih baik daripada dia."
Yah, ini sudah aku duga. Mereka pasti akan membicarakanku. Emangnya aku juga bisa apa. Tidak ada yang bisa diharapkan dariku. Mereka pasti akan menertawaiku.
Mau dimanapun aku tinggal. Aku hanyalah makhluk penyendiri yang tak bisa bersosial.
....
Apa aku hanya akan terus berdiam diri?
Apa aku hanya akan terus membiarkan mereka meremehkanku?
Tidak, aku sudah sampai sejauh ini. Bahkan melewati level 1 jika aku seperti ini maka takkan ada yang akan berubah.
Suara-suara yang berisik itu mulai tak terdengar ketika aku mulai fokus dengan apa yang ingin aku lakukan. Keinginanku akan membuatku bergerak, jika tak kulakukan, aku pasti akan menyesalinya.
Baiklah..
Aku mengambil kertas pidato itu.
Semuanya akan cepat berlalu. Tetapi....
Gi-gilee, mereka pada lihatin aku.
"Baiklah, selamat pagi dan salam kenal para master sekalian. Perkenalkan nama saya Dayshi Andrian. Saya diutus oleh pak Dinath untuk berdiri di sini dengan tujuan untuk memperjelas pembagian rata lokasi penyebaran para master."
Sebenarnya aku juga sedikit bingung untuk apa pembagian ini dibicarakan secara terang-terangan dan seolah diumumkan layaknya pengemuman. Kurasa jika masih banyak yang kurang jelas kenapa tidak membuka forum diskusi saja, ataupun jika hanya untuk membagikan para master ke lokasi yang akan dituju kenapa tidak langsung saja di pilih sendiri dan membagikannya lewat papan pengemuman.
"Sebelumnya saya ingin memastikan, apakah jumlah para master secara keseluruhan memiliki total 1.379 orang?"
Sebanyak inikah. Kurasa jumlah yang ada di hadapanku lebih sedikit dari jumlah aslinya.
"Benar!" Beberapa orang menyahut dengan lantang.
Mereka mendengarku ya. Kukira suara yang kukeluarkan tak bisa mereka dengar di tempat yang luas ini. Rupanya bunga merah muda yang ada di hadapanku ini membuat mereka semua dapat mendengarkanku dengan jelas bahkan lebih jelas daripada sebuah speaker. Suaraku langsung terdengar di telinga mereka layaknya mereka menggunakan headset.
"Dilihat dari jumlah yang hadir di sini, bisa dibilang ini masih sepertiga daripada jumlah aslinya. Aku tak tahu bagaimana kesiapan para master sekalian dalam menghadapi masalah ini. Memang aku adalah orang baru yang hadir di tengah-tengah sini, bahkan di antara para master sekalian tak ada yang mengenal saya.
"Namun, yang perlu saya perjelas adalah saya di sini hanya sebagai perantara dari pak Dinath. Beliau adalah sosok pemimpin kita, beliau mengatakan dengan jelas tujuan dari para master dikumpulkan di sini adalah untuk menghindari dan mencegah kejadian tak menyenangkan di masa lalu.
"Sejarah akan terus terukir seiring berjalannya waktu. Maka dari itu apa yang kita lakukan pasti akan berdampak besar untuk masa yang akan datang.
"Baiklah, untuk saat ini kita kerucutkan saja penyebarannya ke wilayah yang lebih dibutuhkan kemudian untuk para master yang akan di sebar adalah para master yang sudah ada di lokasi terlebih dahulu. Setelah itu akan saya serahkan kembali ke pak Dinath akan para master yang belum ada di sini dan belum mendapatkan wilayah yang mereka akan tempati."
"Cih, Apa-apaan anak itu? Seenaknya saja."
Ukh, aku seketika terdiam sejenak. Entah mengapa berdiri di atas sini malah membuatku mendengar perkataan-perkataan yang tidak nyaman didengar.
Sudah, biarkan saja.
Tadi, aku sudah sampai di mana ya.
Aku kembali melihat kertasku.
Ah, sekarang ini intinya. Salah satu dari poin penting dari Quest ini adalah aku dapat membagi jumlah para master yang ada saat ini dengan jumlah wilayah yang menjadi poin fokus paling utama.
Wilayah-wilayah yang penting ini meliputi pemukiman desa dan kota. Namun yang paling penting ada pada target desa yang terpencil. Sesuai dengan arahan pak Dinath, ada 97 wilayah yang menjadi titik terpenting. Masalahnya adalah bagaimana caranya akau mengetahui jumlah para master yang hadir di sini.
"Ba-baik. Jumlah para master yang hadir di sini sekarang ada berapa ya?"
Aduh, tak ada yang menggubrisku. Seharusnya pak Dinath Memberikan ku satu asisten untuk membantuku. Bisa-bisanya aku ditinggal sendiri.
Aku dengan malu-malu meminta salah seorang master untuk mendampingiku di atas. Dia kupinta untuk menjawab apa-apa saja yang kutanya kan, sehingga aku tak harus menanyakannya secara publik dan membuatku kudu harus menunggu ataupun mendengar suara-suara sumbang.
"Jadi, berapa banyak para master yang hadir saat ini?"
"Entahlah nak."
"Apa master tak ada yang mencatat siapa-siapa yang hadir di sini."
Master itu menganggukkan kepalanya. Ah, Apa-apaan sih dengan para master ini sebenarnya. Mereka taka mempersiapkannya dengan baik, apakah gelarnya saja yang master.
Sial, masa harus hitung satu-satu sih.
Aku memperhatikan sudah seberapa banyak orang yang ada di alun-alun ini. Gilanya, aku benar-benar mencoba untuk menghitung orang yang ada di sini satu per satu.
*Ting*
Muncul sebuah Notifikasi pemberitahuan.
Aku mengedipkan mataku sembari berpikir untuk membuka notifikasi tersebut. Yah, aku mendapatkan trik yang lebih ringkas daripada harus menyebutkan kata kunci untuk dapat melihat sistem.
...➕➖✖️➗...
...New Skill [Hitung] level 1...
...Amati dan hitunglah, skill ini terbentuk karena keinginan anda. Pengamatan anda akan menjadi lebih akurat dan kinerja otak anda akan menjadi lebih cepat dalam mencerna banyaknya hasil yang anda amati....
...DEX (+3) AGI (+2)...
...➕➖✖️➗...
Ah, skill baru ya. Jadi ini skill pertama yang aku dapatkan.
Hahaha..... Kok, kayak gini?
****
Wow, menarik juga. Tingkat akurasi pengamatanku menjadi lebih cepat dan begitu akurat. Aku dapat menghitung jumlah keseluruhan yang hadir disini kurang dari satu menit. Yang kulihat sama sekali tak ada celah yang tak lolos dari pengamatanku ini.
Ya, skill ini bukan skill hitung biasa. Aku tak hanya dapat menggunakannya untuk menghitung saja.
"Baik, jumlah para master yang hadir saat ini adalah 485 orang. Aku akan membagi sesuai dengan wila—."
Ugh, kepalaku tiba-tiba merasa nyeri. Lagi-lagi ada bayangan ingatan menggangguku. Aku merasa mual.
"Hei nak, apa kamu tidak apa-apa?"
"Ja-jang mengkhawatirkanku. Aku hanya merasa sedikit tidak enak badan."
Aku kembali mendekatkan mulutku pada bunga sebagai mikrofon di dunia ini.
"Baik, wilayah yang menjadi titik fokus ada 97 jika kita bagi dengan jumlah para master yang ada. Maka masing-masing dari wilayah tersebut terdiri dari lima orang. Dengan ini silahkan para master untuk mendiskusikan regu dan anggotanya juga wilayah yang akan kalian tempati. Setelah itu regu yang sudah kalian buat dalam bentuk tulisan dapat dikumpulkan di balai kota atau tempat kediaman pak Dinath.
"Mungkin, itu saja penyampaian yang dapat saya sampaikan. Mohon maaf jika ada kesalahan kata maupun kata-kata yang membuat para master sekalian tersinggung dan terima kasih atas perhatiannya."
Kalimatku menjadi lebih terburu-buru. Aku sudah tidak tahu dengan perasaan ini. Rasa mual dan pusing bahkan seluruh tubuhku merasa begitu lemas. Aku segera berjalan keluar dari Alun-alun kota, menghiraukan segala macam yang menghambat jalanku dan membuat para master sedikit memandangku buruk.
*Ting*
...➕➖✖️➗...
...Mendapatkan 110 exp dari Quest utama dan Quest sampingan....
...Anda naik ke level 2...
...➕➖✖️➗...
...Quest Utama...
...1. Bersihkanlah...
...2. Satukanlah...
...3 Jayakanlah...
...➕➖✖️➗...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
MARQUES
mcnya berfikir keras 🤣
2024-11-16
0
Noname
baca novel serasa belajar 🗿
2022-03-19
0
Riki Prananda
ada iklan 😅
2022-02-16
1