Karna masih jam 10. layya memutuskan untuk menemui seorang ibu ibu paruh baya yang kata vivian dari dulu mau bertemu dengannya.
Vivian melangkah ke arah layya. layya pun mendekat ke sana.
"di mana ibu itu? ". tanya layya begitu mereka selesai bersalaman lalu pelukan kerinduan dan melepaskannya.
"di lantai atas, sudah tiga kopi susu dia habiskan dari menunggu mu". layya tertawa kecil.
"baiklah, ayo? ". ujarnya.
"katakan jika kamu libur ada waktu kita harus hitung bersama tahun ini, malam juga boleh".
Layya terkekeh mendengar ucapan vivian.
"baiklah, akan aku usahakan, tidak akan membiarkanmu sendiri ". mereka sampai.
Vivian menunjuk ke meja di mana seorang ibu paruh baya di sana, badannya sedikit gemuk, memakai hijap empat segi yang terikat kebelakang, tas di meja merek terkenal yaitu chanel dengan bajunya yang di rancang khusus untuknya.
Wanita baruh baya tersebut bangkit berdiri saat melihat layya dan vivian melangkah ke arahnya. matanya hanya fokus pada layya. dia mematung melihat wajah layya. tebakannya benar, tidak salah.
Mereka sampai di meja wanita paruh baya tersebut. vivian maju pertama memperkenalkan mereka.
"euhmmm kalau begitu...aku tinggal kalian, pergi dulu ya". vivian memegang pundak layya.
Layya mendongak menatap vivian lalu mengangguk. tidak mungkin ia mencegat vivian karna juga tahu pekerjaan wanita itu banyak di sini selaku pemilik restaurant ini. dia manajernya sendiri.
Layya menatap ke depan ke ibu ibu yang baru ia tahu namanya imelda, begitulah dia perkenalkan dirinya tanpa nama belakangnya.
"kamu sangat mirip dengannya". ujar imelda sambil memandangi wajah layya.
Kerutan di kening layya terlihat.
"mirip? dengan siapa? ". begitulah pembukaan pembicaraan mereka yang pertama.
"Annisa Latief".
Layya membulatkan matanya. Annisa nama ibunya, latief kakeknya. siapa ibu ini? kenapa mengenal maminya.
"ibu kenal dengan mamiku? ".
Imelda tersenyum lega. awalnya ia ketakutan takut salah. siapa tahu mungkin hanya kebetulan mirip dan semua sama. termasuk rasa masakan layya dan annisa.
"kami teman, teman yang sangat akrab semasa kuliah dulu di sini, bukankah mamimu juga lulusan universitas di sini? ".
Layya menggangguk membenarkan. namun maminya memilih menjadi ibu rumah tangga saja tanpa bekerja.
Imelda terdiam. dia tahu kalau annisa sudah tidak ada lagi saat bertemu dengan salah seorang senior di kampusnya dan memberitahunya.
"sejak lulus ibu tidak bertemu lagi dengan nya, terakhir ibu dengar mama annisa meninggal lalu tidak lama setelahnya annisa di bawa pulang sama papanya ke Indonesia karna papanya orang indonesia, annisa hanya meninggalkan satu kertas untuknya berpamit, bukan salahnya sih karna saat annisa pindah dan mamanya meninggal. aku sedang di london, kakek dari pihak mamiku meninggal, jadi pulang dari sana aku baru tahu dan saat itu kami hilang kontak".
Layya diam mendengar seksama. ia tersentak saat sadar akan sesuatu.
"bukankah anda mau bertemu denganku karna...".
"masakanmu? itu juga benar nak? rasa masakanmu sangat sama persis seperti rasa masakan annisa, bubur ayamnya, ayam di bumbui kecap, daging kari, semuanya pokoknya sama persis, saat pertama kali melewati tempat ini. hatiku menyuruhku masuk ke sini dan siapa tahu? aku di bawa bertemu dengan anak sahabat lamaku". satu tetes air mata jatuh di pipi imelda.
Layya buru buru meraih tisu dan memberinya ke imelda di depannya.
"ibu sering makan masakan mami? ".
Imelda tertawa kecil mendengar ucapan layya.
"bukan sering, malah sudah selalu setiap jam makan, annisa mendapat beasiswa saat kuliah dan menyewa kontrakan murah karna jauh dari rumahnya ke kampus dan juga dia bekerja di salah satu restauran di sini dekat kampus. karna keluarga ibu mampu, ibu pun menyewa satu apartemen yang dekat kampus lalu mengajak annisa tinggal bersama, awalnya annisa menolak tapi aku menawari akan membayarnya dengan syarat dia selalu memasak masakan untukku dan dia setuju, mamimu tidak menerima hal yang gratis karna itu beribu makanan dia sudah ibu coba hasil masakan mamimu nak? dan itu saat saat bahagia bagi ibu".
Layya diam dengan menundukkan kepalanya.
Imelda meraih tangan layya yang berada di atas meja. menggenggamnya.
"setiap sehari sebelum ulang tahun ibu, annisa selalu membuatkan ibu bermacam macam masakannya untuk merayakan ulang tahun ibu dan ibu, sangat senang". raut wajah imelda terlihat sedih di tengah senyumnya.
Layya mengerjap ngerjapkan matanya. dia ikut sedih mendengarnya dan merindukan maminya. iya sih, maminya sangat pintar dalam memasak hingga ia pun belajar sama maminya dan suka memasak seperti maminya. karna itu juga alasan salah satunya ia mau membuka restaurant ini.
"ah...vivian bilang ibu mau memesan makanan di sini? untuk ulang tahun ibu".
Imelda menatap layya.
"tapi di sini tidak menerima Ketering bukan? ".
Layya tersenyum hangat dan tipis.
"khusus untuk ibu akan saya buat tapi tidak dari sini melainkan dari tempat tinggal saya, ibu tulis saja alamat rumah ibu di mana, nanti akan ada yang antar ke sana".
Imelda menurunkan pandangannya menatap meja. ide lain muncul di pikirannya setelah dia melihat dengan mata kepalanya sendiri putri dari teman baiknya annisa dan dia mau.
"bagaimana kalau besok nak layya ke rumah ibu dan kita masak sama sama di sana. meski ibu tidak bisa. ibu akan bantu apa yang bisa".
"besok? ...". layya terlihat berpikir. ya sih, besok ia tidak ada pekerjaan selain menghabiskan waktu dengan kedua anaknya tapi jika harus ke sana.
"sepertinya tidak bisa bu, besok kebetulan sih saya di liburkan kerja hingga beberapa hari ke depan tapi...saya sudah mengatur kalau besok mau bermain menghabiskan waktu dengan kedua anak saya".
Kedua bola mata imelda sontak saja membulat.
"a-anak? kamu sudah mempunyai anak? tunggu...dua? ". terkejut imelda begitu mendengar kata anak. lagian baginya layya sama sekali terlihat seperti wanita yang sudah menikah apalagi sudah memiliki anak.
Layya tertawa kecil.
"semua orang akan berekspresi sama seperti ibu ketika saya bilang sudah punya dua anak".
Imelda tersenyum tidak percaya.
"laki laki? perempuan ?".
"keduanya, mereka kembar"
Kedua mata imelda nyaris saja hampir meloncat keluar.
"kembar? ". ucapnya nyaris seperti berteriak.
Layya mengangguk membenarkan.
Imelda membuka menutup mulutnya tidak tahu lagi harus berkata apa.
"entah kenapa aku pengin melihat mereka, cucu dari teman baikku, ah...apa mereka mirip denganmu atau...ayahnya? ".
Layya terdiam ketika mendengar kalimat 'ayahnya'. dia tersenyum kembali membuang ekpresi wajahnya, yang tiba tiba merengut karna ingat pria itu.
"saya rasa mengambil keduanya". jawabnya sambil tersenyum.
"tentu mereka sangat cantik dan tampan"
"banyak yang mengatakan begitu"
"jadi bagaimana nak? bisakan? besok ke rumah ibu? kamu bisa bawa kedua anakmu sekalian, mereka bisa bermain di sana".
Layya menggeleng, merasa bersalah.
"jika besok...aku minta ma...".
"lusa hari ulang tahun ibu! ".
"...". layya terdiam.
Imelda tersenyum.
"lusa...umur ibu akan 50 tahun dan...ibu sangat mau di umur ibu yang sudah genap 50 ini, bisa menikmati masakan annisa lagi meski lewat putrinya, tahun lalu ibu juga ke sini! mau bertemu denganmu dan mau meminta hal serupa. masakan annisa, sebenarnya...ibu merindukannya...".
Layya tersentak saat melihat imelda di depannya menangis meneteskan air matanya dan terisak.
Layya bangkit berdiri beranjak ke kursi imelda. mengusap ngusap punggung wanita paruh baya tersebut dengan lembut.
Layya terlihat berpikir keras sebelun menjawab.
"baiklah, saya akan ke rumah ibu besok, kita akan masak sama sama". ujar layya seperti menenangkan seorang anak kecil.
Imelda seketika berhenti menangis, mendongak menatap layya.
"benarkah? ".
Layya mengangguk mantap.
Imelda tersenyum senang. ia bangkit bangun memeluk layya.
"terima kasih nak, ah...di rumah ibu banyak foto ibu dan annisa, nanti kita lihat sama sama ya? ".
Layya membulatkan matanya. foto mami?.
"saat di sini...? ".
Imelda mengangguk mantap.
"bahkan saat mereka melakukan piknik kampus bersama anak anak yang lain juga".
Wajah layya jelas terlihat sangat penasaran. karna baginya hanya sedikit foto maminya saat maminya yang masih duduk di bangku universitas. semua hilang bagai di telan bumi hanya satu yang tinggal dan foto itu kata maminya sangat di sukainya dan selalu beliau bawa kemanapun pergi. berada di dalam dompetnya dan sekarang bersamanya.
"baiklah, saya akan menantikan itu".
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Bibit Iriati
tapi knp maminya rayyan Imelda g. kenal dg layya y?
2021-04-25
0
Arjun Joly
kok mami nya ray ngk knl ma menatu nya jd bingung
2020-12-13
2
Ilma Kikyo
maminya Reyyan
2020-11-05
0