My Power Of Math Fantasies
Chapter 1
Matematika, salah satu pelajaran yang banyak orang tak sukai. Pelajaran satu ini adalah pelajaran yang benar-benar mengasah logika, butuh pemahaman untuk mendapatkan jawaban antara ya atau tidak, salah atau benar. Belum lagi jika orang yang mengajarkan pelajaran ini tidak kreatif, dan terlalu banyak menekankan, bagaimana mungkin bisa paham.
Memangnya matematika bisa di hapal? Tidak, itu sangat mustahil untuk mendapatkan jawaban pasti ke depannya. Ya, bagaimana pun, kudu belajar memahami saja, ikuti alurnya dengan santai, semua akan terasa enjoi, hehehe. Yang penting sih, menurutku yang penting tidak terpengaruh dengan para haters matematika. Karena jika terpengaruh, yakin gak yakin, kita bisa ikut saja dengan kaum besar haters matematika ini. Jangan gampang menyerah aja deh.
Ya, gitulah, imajinasiku saat ini. Aku adalah salah satu orang yang tidak terlalu menyukai matematika. Namun dalam garis besar, aku merasa rasa tidak sukaku ini bukan karena tak ingin memahaminya, bukan juga karena guru matematikaku yang galak—suka memberikan kenangan suka duka. Hanya saja yang kurasakan lebih gelapnya lagi. Otakku benar-benar dah ngeblank.
Ya masa, lihat angka saja aku dah ngantuk berat. Belum masuk ke simbol-simbol lainnya, aku dah ngeluarin air terjun duluan dari mulutku, mana rambutku jadi acakadut gitu gara-gara kugaruk-garuk. Dan yang paling gak masuk akal, aku malah merasa mual.
Gejala-gejala seperti mabuk kendaraan. Entahlah, sepertinya aku punya kelainan tersendiri. Aku bahkan lupa sejak kapan aku merasakan hal ini, karena anehnya nilaiku tetap di atas rata-rata sampai aku berada di bangku smp. Sekarang pun aku juga sudah lulus smp. Sisa masuk pendaftaran SMA.
Di SMA ini aku ingin semuanya berjalan dengan damai. Membaca novel, manga, webtoon, menonton film, anime, drakor. Rasanya begitu damai membayangkannya.
“Shi, bangun shi!.”
Tubuhku rasanya sedang digoyang-goyangkan. Ah, terjadi lagi ya.
“Katanya mau belajar matematika biar bisa lulus pendaftaran SMA-nya.”
Aku berusaha keras untuk kembali bangkit, duduk. Badanku terasa penat sekali. Ibuku yang juga adalah guruku di SMP kini membantuku untuk belajar matematika. Ibu sebenarnya sudah tahu sekali bagaimana aku dengan matematika. Sampai-sampai ibu sendiri menghembuskan napasnya begitu berat.
“Shi, semua orang memiliki kemampuannya masing-masing, tidak usah terlalu dipaksa jika memang kamu sangat tidak menyukainya.” Wajah ibuku terlihat cemas.
“Aku bukannya membencinya bu, aku juga bukannya tidak menyukainya. Hanya saja, aku merasa benar-benar tidak mengerti. Aku tiba-tiba tidur plonk begitu saja.” Aku menghela napas yang begitu berat kemudian menghembuskannya.
“Nyerah aku, bu,” kataku setelah kembali melihat buku matematika bertuliskan ‘Matematika kelas 1 SD, Ayo Menghitung’ tak lupa pula dengan gambar angka dan simbolnya.
Aku benar-benar menahan rasa kantuk melihat buku tersebut, pening, napasku sulit untuk kuatur.
Ibuku tertawa kecil melihat anaknya ini yang kemudian kembali tengkurap di atas meja.
“Ya udah, karena Dayshi nyerah, ibu juga bkal nyerah. Tapi, kalau nanti ada orang ke sini, kamu harus dengarkan apa yang dia katakan ya Shi. Oke,” ucap ibuku yang menekankan kata ‘oke’ di bagian akhirnya—agar didengar baik-baik—sambil memegang pundakku.
Aku tertawa kecil menanggapi perkataan ibuku. Sungguh kalimat yang tak jarang aku dengar. Pasti nanti ada saja orang-orang unik yang menemuiku, orang yang menanyakan tentang keadaanku, orang yang berusaha keras mengajariku, dan orang yang terus berusaha memotivasiku. Seolah aku menjadi murid dan pasien.
“Oke bu, oke. Kalau itu nantinya matematika pasti aku bakal tidur,” sahut aku yang perlahan-lahan akhirnya mulai kehilangan kesadaran dengan mata yang sedari tadi memang sudah tertutup.
Benar-benar rasa kantuk yang berat.
Sedikit terlihat samar-samar ibu menggelengkan kepalanya sambil tersenyum cemas memperhatikanku. Ibu akhirnya beranjak pergi dari kamarku dan akupun tak sadarkan diri, tertidur lelap.
....
Kepalaku masih terasa pusing, aku mengucek-ngucek mataku—masih buram untuk melihat dengan jelas. Dari siluetmya sepertinya orang yang berada di hadapanku adalah orang yang berusia paruh baya, aku merasa tak nyaman dengan kehadirannya.
Penglihatanku sudah jelas. Ah, dia orang teraneh yang pernah aku lihat. Dia serba hitam. Pakaian berjubah sampai menutupi kepala, badan besar dan bongsor—sepertinya tinggiku hanya sebatas dadanya saja, juga yang terlihat darinya hanyalah bola mata dan giginya saja yang tampak—dikarenakan jubahnya yang sangat menutupi seluruh bagian tubuhnya. Aku bukannya memandang fisik, hanya saja aura yang terpancar darinya sangatlah mencurigakan.
“A-anu.... "
Ada apa ini? Ke-kenapa ada orang aneh di kamarku. Ah bisa-bisanya aku terkaget dua kali.
Be-beliau... Beliau ini, apa-apaan dengan tatapan dan ekspresinya itu. Senyuman sinisnya menampilkan deretan gigi putih yang seakan siap menyantapku sebagai hidungan. Pak jangan pak, aku masih kecil.
Eh, apa yang dilakukan dengan bapak ini.
Aku menelan ludah ketika bapak tersebut mengambil gelas berisikan air yang tiba-tiba ada di meja hadapanku ini. Beliau menatapku sejenak lalu mulutnya mulai berkomat-kamit entah apa yang ia katakan.
Ya tuhanku, ampunilah dosa-dosa hamba dan kumohon berikanlah aku kekuatan untuk bersabar. Lindungi aku dari perbuatan orang-orang random. Aku bingung melihat tingkah beliau ini ya Tuhan.
“Eh, eh. Pak, bapak mau apa?”
Astaga, bu. Kenapa sekarang ibu malah mendatangkan dukun sih. Masih baguslah kalau guru privat, motivator, ataupun dokter psikolog. Lah ini, ini dukun mau apa coba. Mana ada aku diganggu makhluk halus.
Beliau kemudian menyodorkan aku segelas air putih yang telah ia baca-bacai.
Aku memberanikan diri menatap orang tersebut kemudian tersenyum paksa—berniat tersenyum untuk tanda terima kasih. Aku memperhatikan air di dalam gelas tersebut cukup lama—berancang-ancang, untuk apa yang terjadi ke depannya.
Beliau sama sekali tak berbicara sepatah kata pun. Wajah tak tampak—karena tudung jubah—mengamatiku dalam-dalam, tampaknya aku tak bisa menolak pemberian airnya itu.
Sekali lagi aku mengambil napas yang kuat, lalu mengembuskannya juga tak kalah kuatnya.
Kenapa sih harus orang seperti ini yang ibu panggil. Apa ibu sudah kehabisan akal untuk mencari orang yang bisa mengajariku belajar matematika. Lagian sebenarnya, aku pernah melakukan apa sih sampai-sampai ibu selalu mengkhawatirkanku akhir-akhir ini. Ah, sial, sepertinya aku harus meminum air itu. Lagi pula aku sudah berjanji kepada ibu tadi untuk mendengarkan orang yang akan menemuiku.
Setelah aku meminum air itu. orang aneh itu lantas segara bergegas keluar dari kamarku tanpa berkata apa-apa. Aku mengamatnya dengan penuh keheranan. Dasar orang gila. Kasarku kepadanya dalam hati.
Aku kembali memperhatikan buku matematika yang ada di hadapanku. Berharap bakala ada perubahan yang terjadi setelah meminum air dari orang aneh tadi.
Tak ada yang berubah. Setelah aku membuka lembar halaman dari buku matematika ini, aku lantas kembali pusing dan merasa mual.
Ada tekanan batin yang sangat terasa. Aku berteriak paksa namun pelan untuk melepaskan perasaan kesalku. Mengusap wajah dengan kedua tangan lalu membantingkan badan ke arah kasur tepat di samping meja tempatku belajar.
“Ya elahhhh, apa siiihh. Dah lah, mending tidur aja.”.
Tak ada lagi harapan dan aku sudah menyerah di atas segalanya. Jika memang aku tidak memiliki kemampuan di bidang ini, kenapa pula aku harus mengusahakannya untuk bisa. Masih banyak hal lain yang bisa aku pelajari, masih banyak hal lain yang bisa aku kembangkan, kenapa pula aku harus menekan diriku ini. Bodo ah.
....
Lagi dan lagi aku tak sadar telah tertidur. Kali ini dalam tidurku rasanya berbeda dari biasanya. Kalau yang biasanya aku mengikuti alur mimpiku, sekarang aku merasa benar-benar memiliki kesadaran dalam mimpiku ini. Perasaan ringan dan seakan terjatuh dalam tempat tinggi yang biasanya membangunkanku, kini malah terasa mengalir begitu saja. Aku merasa seolah terbang dan terjun menerobos awan-awan yang terasa seperti kapas.
Aku memberanikan diri untuk membuka mata. Cukup sulit juga membukanya. Terpaan angin ini terasa begitu nyata, suara bising udara yang menerpa pendengaranku juga begitu nyata. Dadaku sesak, sulit untuk bernapas.
"Uuuuuuuaaaaaakkkkhhh.. TIIIIDAAAAAAAKKKK."
Gila, Aku sangat terkejut ketika penglihatanku telah kembali. Apa yang aku rasakan dan apa yang aku duga ternyata tepat sasaran, padahal aku gak mau dugaan ku itu tepat.
Aku sedang terjatuh dari atas langit menembus lapisan-lapisan awan. Terlebih lagi ketika aku melalui daratan-daratan yang juga melayang seperti awan.
Dunia macam apa yang aku mimpikan ini. Ini terasa begitu nyata.
"Nyataaaaa sekaliiiii...... Aaaaaaaakh"
20 menit kemudian ....
“Aaaaaaakhhhh, kapan aku berhenti jatuhnya?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
pensi
kebetulan nulis genre novel yang sama, nih👍🏻😅
2022-06-24
0
pensi
halo Thor salam kenal ya dari novel ZANN 🙏🙏
favoritkan kembali novelnya ya 🙏
2022-06-24
0
🦋⃟ℛIke🦋Ⓩᴬ∙ᴴ࿐B⃟c
keren, aku suka genre ini. aku udah favorit dua novel scifi , salah satunya novel ini sama satu lagi beda author, hehe
2022-05-27
0